Halo Sahabat Wirausaha!

Pemerintah dan pelaku usaha ramai-ramai menyambut baik kesepakatan IEU-CEPA (Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa). Menurut versi resmi, kesepakatan ini membuka jendela peluang akses bebas bea ke pasar Eropa untuk produk-produk Indonesia — terutama produk-produk dari UMKM. Tapi… apakah ini benar-benar jalan mulus menuju ekspor besar-besaran? Ataukah masih ada rintangan-rintangan tersembunyi yang mesti dilewati?

Artikel ini akan membahas harapan dan realita di balik akses bebas bea ke Uni Eropa, khususnya dari perspektif pelaku UMKM — mulai dari masalah kapasitas produksi hingga biaya kepatuhan yang bisa “mematahkan semangat” jika tidak dikelola sejak awal.


Peluang Emas IEU-CEPA: Ekspor UMKM Naik, Kesempatan Terbuka Lewat Bea Nol

Pada Selasa lalu, setelah lebih dari satu dekade berunding, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya resmi menandatangani IEU-CEPA. Pemerintah optimis: dalam waktu lima tahun pertama pelaksanaan (yang dimulai 2027), ekspor Indonesia ke Uni Eropa bisa melonjak 2,5 kali lipat dibanding sebelumnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut bahwa perjanjian ini memberi “jendela” agar UMKM bisa menembus pasar Eropa dengan lebih leluasa — dari kopi, kakao, tekstil, hingga furnitur dan makanan. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak UMKM tertahan oleh birokrasi dan regulasi yang rumit.

Sementara itu, dari sisi Uni Eropa, Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi, Maros Sefcovic, menegaskan bahwa IEU-CEPA akan memberikan “dukungan konkret” untuk usaha-usaha kecil di kedua belah pihak. Di pihak Eropa sendiri, sekitar 50.000 UMKM sudah aktif mengekspor barang ke Indonesia — jadi kesepakatan ini bisa jadi simbiosis mutualisme.

Namun, di balik optimisme itu, banyak “catatan kecil” yang perlu diperhatikan agar harapan tersebut tidak cuma jadi angan-angan.


Kapasitas Produksi & Konsistensi Kualitas: Ujian Nyata Bagi UMKM

Peluang ekspor bagi UMKM di Indonesia masih sangat besar, diantaranya adalah untuk komoditas udang beku, kopi, kakao, dan produk-produk pakaian, alas kaki, aksesoris, dan aneka snack, seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini:

No Produk Ekspor Potensial Potensi Ekspor
1 Udang Beku Rp25 T
2 Perhiasan Logam Rp15,2 T 
3 Kopi Rp13,1 T
4 Makanan Olahan Rp9,4 T
5 Ikan Rp8,8 T
6 Alas Kaki Rp7,9 T
7 Pakaian jersey, rompi dan semacamnya Rp7,1 T
8 Furnitur Rp7 T
9 Bubuk Coklat Rp3,2 T
10 Minyak Kelapa Rp2,8 T

Sumber: Export Potential Map, 2022, data dikonversi ke IDR berdasarkan kurs tanggal 25 September 2025 (Rp. 16.666)

Salah satu tantangan paling nyata yang dihadapi UMKM ketika berhadapan dengan pasar ekspor adalah skalabilitas — ketika permintaan naik, apakah produksi bisa mengikuti? Banyak usaha kecil belum punya SOP (Standar Operasional Prosedur) atau sistem produksi yang baku.

Dewi Meisari, pendiri UKMIndonesia.id, menyampaikan bahwa ketika produksi melonjak—misalnya dari 1.000 unit per minggu menjadi 5.000—kualitas seringkali berubah, dan banyak UMKM yang akhirnya “gugur” di tengah jalan karena tidak bisa memenuhi standar.

Lebih dari itu, pembeli Eropa tak hanya sekadar menuntut produk yang bagus. Mereka juga ingin tahu:

  • Bagaimana kondisi kerja dan upah pekerja?

  • Dari mana bahan baku asalnya (aspek keterlacakan / traceability)?

  • Apakah proses produksi memenuhi regulasi hukum dan lingkungan?

