Sahabat Wirausaha, ekspor menjadi salah satu sumber penerimaan yang memberikan sumbangsih bagi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi nilai ekspor, artinya semakin tinggi pula penerimaan negara yang diperoleh dari aktivitas perdagangan ini. Tak heran jika setiap negara berusaha untuk meningkatkan nilai ekspornya mulai dari regulasi hingga peningkatan volume produksi komoditas, termasuk Indonesia.
Dalam lingkup perdagangan global, Indonesia turut berpartisipasi secara aktif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya komoditas yang diekspor Indonesia ke berbagai negara di dunia. Salah satunya adalah rempah dan jamu. Sayangnya, ekspor rempah dan jamu dari Indonesia masih tergolong rendah, padahal memiliki potensi yang cukup besar untuk menguasai pasar global.
Industri Jamu di Tengah Pandemi Covid-19
Wabah penyakit Covid-19 yang muncul di Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019 merebak menjadi pandemi global. Dampak yang ditimbulkan oleh pandemi ini begitu luar biasa di setiap sendi kehidupan. Perekonomian dunia terpukul hingga tersungkur cukup lama, seolah sulit untuk bangun kembali. Tak hanya Cina sebagai negara ‘asal’ virus yang ekonominya porak-poranda, tetapi juga banyak negara di dunia, seperti Jepang, Amerika Serikat, Italia, India, Inggris, Australia, Malaysia, Singapura, dan termasuk pula Indonesia.
Banyak bisnis yang terpaksa harus menghentikan operasionalnya untuk sementara, bahkan tutup selamanya karena mengalami kebangkrutan. Tak hanya bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah) saja yang terdampak, tetapi juga perusahaan-perusahaan besar yang telah beroperasi puluhan tahun, seperti Hyundai, Samsung, dan Ferari harus berhenti berproduksi.
Baca Juga: Potensi Ekspor Rempah-Rempah di Pasar Eropa
Lantas, bagaimana dengan industri jamu sendiri? Apakah juga terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 ini? Tak seperti industri lainnya, industri rempah dan jamu justru mampu bertahan di tengah-tengah pandemi Covid-19. Meski tak semuanya berhasil survive, setidaknya industri ini masih tetap beroperasi dan berproduksi.
Bahkan tingkat permintaan terhadap rempah dan jamu sempat mengalami lonjakan tajam, dan mengalami kelangkaan, sehingga harganya melambung cukup tinggi. Peningkatan permintaan tersebut dipicu oleh adanya kabar yang beredar bahwa konsumsi empon-empon dapat meningkatkan imunitas dan menjaga stamina tubuh tetap fit, sehingga bisa menghindari penularan Covid-19. Tak hanya empon-empon saja, tetapi produk-produk jamu tradisional dan modern seperti wedang uwuh, wedang jahe, jamu beras kencur, dan lainnya pun tak luput dari incaran masyarakat yang ingin menangkal serangan Covid-19.
Baca Juga: Potensi Ekspor Suplemen Kesehatan Herbal (Jamu)
Indonesia Kaya Akan Rempah-Rempah
Sebenarnya industri rempah dan jamu di Indonesia telah mampu menguasai pasar lokal. Artinya kebutuhan rempah dan jamu baik dalam bentuk bahan baku maupun produk jadi di pasar lokal telah mampu dipenuhi. Bahkan, Indonesia memiliki volume produksi rempah dan jamu yang berlebih, sehingga harus dimaksimalkan pemasarannya dengan melakukan ekspor ke pasar luar negeri. Jika hal ini terus ditingkatkan, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia mampu menguasai pangsa pasar dunia untuk komoditas rempah dan jamu.
Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh India dan Cina sebagai pesaing utama. Potensi kekayaan rempah Indonesia sangatlah besar dengan beragam varietas yang tidak ditemukan di negara-negara lain. Misalnya saja temulawak, kunyit, kulit manggis, buah merah Irian, mahkota dewa, sambiloto, bakau, dan yang lainnya. Kekayaan rempah tersebut mampu memenuhi 90% kebutuhan bahan baku untuk industri jamu, kosmetik, dan food supplement.
