Sumber gambar : Bukalapak
Jika bicara tentang kopi, Indonesia tidak akan pernah kehabisan cerita. Berkembangnya tren kedai kopi dalam beberapa tahun belakangan turut membangunkan minat masyarakat terhadap minuman ini. Karenanya, potensi bisnis dengan produk komoditas kopi tidak boleh dipandang remeh. Beberapa pebisnis pun mulai menyadari ini. Salah satunya adalah Nur Kholifah, seorang perempuan asal Lumajang, yang mendirikan usaha Kopi Gucialit.
Dimulai sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap petani kopi di desa kelahirannya, bisnis ini berkembang pesat hanya dalam tiga tahun. Jangkauan pasar yang sudah memasuki skala nasional hingga omzet yang cukup tinggi sudah mereka capai. Meski begitu, Nur tidak pernah lupa dengan misinya untuk meningkatkan kesejahteraan petani lokal. Kisah dan semangatnya bisa jadi inspirasi tersendiri bagi para Sahabat Wirausaha semua.
Berawal Dari Misi Sosial Untuk Mendongkrak Harga Jual Kopi
Nur Kholifah tidak memulai Kopi Gucialit seorang diri. Setelah beberapa tahun menempuh pendidikan di luar kota, ia kembali ke desa kelahirannya, yaitu Desa Gucialit yang terletak di Kabupaten Lumajang, Jawa Tengah. Di sana, ia bertemu dengan suaminya yang—sama seperti Nur—juga lahir di desa kecil. Kembali ke desa membuat pasangan ini tergugah untuk mengembangkan segala potensi alam di dalamnya. Hingga akhirnya mereka menikah dan memilih kopi sebagai ide bisnis untuk dikembangkan bersama-sama. “Awalnya ide ini muncul dari suami saya yang telah berkecimpung lebih dulu di dunia kopi,” ujar Nur.
Baca Juga : Peluang Pasar Kedai Kopi
Potensi bisnis kopi di Desa Gucialit memang bisa dikatakan sangat menjanjikan. Sayangnya, hasil perkebunan kopi yang melimpah di sana tidak diimbangi dengan pengelolaan yang maksimal. “Petani hanya menjual kopi mereka ke tengkulak dengan harga relatif murah, bahkan ada yang dijual ijon alias masih hijau di pohonnya,” ungkap Nur menjelaskan kondisi saat itu.
Karena itulah, kemudian pasangan suami istri ini berniat mencari jalan untuk mendongkrak nilai jual kopi Gucialit. Motivasinya jelas, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di desa mereka. Salah satu cara yang mereka tempuh adalah dengan langsung mengolah biji-biji kopi terbaik menjadi produk siap seduh. “Tentunya dengan juga memberi harga di atas harga pasar kepada petani-petani, agar mereka mendapatkan keuntungan ekonominya,” jelas Nur.
Mereka juga menerapkan metode panen dan penanganan pasca panen yang lebih baik terhadap biji-biji kopi dengan Metode Petik Merah. Sehingga hasilnya, biji kopi yang awalnya dihargai murah, bisa dijual dengan harga lebih tinggi. Proses riset mengenai metode panen dan pengolahan pas panen tersebut mereka mulai sejak tahun 2016 dengan mengamati dan menggali informasi tentang perkebunan kopi di Desa Gucialit.
Baca Juga: Tips Melakukan Riset Pasar Bagi UMKM
Di bulan April tahun 2018, UKM Kopi Gucialit pun resmi berdiri. Keduanya memang memutuskan untuk memakai nama desa mereka sebagai brand, guna mengenalkan Gucialit sebagai desa penghasil kopi. Nur menjelaskan bahwa secara garis besar, bisnis mereka lebih fokus pada misi sosial. “Kami melibatkan para petani yang bergabung menjadi mitra untuk menentukan harga kopinya,” ujar Nur.