Untuk membangun kepercayaan itu, dibutuhkan waktu bertahun-tahun. Dewi mencontohkan: salah satu anggota UKMIndonesia.id baru berhasil memperoleh order besar dari luar negeri  di tahun ketiga setelah berulang kali memperlihatkan konsistensi kualitas di pameran dagang.


Biaya Kepatuhan: Tantangan terkait Biaya Kepatuhan yang Dapat Menyusutkan Margin Keuntungan

Ketika berbicara ekspor ke Eropa, istilah seperti sertifikasi, audit labor, sistem pelacakan bahan baku (traceability), uji kesehatan / food safety, dan dokumen legalitas kayu tiba-tiba jadi “harus”. Dan semua itu punya ongkos tersendiri — yang seringkali terlalu besar bagi usaha kecil.

Biaya non-produksi semacam sertifikasi, audit, dan sistem pelacakan bisa melebihi kapasitas finansial sebagian UMKM. Akibatnya, produk mereka kalah saing dibanding produsen dari Vietnam atau China yang mungkin sudah punya ekosistem produksi dan kepatuhan yang lebih matang. Untuk produk furnitur, salah satu sertifikasi nasional yang wajib adalah Sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Di sektor makanan & minuman juga tak kalah berat. Standar kesehatan dan keamanan di Eropa tidak bersedia kompromi. Jadi, UMKM harus benar-benar disiplin menjalankan HACCP, ISO, atau standar lokal plus tambahan persyaratan Uni Eropa. Akumulasi biaya sertifikasi + pengujian + logistik bisa membuat margin tipis atau bahkan negatif.


Biaya Logistik & Skala Minim: Tantangan Ekspor “Sedikit-sedikit”

UMKM cenderung memulai ekspor dalam volume kecil—misalnya satu karung kopi atau batch kecil produk kerajinan. Namun kenyataannya, biaya pengiriman satu karung dengan satu kontainer bisa tidak berbeda jauh.

Moelyono Soesilo dari AEKI menyebut bahwa mengirim satu karung atau kontainer penuh (sekitar 300 karung) biayanya mendekati sama. Dalam skenario seperti ini, UMKM sulit bersaing dengan perusahaan besar yang bisa mengirim kontainer penuh secara rutin.

Skor rendah dalam kapasitas logistik dan volume semacam ini seringkali menjadi hambatan utama agar produk UMKM benar-benar bisa “menapak” di pasar ekspor secara berkelanjutan.

Baca juga: Menggebrak Pasar Global: Meneropong Peluang Ekspor UMKM yang Menjanjikan


Realitas Kontribusi Ekspor UMKM & Target Pemerintah

Saat ini, UMKM hanya menyumbang sekitar 15% dari total ekspor Indonesia. Angka ini jauh tertinggal dibanding Thailand (29%) atau Singapura (41%).

Seperti yang dilansir dari Jakarta Post, Pemerintah menargetkan agar ekspor UMKM tumbuh 9,6% per tahun, dari US$19,3 miliar tahun ini hingga US$35,3 miliar pada 2029. Target ini juga terkait dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8% pada akhir masa jabatan.

Tantangannya adalah: apakah kapasitas dan ekosistem UMKM bisa tumbuh secepat target tersebut? Tanpa intervensi strategis, ada risiko target tersebut menjadi terlalu ambisius.


Dukungan Program Pemerintah: Ada, tapi Masih Sekadar Titik Awal dan Masih Sporadis

Benar bahwa ada sejumlah program pemerintah, Kementerian, BUMN, dan swasta untuk mendukung UMKM dalam akses pasar ekspor. Tapi kenyataannya, akses ke program itu seringkali sangat terbatas quotanya, dan pelaksanaannya masih sporadis atau tidak terstruktur. Masing-masing instansi menjalankan programnya sendiri-sendiri, dan belum ada orkestrasi yang komprehensif secara end-to-end.