Baca Juga: Bale Kopi Gucialit, Menabung Kopi Demi Kesejahteraan Petani
Sayangnya, Indonesia belum menerapkan strategi penanaman untuk tanaman rempah dan jamu. Artinya, pemerintah belum membuka lahan khusus sebagai area penanaman rempah dan jamu. Komoditas rempah dan jamu yang ada saat ini sebagian masih ditanam secara tradisional di pekarangan-pekarangan warga. Selain itu juga tumbuh secara alami di hutan. Oleh sebab itu, dibutuhkan keseriusan dari pemerintah dalam mengembangkan potensi kekayaan rempah dan jamu agar dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal dan dunia secara maksimal.
Perkembangan Industri Rempah dan Jamu
Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan jamu. Jamu menjadi salah satu warisan budaya nusantara yang telah dinikmati dan dikonsumsi secara turun-temurun hingga saat ini. Rempah dan jamu memiliki beragam manfaat. Tak hanya sekadar untuk minuman jamu, tetapi juga bahan baku masakan yang dikonsumsi sehari-hari. Selain itu, rempah juga banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, produk farmasi, serta produk makanan dan minuman.
Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Global Kemasan dan Label
Dulu segala olahan rempah baik dalam bentuk makanan maupun minuman disebut dengan jamu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, kini jamu dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu jamu tradisional, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Jamu tradisional mencakup jamu bubuk atau minuman yang masih tradisional.
Adanya peningkatan teknologi, jamu naik tingkatannya menjadi obat herbal terstandar, di mana syaratnya rempah-rempah yang digunakan harus terstandarisasi dan telah melalui uji klinis, sehingga bisa diklaim sebagai jamu modern. Jamu modern dalam bentuk obat herbal terstandar diproduksi dalam bentuk kapsul, tablet, dan pil. Sementara fitofarmaka adalah produk jamu yang sudah didaftarkan dan diuji klinis di Badan POM.
Baca juga: Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
Meski telah naik tingkatannya, namun jamu dan OHT belum bisa diklaim khasiatnya sebagai ‘obat’ yang dapat menyembuhkan dan mengobati penyakit tertentu, tetapi hanya membantu meredakan atau meringankan gejala suatu penyakit saja. Lain halnya dengan fitofarmaka, yang mana sudah bisa diklaim sebagai obat untuk penyakit tertentu. Misalnya temulawak yang sudah diuji klinis menjadi fitofarmaka bisa diklaim sebagai obat untuk gangguan liver.
Potensi Ekspor Rempah dan Jamu
Indonesia kaya akan rempah-rempah, hal itu tak perlu diragukan lagi. Bahkan, kekayaan inilah yang menjadi alasan para penjajah untuk menguasai Indonesia. Jadi, sudah selayaknya kita merasa bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia yang dikaruniai dengan kekayaan alam yang melimpah.
Kekayaan rempah dan jamu di Indonesia sebenarnya sudah dimanfaatkan dengan cukup optimal. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah pabrik jamu di negeri ini, yang mencapai sekitar 1.200 yang terdiri dari pabrik jamu skala besar sebesar 10%, skala menengah sebesar 25%, dan skala kecil sebesar 65%. Artinya industri rempah dan jamu ini justru dikuasai oleh pedagang-pedagang kecil, termasuk mereka yang berjualan jamu gendong. Sementara untuk pengusaha rempah mencakup pedagang besar, menengah, dan kecil, termasuk para petani rempah yang merangkap sebagai penjual rempah.
Baca Juga: Jitu Membidik Peluang Pasar dan Target Negara Ekspor
Lantas, seberapa besar peluang Indonesia untuk merebut pangsa pasar komoditas rempah dan jamu di pasar luar negeri melalui ekspor? Indonesia tak hanya mengimpor beberapa komoditas dari luar negeri, tetapi juga mengekspor. Setidaknya terdapat 10 negara tujuan ekspor terbesar sektor industri dari Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Cina, Jepang, Singapura, India, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, dan Vietnam. Sayangnya ekspor rempah dan jamu Indonesia tergolong masih sangat rendah, hanya sekitar 2 hingga 4% saja.
Potensi dan peluang Indonesia untuk ekspor rempah dan jamu sebenarnya sangatlah besar. Bagaimana tidak? Indonesia memiliki kekayaan rempah dengan varietas yang beragam, pelaku industri pun sudah ada yang tersebar di seluruh pelosok negeri, dan pasar potensialnya pun tersedia. Tentu akan sangat disayangkan apabila potensi dan peluang ini tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Produk Ekspor
Kendala Ekspor Rempah dan Jamu
Ekspor rempah dan jamu yang sudah berjalan hingga saat ini masih didominasi oleh pemain-pemain besar, dalam arti perusahaan-perusahaan besar yang memiliki pabrik dengan proses pengolahan yang memenuhi standar ekspor. Padahal, industri rempah dan jamu sebagian besar justru dimainkan oleh UKM.
