Mengapa UMKM perlu mengurus perizinan?

Bukannya urus perizinan itu ribet ya?

Apakah ada jaminan dengan mengurus perizinan bisa meningkatkan omzet usaha?

Kira-kira begitulah pertanyaan-pertanyaan yang kerap terucap manakala kata perizinan dilontarkan kepada kita para pelaku UMKM.

Kami banyak melihat pelaku usaha Mikro Kecil yang senang beroperasi di dunia informal, yaitu suatu kegiatan ekonomi yang tidak terdaftar dimana pun sehingga tidak bisa ditarik pajaknya oleh pemerintah. Sektor informal ini juga biasa disebut para ekonom dengan sebutan "shadow economy" atau "ekonomi bayangan", sebuah pengibaratan karena kalau bayangan itu kan bisa terlihat ya, tapi tidak bisa ditangkap atau disentuh. Bagaimana coba cara menangkap bayangan, kalau menangkap orang yang punya bayangan baru bisa, kan? kurang lebih seperti itu pengibaratannya.

Baca Juga: Potret UMKM Indonesia, Si Kecil yang Berperan Besar

Saat ini total nilai aktifitas produksi barang dan jasa (Pendapatan Domestik Bruto) di Indonesia Rp13,600 trilyun (pada akhir 2017). Namun berkaitan dengan kegiatan ekonomi di sektor informal, sebuah studi (Nizar dan Purnomo, 2011) memprediksi bahwa besarannya sekitar 30% dari PDB. Jadi, kalau kita kalikan dengan PDB di 2017, maka besarannya adalah sekitar Rp4000 trilyun! Adapun motor penggerak di sektor informal ini kebanyakan memang pelaku Usaha Mikro yang jumlahnya sekitar 58 juta unit itu. Dengan demikian, rata-rata omset pelaku Usaha Mikro yang tidak tercatat dalam PDB adalah sekitar Rp70 juta/UMKM/tahun, atau sekitar Rp5.8 juta per bulan. Sementara dari sisi pemerintah, jika digunakan tarif pajak final untuk UKM 0,5% dari omset, maka potensi pajak yang belum berhasil ditarik pemerintah karena status informal pelaku usaha adalah sekitar Rp20trilyun!

Hal ini wajar, karena pelaku usaha besar di Indonesia hanya 0,01% dari total UMKM kita yang berjumlah 59 juta-an; jadi sekitar 58-an juta pelaku usaha kita itu Pelaku Usaha Mikro, bahkan Ultra Mikro (kami menyebut pelaku usaha yang omzetnya dibawah 70 juta per tahun sebagai Ultra Mikro, sementara yang sudah di atas 70 juta per tahun sebagai Mikro). Artinya, yang berhasil naik kelas hingga usaha besar sangat kecil.

Baca Juga: Mengenal Perseroan Perorangan Untuk Usaha Mikro dan Kecil

Mungkin ini dapat dipahami karena pada titik tertentu, untuk meningkatkan omzet usaha dibutuhkan perizinan, jika tidak maka akan mentok.


Pelaku UMKM jika ingin menjadi pelaku usaha skala menengah dan besar, perlu mengurus perizinan dalam rangka:

1. Menjadi badan usaha yang lebih kredibel (lebih mudah dipercaya oleh berbagai pihak)

Contohnya, kalau belum punya izin lalu ke bank, mungkin hanya bisa akses pinjaman sampai Rp 20 juta. Sementara untuk buka cabang baru, misalnya, kita butuh Rp 150 juta. Untuk jumlah tersebut bank biasanya minta kelengkapan perizinan, sesederhana Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) atau Surat Keterangan Usaha, atau Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) Restoran. Dalam dunia investasi, kalau pinjam ke teman atau keluarga sebesar5-10juta, mungkin tidak apa-apa meminjam secara lisan saja. Tapi kalau sudah pinjam 100 juta ke atas, hampir pasti akan diminta hitung-hitungan. Dan sebagian akan ada yang meminta pegangan, misalnya berkas asli izin usahanya disimpan di pemberi pinjaman, atau kalau punya mobil, BPKP mobil biasanya ditahan. Hal ini karena yang memberi pinjaman mulai merasa perlu berhati-hati dan menekan resiko.