Pemerintah, khususnya melalui Kementerian Perdagangan optimis bahwa UMKM bisa memenuhi standar Uni Eropa. Hal ini karena telah adanya program konsultasi ekspor melalui FTA Center yang dapat diakses masyarakat secara online, dan ada pula kesempatan mendapatkan sesi pitching dengan atase perdagangan di luar negeri, bagi UMKM terkurasi.  Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah berharap UMKM semakin siap menangkap peluang dari terlaksananya IEU-CEPA ini.


Strategi Agar UMKM Bisa Menjadi Pemenang Pasca IEU-CEPA

Agar akses bebas bea tidak sekadar angan, tetapi bisa benar-benar dimanfaatkan oleh UMKM, berikut langkah-langkah yang bisa diperkuat:

  1. Standarisasi dan pengembangan SOP sejak dini
    Sebelum ekspor besar, pastikan proses produksi internal sudah baku: sistem QC (quality control), pelatihan pekerja, dokumentasi produksi agar konsistensi terjaga.

  2. Kolaborasi produksi / konsolidasi rantai pasok
    UMKM yang skala kecil bisa bersinergi dengan pelaku lokal untuk menyatukan bahan baku atau proses finishing agar mendapatkan efisiensi dan daya tawar yang lebih baik.

  3. Fokus pada niche produk dan sertifikasi yang relevan
    Tidak semua produk perlu semua sertifikasi. Pilih prioritas — misalnya produk furnitur kayu perlu sertifikasi legalitas kayu dulu sebelum ekspansi besar ke standar lingkungan lainnya. Prioritaskan sertifikasi yang diminta oleh buyer.

  4. Pembangunan capacity building jangka panjang
    Jangan lelah belajar. Ikuti kesempatan-kesempatan pelatihan berkelanjutan dalam audit kepatuhan, manajemen mutu, pengemasan ekspor, hingga kemasan dan branding.

  5. Manfaatkan alat digital dan data eksternal
    Gunakan platform ekspor digital, database buyer, dan kolaborasi dengan inisiatif e-export agar UMKM tahu trend dan kebutuhan di negara tujuan.

  6. Optimalisasi dukungan pemerintah & jaringan ekspor
    Dorong penyederhanaan akses program, transparansi seleksi, perluasan kuota, dan pemberdayaan atase perdagangan agar bisa mendukung langsung UMKM lokal.

  7. Bersabar & konsisten dalam membangun reputasi
    Penjual luar negeri tidak langsung membeli dari brand baru. Kepercayaan dibangun lewat track record kualitas, pengiriman tepat waktu, dan interaksi positif secara konsisten.

Penutup: Antara Kesempatan & Kesiapan

Kesepakatan IEU-CEPA membuka peluang yang sangat menarik bagi UMKM Indonesia. Tapi di balik celah bea masuk yang dihapus, ada tantangan besar soal kapasitas produksi, konsistensi kualitas, biaya kepatuhan, dan logistik yang nyata terasa.

Manfaat cuan dari suatu kesempatan hanya bisa diraih jika dibarengi dengan Kesiapan. Untuk itu. Agar UMKM lebih siap untuk menangkap kesempatan tersebut, ayo berkomunitas untuk menambah jejaring dan informasi, dan teruslah edukasi diri untuk meningkatkan kompetensi. 

Bagi Sahabat Wirausaha yang mau belajar ilmu bersiap ekspor dari dasar, bisa akses dua materi berikut yang sudah tersedia gratis untuk kamu ya: 

  1. Buku “Panduan Ekspor, Persiapan UMKM Go Global: 9 Langkah Terstruktur untuk Go Global Lebih Terencana” yang diinisiasi oleh Bank Indonesia, disusun bersama tim LPEM FEB UI dan UKMIndonesia.id - bisa akses disini 
  2. Pelatihan online berbasis video pembelajaran “UMKM Bersiap Go Global” yang disusun oleh UKMIndonesia.id didukung oleh WhatsApp by Meta - bisa diakses disini

Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!

Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!

Referensi : 

  1. Thejakartapost.com, (2025). I-EU CEPA opens door to EU but small businesses will struggle to enter.
  2. UKMindonesia.id, (2023). Panduan Ekspor, Persiapan UMKM Go Global: 9 Langkah Terstruktur untuk Go Global Lebih Terencana