Untuk menembus pasar ekspor tentu tidak mudah bagi UKM. Banyak kendala yang dihadapi, diantaranya sebagai berikut.
1. Keterbatasan Modal
Permasalahan utama yang sering dihadapi oleh UKM adalah akses permodalan yang terbatas. Untuk mengadopsi teknologi dan proses produksi yang unggul dengan mesin-mesin canggih tentu dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Sayangnya, mereka kerap terbentur masalah modal. Jika pun harus mengajukan pinjaman di lembaga perbankan, syarat yang diajukan cukup sulit untuk dipenuhi. Selain itu, suku bunga untuk pinjaman usaha tergolong tinggi, sehingga dirasa memberatkan.
Baca Juga: Potensi UMKM Purbalingga Menembus Pasar Ekspor
2. Teknologi Produksi Masih Manual
Pengolahan produk jamu oleh UKM sebagian besar masih dilakukan secara manual, tidak menggunakan alat bantu mesin sama sekali, karena pengadaannya membutuhkan biaya yang besar. Tak hanya teknologi pengolahan yang masih manual, sanitasi tempat pengolahannya pun banyak yang belum memadai. Kondisi ini tentu akan menyulitkan produk jamu UKM untuk lolos uji guna memenuhi standar ekspor.
3. Tidak Memiliki Akses Pemasaran
Pelaku UKM dalam industri rempah dan jamu umumnya tidak memiliki akses pemasaran dengan jangkauan yang luas. Bahkan mereka tidak memiliki strategi pemasaran untuk memasarkan produknya. Mereka hanya berproduksi dan menjual secara random tanpa memikirkan tentang segmen pasar yang akan dibidik untuk membeli produknya.
Baca Juga: Roa Judes, Menduniakan Sambal Khas Manado
4. Kemasan Produk Kurang Menarik
Perlu disadari bahwa kemasan (packaging) merupakan bagian penting dari produk yang harus diperhatikan. Jika produk memiliki khasiat dan manfaat, namun tidak dikemas secara apik dan menarik, maka tidak akan ada yang mau membeli. Apalagi untuk kebutuhan ekspor, packaging harus benar-benar diperhatikan dan didesain semenarik mungkin.
Hal penting lain yang terkait dengan kemasan adalah kejelasan tulisan tentang komposisi bahan dan manfaat produk yang biasanya dicantumkan pada kemasan. Pastikan bahwa tulisan tersebut jelas dengan ukuran font yang proporsional sehingga mudah untuk dibaca.
Baca Juga: Mengenal Harga Patokan Ekspor
5. Regulasi yang Rumit
Kendala ekspor rempah dan jamu tidak hanya datang dari internal pelaku usaha saja, tetapi juga dari pemerintah, terkait dengan regulasi. Produk jamu UKM sering kali ditolak ketika diregistrasikan ke instansi terkait, yakni Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, karena dinilai belum memenuhi syarat.
Bingung dan kecewa. Itulah yang dirasakan para pelaku UKM di industri ini, karena dari pemerintah sendiri kurang dalam memberikan pendampingan dan sosialisasi terkait dengan kegiatan ekspor. Selain itu, pemerintah juga masih kurang dalam membantu para pelaku UKM di industri rempah dan jamu dalam hal sarana prasarana.
Solusi untuk Menggalakkan Ekspor Rempah dan Jamu
Nilai ekspor rempah dan jamu Indonesia masih tergolong rendah, karena hanya korporasi yang mampu melakukan kegiatan perdagangan internasional tersebut. Padahal, potensi dan peluang untuk bisa menggalakkan dan meningkatkan nilai ekspor dari komoditas rempah dan jamu begitu besar. Meski memiliki potensi dan peluang yang besar, namun jika kendala yang dihadapi tidak segera dicarikan solusi, maka semua hal itu tidak akan berarti. Pasar rempah dan jamu internasional akan dikuasai oleh Cina dan India.
Baca Juga: Apa itu Bill of Lading?