Dengan cara tersebut, petani mampu mendapat keuntungan langsung dari hasil panen mereka. Nur dan suami kemudian mem-branding produk mereka sebagai Komoditas Unggulan Desa yang berkualitas tinggi. Profil dan latar belakang petani kopi di desa Gucialit pun turut mereka sertakan dalam berbagai konten promosi di media sosial.
“Ini supaya orang-orang di seluruh penjuru Nusantara tahu bahwa Kopi Gucialit dihasilkan dari sosok petani yang mengolah kopi secara maksimal,” papar Nur. Mengingat bahwa salah satu teknik branding paling mutakhir adalah dengan menjual cerita di balik produk mereka, maka langkah ini bisa dikatakan cukup cerdas.
Baca Juga : Apa Itu Soft Selling
Melalui Berbagai Hambatan dan Tantangan Bisnis
Masa-masa awal beroperasinya bisnis mereka lalui dengan berat. Keuntungan penjualan masih belum terasa dan omzet yang masuk pun masih minim. Keterbatasan modal pun menjadi hal yang cukup memberatkan mereka. Namun pasangan suami istri ini tidak menyerah. “Kami tetap berusaha untuk terus mengenalkan produk Gucialit melalui Facebook dan Instagram,” papar Nur. Sambutan hangat dan bantuan pun datang dari keluarga dan kerabat dekat mereka kala itu.
Tantangan bisnis juga hadir dalam banyaknya kompetitor yang terus memaksa mereka untuk lebih kreatif dan inovatif. Belum adanya tim promosi dan belum lengkapnya dokumen legalitas yang mereka punya pun sedikit banyak menghambat proses branding mereka. Saat ini, Kopi Gucialit memang baru memiliki Sertifikat produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) serta Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) dari pemerintah. Namun, mereka tengah berusaha melengkapi perizinan lainnya.
Baca Juga: Langkah Mengajukan Sertifikasi Halal
Terus berusaha konsisten melakukan sosialisasi kepada para petani dan mengimbangi perkembangan zaman juga bukan hal yang mudah. Hingga saat ini, Kopi Gucialit memang konsisten menggaet petani kopi lokal dari desa Gucialit sebagai pemasok bahan baku utama. Demi mendapatkan kepercayaan mereka, Nur dan timnya turut belajar menjadi petani. Mulai dari bagaimana cara merawat kebun kopi, memanen kopi, hingga mempelajari cara terbaik untuk penanganan pasca panen dan pengolahannya. “Kami terjun langsung ke kebun kopi milik orangtua kami, meskipun kebunnya nggak begitu luas, namun memberi kami banyak pelajaran,” cerita Nur.
Dari sini, ia pun semakin termotivasi untuk lebih berkembang dalam dunia pengolahan kopi. Usaha untuk memberikan pelatihan dan pengembangan pada para petani pun terus dilakukannya guna menarik minat mereka untuk bergabung sebagai mitra.
Baca Juga: Apa itu Izin Usaha Mikro Kecil?
Inisiatif Program Menabung Kopi Untuk Petani
Sumber gambar : Tokopedia
Demi meningkatkan kesejahteraan para petani kopi di Desa Gucialit, Nur dan suaminya menciptakan skema kemitraan unik, bernama Menabung Kopi. Melalui sistem ini, para petani dapat menabung kopi untuk mempersiapkan kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan tak terduga lainnya. Caranya sederhana, petani akan menyepakati sendiri harga jual kopi mereka dan menyimpan sejumlah hasil panen mereka di gudang UKM Gucialit.
Ide ini sendiri didapat Nur pada tahun 2019. Saat itu, ada seorang petani yang ingin belajar mengolah kopinya dengan metode petik merah dan ingin menjadi mitra dari Kopi Gucialit. Sayangnya, UKM Kopi Gucialit masih mengalami keterbatasan modal dan tidak mampu membayar jumlah kopi petani tersebut secara tunai. Akhirnya, Nur menawarkan si petani untuk menyimpan hasil kebunnya di gudang mereka. Jika sudah memiliki biaya, Nur akan membayarkan biji-biji kopi tersebut dengan harga yang sama dengan harga pasaran saat itu.
