Saat ini usaha dengan skala kecil dan menengah sedang berkembang cukup pesat. Permintaan barang dari masyarakat pun terus meningkat. Meskipun masih skala rumahan, banyak para pelaku usaha mengaku jika mereka bisa mendulang banyak keuntungan.
Bagaimana tidak, pelaku usaha rumahan tersebut bisa lebih berhemat dalam pengeluaran sewa lokasi produksi, anggaran modal, dan biaya produksi lainnya. Perlahan, bisnis skala kecil ini pun kemudian menjadi salah satu penopang utama dalam sektor perekonomian Indonesia saat ini.
Baca Juga: Ketentuan Umum Label SPP-IRT dan BPOM
Oleh karenanya, untuk melindungi keamanan konsumen sekaligus keberlangsungan bisnis UKM ini, pemerintah mengeluarkan izin Sertifikasi Pemenuhan Komitmen Produksi Pangan Olahan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Namun, tidak semua produk bisa menggunakan izin ini. Ada beberapa produk yang diizinkan dan tidak diizinkan. Untuk lebih lengkapnya, simak artikel berikut ini.
Pengertian SPP-IRT
Sertifikasi Pemenuhan Komitmen Produksi Pangan Olahan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) merupakan sertifikat izin secara tertulis yang dikeluarkan oleh Bupati atau Walikota terkait peredaran produk pangan produksi industri rumahan. Produk tersebut berasal dari pengolahan pangan secara manual hingga semi otomatis. Selanjutnya, hasil olahan pangan tersebut dikemas dan diberikan label sebelum diedarkan.
Sertifikat ini menjamin bahwa hasil pangan olahan yang diproduksi telah memenuhi persyaratan dan standar keamanan yang ditentukan. Dengan memiliki izin edar ini, pelaku usaha rumahan bisa lebih leluasa dalam mengembangkan produknya. Selain itu, produk yang diedarkan pun lebih terjamin kualitasnya. Sehingga, keamanan pangan untuk konsumen pun lebih terjaga.
Baca Juga: Cara Mendapatkan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
Sumber Gambar: Sampaijauh
Kualifikasi Menggunakan SPP-IRT
Adapun kualifikasi pelaku usaha yang bisa memperoleh izin ini adalah sebagai berikut:
- Pelaku usaha telah mengikuti dan memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan;
- Usaha yang didaftarkan telah lolos uji pemeriksaan sarana uji produk pangan; dan
- Produk yang didaftarkan telah memenuhi peraturan perundangan-undangan label pangan.
Selain itu, ada juga beberapa indikator sebuah usaha bisa menggunakan SPP-IRT:
- Tempat produksi pangan olahan berada di lingkungan rumah tinggal, bukan pabrik;
- Menggunakan alat produksi secara manual maupun semi otomatis, tidak menggunakan mesin yang terintegrasi; dan
- Tidak ada klaim maupun khasiat terkait produk yang akan diedarkan.
Baca Juga: Melihat Legalitas UMKM Setelah Terbitnya UU Cipta Kerja
Produk yang Diizinkan Menggunakan SPP-IRT
Sumber Gambar: Okezone
Produk pangan olahan yang bisa menggunakan izin SPP-IRT adalah sebagai berikut:
- Produk yang didaftarkan merupakan kelompok pangan dalam peraturan BPOM No.22 Tahun 2018. Berikut adalah jenis pangan dan contoh produk yang bisa menggunakan izin SPP-IRT
- Hasil olahan daging kering. Contoh: abon sapi, dendeng.
- Hasil olahan perikanan, termasuk moluska, krustase, dan ekinodermata. Contoh: keripik ikan, abon ikan.
- Hasil olahan unggas dan telur. Contoh: abon ayam, rendang telur kering.
- Hasil olahan buah, sayur dan rumput laut. Contoh: kripik bayam, keripik jamur, dodol rumput laut.