Berkenaan dengan hal itu, solusi yang bisa dilakukan untuk menggalakkan ekspor rempah dan jamu sehingga tembus di pasar global adalah sebagai berikut.
1. Membangun Sinergitas Antara Pemerintah Dengan Swasta
Pemerintah sebagai pemangku regulasi dan kebijakan terkait dengan perdagangan internasional harus bersinergi dengan swasta dalam hal ini para pelaku industri rempah dan jamu baik korporasi maupun UKM. Sinergi ini bisa diwujudkan dalam program-program pengembangan produk, pembinaan, pendampingan, dan lainnya agar produk-produk jamu olahan UKM mampu memenuhi standar ekspor.
2. Melakukan Terobosan Produk Jamu Kekinian
Kegiatan ekspor jelas yang disasar bukanlah pasar lokal, tetapi internasional. Sebab itu, produk jamu harus inovatif dan kekinian, agar mudah dikonsumsi atau diminum, praktis dibawa, dan dapat dinikmati di mana saja dan kapan saja. Misalnya produk jamu cair seperti tolak angin yang dikemas dalam bentuk sachet cukup menarik dan praktis, tidak perlu diracik dan diseduh. Selain itu juga ada jamu kunyit asam yang dikemas dalam botol sekali minum. Inovasi-inovasi produk jamu seperti ini penting, sehingga jamu tak lagi dipandang sebagai minuman tradisional, tetapi juga kekinian.
Baca Juga: Memantau Peluang Pasar Ekspor melalui Platform Alibaba
Potensi kekayaan rempah dan jamu yang melimpah di Indonesia memang harus dimanfaatkan secara maksimal. Banyak hal menarik yang bisa dibahas mengenai potensi ekspor rempah dan jamu ini, mulai dari kerjasama korporasi dengan UKM dalam pengolahan produk yang memenuhi standar impor, hingga informasi terkait dengan lembaga-lembaga yang siap membantu dan memberikan pendampingan kepada pelaku UKM agar siap go internasional.
Jika Sahabat Wirausaha ingin menyimak pembahasan artikel ini lebih lanjut, selengkapnya dapat dilihat pada video APINDO UMKM Akademi: Potensi Pasar Ekspor Rempah dan Jamu.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.
Sahabat Wirausaha, ekspor menjadi salah satu sumber penerimaan yang memberikan sumbangsih bagi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi nilai ekspor, artinya semakin tinggi pula penerimaan negara yang diperoleh dari aktivitas perdagangan ini. Tak heran jika setiap negara berusaha untuk meningkatkan nilai ekspornya mulai dari regulasi hingga peningkatan volume produksi komoditas, termasuk Indonesia.
Dalam lingkup perdagangan global, Indonesia turut berpartisipasi secara aktif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya komoditas yang diekspor Indonesia ke berbagai negara di dunia. Salah satunya adalah rempah dan jamu. Sayangnya, ekspor rempah dan jamu dari Indonesia masih tergolong rendah, padahal memiliki potensi yang cukup besar untuk menguasai pasar global.
Industri Jamu di Tengah Pandemi Covid-19
Wabah penyakit Covid-19 yang muncul di Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019 merebak menjadi pandemi global. Dampak yang ditimbulkan oleh pandemi ini begitu luar biasa di setiap sendi kehidupan. Perekonomian dunia terpukul hingga tersungkur cukup lama, seolah sulit untuk bangun kembali. Tak hanya Cina sebagai negara ‘asal’ virus yang ekonominya porak-poranda, tetapi juga banyak negara di dunia, seperti Jepang, Amerika Serikat, Italia, India, Inggris, Australia, Malaysia, Singapura, dan termasuk pula Indonesia.
Banyak bisnis yang terpaksa harus menghentikan operasionalnya untuk sementara, bahkan tutup selamanya karena mengalami kebangkrutan. Tak hanya bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah) saja yang terdampak, tetapi juga perusahaan-perusahaan besar yang telah beroperasi puluhan tahun, seperti Hyundai, Samsung, dan Ferari harus berhenti berproduksi.
Baca Juga: Potensi Ekspor Rempah-Rempah di Pasar Eropa
Lantas, bagaimana dengan industri jamu sendiri? Apakah juga terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 ini? Tak seperti industri lainnya, industri rempah dan jamu justru mampu bertahan di tengah-tengah pandemi Covid-19. Meski tak semuanya berhasil survive, setidaknya industri ini masih tetap beroperasi dan berproduksi.