Baca Juga: Pengertian NPWP

2. Memperluas akses-akses peluang pengembangan usaha

Ada beberapa asosiasi usaha tertentu - yang spesifik industri biasanya - meminta anggotanya mengumpulkan bukti-bukti perizinan usaha. Jika tidak, suatu usaha akan ditolak sebagai anggota. Banyak juga peluang-peluang tender atau kompetisi pengadaan di dinas-dinas, kantor-kantor, atau perusahaan-perusahaan yang juga mensyaratkan vendor memiliki perizinan lengkap. Tidak punya izin, sesederhana tidak punya NPWP, bisa terhindar dari peluang-peluang tersebut.

Contohnya seorang teman yang bergerak di jasa percetakan, dulu sebelum ada peraturan vendor universitas harus punya NPWP, dia bisa dapat banyak pekerjaan. Begitu peraturan itu diterapkan, order langsung menurun, sehingga mau tidak mau, mengurus NPWP atas nama badan usaha.

3. Secara internal, menambah rasa percaya diri pemilik/pengelola usaha dalam memasarkan produk/layanannya

Jangan anggap remeh dampak positif memiliki perizinan bagi internal tim. Contohnya, sebuah usaha Jus, setelah punya sertifikat halal MUI dan PIRT – pelaku usahanya semakin PD memperkenalkan produk ke banyak kalangan, bahkan menawarkannya ke selebriti sekali pun jadi PD. Contoh lainnya, seorang kerabat setelah punya PT, auranya meningkat, dia merasa lebih keren daripada penyedia jasa sejenis yang ada di Industri Kreatif (pasca produksi video). Dan ternyata memang iya, omzetnya tahun ini Insya Allah naik lebih dari 2 kali lipat, setelah mengurus PT dan izin di awal tahun ini.

Baca Juga: Hal yang UMKM Wajib Tahu Tentang Perizinan Usaha Berbasis Risiko

Jadi jika diibaratkan seperti kita kalau mau ujian kenaikan kelas pasti belajar ekstra keras dari biasanya. Karena kita ingin bisa masuk SMP, tidak ingin di SD terus. Maka harus lulus Ujian Nasional. Ini adalah POLA PIKIR dan analogi yang benar dalam memandang isu perizinan bagi UMKM. Jadi tak perlu kita berharap mengurus izin itu murah dan mudah. Sebaiknya kita menganggap seperti mau ujian saja, jadi kalau tidak mau mahal, ya mau ribet sedikit untuk mengurus perizinan sendiri. Kalau tidak mau ribet, ya mau membayar (pakai jasa konsultan resmi).

Perlu dipahami oleh kita bahwa ketika keluar uang untuk urus perizinan, jangan dipikir MAHAL dengan membandingkannya terhadap total biaya bulanan usaha. Ini tidak tepat, karena urusan perizinan itu harusnya dipandang sebagai Biaya Modal (capital expenditure), seperti kita menyewa RUKO atau bahkan membeli tanah dimana manfaat dari transaksi itu bisa dirasakan bukan hanya di bulan yang sama ketika kita mengurus izin itu, tapi juga di bulan-bulan bahkan di tahun-tahun berikutnya. Misalnya, disaat kita belum tahu siapa saja target konsumen setelah kita legal nanti, otomatis hitungan potensi pendapatannya akan menjadi "nol alias tidak ada", maka logis jika kesimpulannya bikin PT 12 juta rupiah itu mahal. Tapi kalau sudah ada gambaran jelas mengenai potensi pendapatan yang bisa dijemput ketika sudah legal/lengkap perizinannya nanti, maka kesimpulan murah/mahalnya juga akan menjadi berbeda sekali.

Baca Juga: Fakta Kepatuhan Legalitas pada UMKM di Indonesia

Artikel ini merupakan ringkasan acara training online “Perizinan untuk UMKM Naik Kelas” pada 18 Agustus 2018 yang diselenggarakan oleh ukmindonesia.org bersama kliklunas.


Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.