“Dan beliau pun ternyata menginginkan hal yang sama, menyimpan kopinya untuk biaya pendidikan putra beliau,” cerita Nur. Akhirnya, sistem ini disempurnakan oleh pihak Kopi Gucialit, dan ditawarkan pada beberapa petani lainnya. Hingga sekarang, sudah ada lima orang petani yang menabung kopinya di gudang mereka.
Baca Juga : Semut Nusantara, Membuka Peluang Naik Kelas Untuk Petani dan Komunitas Lokal
Biji-biji kopi yang sudah masuk ke gudang penyimpanan kemudian akan menjadi tanggung jawab pihak Kopi Gucialit, sehingga petani tidak perlu khawatir akan rugi jika terjadi kerusakan. Saat petani membutuhkan biaya untuk hal-hal tertentu, mereka bisa mengambil hasil penjualan langsung ke pihak Kopi Gucialit “Dengan sistem ini, hubungan kamu dengan petani tidak terbatas sebagai penjual dan pembeli, melainkan sebagai mitra,” papar Nur.
Lebih lanjut, ia juga memaparkan bahwa program ini merupakan salah satu usahanya melepaskan petani dari jeratan tengkulak. Sudah sejak lama diketahui, tengkulak yang kerap membeli biji kopi dengan harga di bawah nilai pasaran yang ada. Dengan bergabung sebagai mitra Kopi Gucialit, petani kopi bisa menaikkan kualitas hasil panen mereka serta belajar mengolah biji kopi guna mencapai harga yang jauh lebih tinggi. Sayangnya, tidak semua petani mau belajar Metode Petik Merah dan penanganan pasca panen ala Kopi Gucialit.
Namun, Nur tidak patah semangat. Ia terus menggali metode yang tepat dan membuktikkan bahwa program yang dibuatnya bisa menjadi solusi bagi mereka. “Meskipun dampaknya belum dirasakan oleh banyak petani, tapi paling tidak sudah ada beberapa yang mengikuti program kami dan menjadi bukti nyata bahwa yang kami lakukan bisa berdampak positif bagi para petani kopi di Gucialit,” ujar Nur.
Baca Juga : Tips Petani dan Nelayan Modern Indonesia Menuju Pasar Ekspor
Saat ini, Kopi Gucialit memang berkembang cukup baik hanya dalam waktu tiga tahun. Omzet yang didapat sudah mencapai angka lima ratus ribu hingga delapan juta rupiah per bulannya. Varian produk pun terus diperluas. Pertama berdiri, mereka hanya memiliki satu varian produk, sementara saat ini sudah meningkat menjadi lima belas produk. “Dan tahun depan kami juga akan nambah varian baru lagi,” ujar Nur. Jangkauan pasar mereka pun sudah memasuki skala nasional, dengan pengiriman serta pemesanan dari marketplace menjangkau berbagai daerah di Indonesia.
Ke depannya, Nur berharap bukan hanya produk kopi yang bisa dijualnya. Ia berencana menjadikan kebun kopi di Desa Gucialit sebagai destinasi Wisata Petik Kopi atau Wisata Edukasi Kopi. Sehingga yang didapatkan konsumen bukan hanya bubuk ataupun biji kopi, melainkan juga pengalaman menjadi petani di kebun kopi. “Semoga bisa direalisasikan tahun depan,” harap Nur.
Di masa depan, ia juga ingin Kopi Gucialit menjadi solusi bagi kesejahteraan petani secara luas dan lebih bermanfaat bagi para petani kopi di desanya. “Semoga lebih banyak petani yang bergabung sebagai mitra sehingga nilai Kopi Gucialit juga semakin tinggi,” pungkas Nur.
Baca Juga : Aroma Segar Bisnis Kopi Indonesia Dari Hulu ke Hilir
Referensi :
Wawancara langsung dengan Nur Kholifah, Co-Owner dan Founder Kopi Gucialit, via WhatsApp chat selama bulan Desember 2021.