Bahkan tingkat permintaan terhadap rempah dan jamu sempat mengalami lonjakan tajam, dan mengalami kelangkaan, sehingga harganya melambung cukup tinggi. Peningkatan permintaan tersebut dipicu oleh adanya kabar yang beredar bahwa konsumsi empon-empon dapat meningkatkan imunitas dan menjaga stamina tubuh tetap fit, sehingga bisa menghindari penularan Covid-19. Tak hanya empon-empon saja, tetapi produk-produk jamu tradisional dan modern seperti wedang uwuh, wedang jahe, jamu beras kencur, dan lainnya pun tak luput dari incaran masyarakat yang ingin menangkal serangan Covid-19.
Baca Juga: Potensi Ekspor Suplemen Kesehatan Herbal (Jamu)
Indonesia Kaya Akan Rempah-Rempah
Sebenarnya industri rempah dan jamu di Indonesia telah mampu menguasai pasar lokal. Artinya kebutuhan rempah dan jamu baik dalam bentuk bahan baku maupun produk jadi di pasar lokal telah mampu dipenuhi. Bahkan, Indonesia memiliki volume produksi rempah dan jamu yang berlebih, sehingga harus dimaksimalkan pemasarannya dengan melakukan ekspor ke pasar luar negeri. Jika hal ini terus ditingkatkan, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia mampu menguasai pangsa pasar dunia untuk komoditas rempah dan jamu.
Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh India dan Cina sebagai pesaing utama. Potensi kekayaan rempah Indonesia sangatlah besar dengan beragam varietas yang tidak ditemukan di negara-negara lain. Misalnya saja temulawak, kunyit, kulit manggis, buah merah Irian, mahkota dewa, sambiloto, bakau, dan yang lainnya. Kekayaan rempah tersebut mampu memenuhi 90% kebutuhan bahan baku untuk industri jamu, kosmetik, dan food supplement.
Baca Juga: Bale Kopi Gucialit, Menabung Kopi Demi Kesejahteraan Petani
Sayangnya, Indonesia belum menerapkan strategi penanaman untuk tanaman rempah dan jamu. Artinya, pemerintah belum membuka lahan khusus sebagai area penanaman rempah dan jamu. Komoditas rempah dan jamu yang ada saat ini sebagian masih ditanam secara tradisional di pekarangan-pekarangan warga. Selain itu juga tumbuh secara alami di hutan. Oleh sebab itu, dibutuhkan keseriusan dari pemerintah dalam mengembangkan potensi kekayaan rempah dan jamu agar dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal dan dunia secara maksimal.
Perkembangan Industri Rempah dan Jamu
Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan jamu. Jamu menjadi salah satu warisan budaya nusantara yang telah dinikmati dan dikonsumsi secara turun-temurun hingga saat ini. Rempah dan jamu memiliki beragam manfaat. Tak hanya sekadar untuk minuman jamu, tetapi juga bahan baku masakan yang dikonsumsi sehari-hari. Selain itu, rempah juga banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, produk farmasi, serta produk makanan dan minuman.
Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Global Kemasan dan Label
Dulu segala olahan rempah baik dalam bentuk makanan maupun minuman disebut dengan jamu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, kini jamu dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu jamu tradisional, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Jamu tradisional mencakup jamu bubuk atau minuman yang masih tradisional.
Adanya peningkatan teknologi, jamu naik tingkatannya menjadi obat herbal terstandar, di mana syaratnya rempah-rempah yang digunakan harus terstandarisasi dan telah melalui uji klinis, sehingga bisa diklaim sebagai jamu modern. Jamu modern dalam bentuk obat herbal terstandar diproduksi dalam bentuk kapsul, tablet, dan pil. Sementara fitofarmaka adalah produk jamu yang sudah didaftarkan dan diuji klinis di Badan POM.
Baca juga: Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
Meski telah naik tingkatannya, namun jamu dan OHT belum bisa diklaim khasiatnya sebagai ‘obat’ yang dapat menyembuhkan dan mengobati penyakit tertentu, tetapi hanya membantu meredakan atau meringankan gejala suatu penyakit saja. Lain halnya dengan fitofarmaka, yang mana sudah bisa diklaim sebagai obat untuk penyakit tertentu. Misalnya temulawak yang sudah diuji klinis menjadi fitofarmaka bisa diklaim sebagai obat untuk gangguan liver.
