Maman Abdurrahman telah menyiapkan 2 (dua) strategi untuk menghadapi situasi gejolak perang dagang serta tarif di luar negeri saat ini. Hal ini menjadi langkah antisipasi pemerintah untuk melindungi produk dalam negeri, serta untuk menghadapi potensi lonjakan impor produk China ke Indonesia.
Menurut Maman, strategi yang pertama untuk “menahan” lonjakan produk dari China tersebut yaitu pengawasan aktivitas dagang di e-commerce. Langkah pertama tersebut perlu dibarengi dengan strategi yang kedua, yaitu efisiensi biaya produksi pelaku UMKM melalui pembangunan ekosistem usaha.
"Dengan adanya ekosistem usaha, biaya produksi semakin turun agar harga barang yang dijual bisa bersaing dengan produk dari luar. Selain itu, kami terus melakukan pengawasan pada pelaku e-commerce," ujar Maman di Gedung Smesco, Jakarta, Selasa (15/4/2025), seperti dilansir dari KabarBisnis.com.
Targetkan 2,3 Juta Pelaku UMKM Melalui Rumah Produksi Bersama (RPB)
Lebih lanjut, ekosistem usaha yang dimaksud oleh Maman yaitu berupa fasilitas Rumah Produksi Bersama (RPB). Fasilitas tersebut bertujuan untuk mewujudkan UMKM naik kelas, serta mewujudkan inovasi dengan memperluas jangkauan penjualan produk mereka.
Melalui RPB tersebut, Maman yakin bahwa pemerintah bisa mencapai target peningkatan 1,1 juta kapasitas UMKM pada tahun ini. Jadi, dalam periode yang sama Kementerian UMKM akan menargetkan total 2,3 juta pelaku UMKM baru yang juga bisa menjadi nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Kondisi UMKM ini jangan sampai turun, namun kamu terus mengevaluasi kegiatan pengawasan kami. Sampai saat ini kami fokus ke target peningkatan kualitas UMKM dan pencetakan nasabah KUR baru," katanya.
Proses Usulan dan Negosiasi Tarif Masih Berlanjut
Selain menahan lonjakan impor dari China, Maman menyatakan bahwa saat ini pihaknya juga masih berkoordinasi secara intensif terkait kedua strategi di atas, supaya kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat (AS) tidak berdampak secara langsung terhadap industri nasional.
Selain itu, beragam usulan strategis sudah diberikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan, sebagai institusi yang berwenang dalam proses negosiasi dengan pemerintah AS.
“Kami sudah menyampaikan sejumlah solusi, tetapi semua proses itu akan difokuskan melalui satu pintu, yakni di Kementerian Perekonomian dan Kementerian Keuangan, mengingat mereka yang memiliki mandat langsung untuk melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat,” ujar Maman, seperti dilansir dari Kontan.co.id.
Sebagai informasi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi mengumumkan kebijakan tarif resiprokal pada 2 April 2025 untuk sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Dalam kebijakan tersebut, Indonesia dikenai tarif sebesar 32%. Sementara itu, negara ASEAN lainnya juga ikut dikenakan tarif tersebut, seperti Filipina (17%), Singapura (10%), Malaysia (24%), Kamboja (49%), Thailand (36%), dan Vietnam (46%).
Referensi : Kabar Bisnis, Kontan.co.id
Sumber Gambar: Golkarpedia