Potensi Ekspor Rempah dan Jamu
Indonesia kaya akan rempah-rempah, hal itu tak perlu diragukan lagi. Bahkan, kekayaan inilah yang menjadi alasan para penjajah untuk menguasai Indonesia. Jadi, sudah selayaknya kita merasa bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia yang dikaruniai dengan kekayaan alam yang melimpah.
Kekayaan rempah dan jamu di Indonesia sebenarnya sudah dimanfaatkan dengan cukup optimal. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah pabrik jamu di negeri ini, yang mencapai sekitar 1.200 yang terdiri dari pabrik jamu skala besar sebesar 10%, skala menengah sebesar 25%, dan skala kecil sebesar 65%. Artinya industri rempah dan jamu ini justru dikuasai oleh pedagang-pedagang kecil, termasuk mereka yang berjualan jamu gendong. Sementara untuk pengusaha rempah mencakup pedagang besar, menengah, dan kecil, termasuk para petani rempah yang merangkap sebagai penjual rempah.
Baca Juga: Jitu Membidik Peluang Pasar dan Target Negara Ekspor
Lantas, seberapa besar peluang Indonesia untuk merebut pangsa pasar komoditas rempah dan jamu di pasar luar negeri melalui ekspor? Indonesia tak hanya mengimpor beberapa komoditas dari luar negeri, tetapi juga mengekspor. Setidaknya terdapat 10 negara tujuan ekspor terbesar sektor industri dari Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Cina, Jepang, Singapura, India, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, dan Vietnam. Sayangnya ekspor rempah dan jamu Indonesia tergolong masih sangat rendah, hanya sekitar 2 hingga 4% saja.
Potensi dan peluang Indonesia untuk ekspor rempah dan jamu sebenarnya sangatlah besar. Bagaimana tidak? Indonesia memiliki kekayaan rempah dengan varietas yang beragam, pelaku industri pun sudah ada yang tersebar di seluruh pelosok negeri, dan pasar potensialnya pun tersedia. Tentu akan sangat disayangkan apabila potensi dan peluang ini tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Produk Ekspor
Kendala Ekspor Rempah dan Jamu
Ekspor rempah dan jamu yang sudah berjalan hingga saat ini masih didominasi oleh pemain-pemain besar, dalam arti perusahaan-perusahaan besar yang memiliki pabrik dengan proses pengolahan yang memenuhi standar ekspor. Padahal, industri rempah dan jamu sebagian besar justru dimainkan oleh UKM.
Untuk menembus pasar ekspor tentu tidak mudah bagi UKM. Banyak kendala yang dihadapi, diantaranya sebagai berikut.
1. Keterbatasan Modal
Permasalahan utama yang sering dihadapi oleh UKM adalah akses permodalan yang terbatas. Untuk mengadopsi teknologi dan proses produksi yang unggul dengan mesin-mesin canggih tentu dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Sayangnya, mereka kerap terbentur masalah modal. Jika pun harus mengajukan pinjaman di lembaga perbankan, syarat yang diajukan cukup sulit untuk dipenuhi. Selain itu, suku bunga untuk pinjaman usaha tergolong tinggi, sehingga dirasa memberatkan.
Baca Juga: Potensi UMKM Purbalingga Menembus Pasar Ekspor
2. Teknologi Produksi Masih Manual
Pengolahan produk jamu oleh UKM sebagian besar masih dilakukan secara manual, tidak menggunakan alat bantu mesin sama sekali, karena pengadaannya membutuhkan biaya yang besar. Tak hanya teknologi pengolahan yang masih manual, sanitasi tempat pengolahannya pun banyak yang belum memadai. Kondisi ini tentu akan menyulitkan produk jamu UKM untuk lolos uji guna memenuhi standar ekspor.
3. Tidak Memiliki Akses Pemasaran
Pelaku UKM dalam industri rempah dan jamu umumnya tidak memiliki akses pemasaran dengan jangkauan yang luas. Bahkan mereka tidak memiliki strategi pemasaran untuk memasarkan produknya. Mereka hanya berproduksi dan menjual secara random tanpa memikirkan tentang segmen pasar yang akan dibidik untuk membeli produknya.
Baca Juga: Roa Judes, Menduniakan Sambal Khas Manado
4. Kemasan Produk Kurang Menarik
Perlu disadari bahwa kemasan (packaging) merupakan bagian penting dari produk yang harus diperhatikan. Jika produk memiliki khasiat dan manfaat, namun tidak dikemas secara apik dan menarik, maka tidak akan ada yang mau membeli. Apalagi untuk kebutuhan ekspor, packaging harus benar-benar diperhatikan dan didesain semenarik mungkin.
Hal penting lain yang terkait dengan kemasan adalah kejelasan tulisan tentang komposisi bahan dan manfaat produk yang biasanya dicantumkan pada kemasan. Pastikan bahwa tulisan tersebut jelas dengan ukuran font yang proporsional sehingga mudah untuk dibaca.
Baca Juga: Mengenal Harga Patokan Ekspor
5. Regulasi yang Rumit
Kendala ekspor rempah dan jamu tidak hanya datang dari internal pelaku usaha saja, tetapi juga dari pemerintah, terkait dengan regulasi. Produk jamu UKM sering kali ditolak ketika diregistrasikan ke instansi terkait, yakni Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, karena dinilai belum memenuhi syarat.
Bingung dan kecewa. Itulah yang dirasakan para pelaku UKM di industri ini, karena dari pemerintah sendiri kurang dalam memberikan pendampingan dan sosialisasi terkait dengan kegiatan ekspor. Selain itu, pemerintah juga masih kurang dalam membantu para pelaku UKM di industri rempah dan jamu dalam hal sarana prasarana.
Solusi untuk Menggalakkan Ekspor Rempah dan Jamu
Nilai ekspor rempah dan jamu Indonesia masih tergolong rendah, karena hanya korporasi yang mampu melakukan kegiatan perdagangan internasional tersebut. Padahal, potensi dan peluang untuk bisa menggalakkan dan meningkatkan nilai ekspor dari komoditas rempah dan jamu begitu besar. Meski memiliki potensi dan peluang yang besar, namun jika kendala yang dihadapi tidak segera dicarikan solusi, maka semua hal itu tidak akan berarti. Pasar rempah dan jamu internasional akan dikuasai oleh Cina dan India.
Baca Juga: Apa itu Bill of Lading?
Berkenaan dengan hal itu, solusi yang bisa dilakukan untuk menggalakkan ekspor rempah dan jamu sehingga tembus di pasar global adalah sebagai berikut.
1. Membangun Sinergitas Antara Pemerintah Dengan Swasta
Pemerintah sebagai pemangku regulasi dan kebijakan terkait dengan perdagangan internasional harus bersinergi dengan swasta dalam hal ini para pelaku industri rempah dan jamu baik korporasi maupun UKM. Sinergi ini bisa diwujudkan dalam program-program pengembangan produk, pembinaan, pendampingan, dan lainnya agar produk-produk jamu olahan UKM mampu memenuhi standar ekspor.
2. Melakukan Terobosan Produk Jamu Kekinian
Kegiatan ekspor jelas yang disasar bukanlah pasar lokal, tetapi internasional. Sebab itu, produk jamu harus inovatif dan kekinian, agar mudah dikonsumsi atau diminum, praktis dibawa, dan dapat dinikmati di mana saja dan kapan saja. Misalnya produk jamu cair seperti tolak angin yang dikemas dalam bentuk sachet cukup menarik dan praktis, tidak perlu diracik dan diseduh. Selain itu juga ada jamu kunyit asam yang dikemas dalam botol sekali minum. Inovasi-inovasi produk jamu seperti ini penting, sehingga jamu tak lagi dipandang sebagai minuman tradisional, tetapi juga kekinian.
Baca Juga: Memantau Peluang Pasar Ekspor melalui Platform Alibaba
Potensi kekayaan rempah dan jamu yang melimpah di Indonesia memang harus dimanfaatkan secara maksimal. Banyak hal menarik yang bisa dibahas mengenai potensi ekspor rempah dan jamu ini, mulai dari kerjasama korporasi dengan UKM dalam pengolahan produk yang memenuhi standar impor, hingga informasi terkait dengan lembaga-lembaga yang siap membantu dan memberikan pendampingan kepada pelaku UKM agar siap go internasional.
Jika Sahabat Wirausaha ingin menyimak pembahasan artikel ini lebih lanjut, selengkapnya dapat dilihat pada video APINDO UMKM Akademi: Potensi Pasar Ekspor Rempah dan Jamu.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.