- Produk tepung dan hasil olahannya. Contoh: snack makanan ringan.
- Minyak. Contoh: minyak kelapa, minyak salad, minyak jagung.
- Gula, kembang gula, coklat. Contoh: Sirup meja, gula merah, coklat batangan.
- Kopi dan teh kering. Contoh: Kopi bubuk, serbuk teh.
- Bumbu dan rempah. Contoh: taucho, kecap, bumbu kering.
- Minuman serbuk dan botanical. Contoh: serbuk minuman jahe, wedang uwuh kering.
- Hasil olahan biji-bijian, kacang-kacangan dan umbi. Contoh: Kacang bawang, kacang panggang, kacang sangrai.
Baca Juga: Fakta Kepatuhan Legalitas pada UMKM di Indonesia
- Produk yang didaftarkan termasuk kelompok pangan olahan kering. Pangan olahan yang bisa menggunakan izin SPP-IRT merupakan pangan olahan yang bersifat kering. Hal ini dikarenakan masa simpan pangan olahan kering lebih lama dibanding dengan produk segar.
- Masa simpan produk olahan lebih dari tujuh hari di suhu ruang. Namun, jika masa simpan di bawah tujuh hari, produk tersebut tidak memerlukan izin edar.
- Pangan olahan yang didaftarkan berada dalam kemasan dan memiliki label sesuai standar. Namun, apabila setelah diolah, produk tersebut langsung dijual dan dikonsumsi oleh konsumen akhir, produk tersebut masuk ke dalam kelompok makanan siap saji.
- Produk yang didaftarkan merupakan hasil produksi dalam negeri. Kecuali jika melalui pengolahan tambahan, misalnya olahan kurma menjadi kue.
- Label pada produk tidak mencantumkan klaim apapun terkait khasiat dari produknya. Misalnya, produk makanan yang didaftarkan mencantumkan klaim bisa menyehatkan dalam labelnya. Hal tersebut dikarenakan untuk mendapatkan klaim tersebut biasanya harus melalui proses uji laboratorium dan uji coba lainnya terlebih dahulu.
Produk yang Tidak Diizinkan Menggunakan SPP-IRT
Sumber Gambar: SBSINews
Dari sekian banyak produk pangan olahan, ternyata tidak semuanya bisa memakai izin SPP-IRT untuk peredarannya. Berikut adalah beberapa kategori dan contoh pangan olahan yang tidak diizinkan menggunakan SPP-IRT:
1. Pangan olahan tertentu
Untuk jenis pangan ini diperuntukkan bagi kelompok konsumen tertentu yang rentan terhadap penyakit. Misalnya makanan yang diperuntukkan bagi balita, atau minuman khusus orang pengidap diabetes. Maka, pangan olahan ini tidak diizinkan menggunakan SPP-IRT untuk peredarannya.
Baca Juga: Valuasi Merek
(Brand Value)
2. Pangan steril dan komersial
Untuk jenis pangan ini merupakan produk yang berasal dari hewan yang dikemas menggunakan kaleng. Misalnya, ikan sarden atau kari kambing yang dikalengkan.
3. Pangan yang diproses melalui pasteurisasi
Untuk jenis pangan ini biasanya membutuhkan penyimpanan yang memerlukan lemari pendingin untuk menjaga kualitas produknya. Misalnya, susu UHT atau yoghurt.
4. Pangan yang diproses dengan pembekuan
Untuk jenis pangan ini akan memerlukan lemari pembeku sebagai tempat penyimpanannya. Dengan disimpan di lemari pembeku, maka masa simpan pangan olahan ini akan lebih lama. Misalnya, es krim dan daging segar.
5. Pangan yang memiliki risiko tinggi
Pangan olahan yang berisiko tinggi tidak diizinkan memakai SPP-IRT sebagai izin edarnya. Kecuali jika pangan olahan tersebut langsung dikonsumsi oleh konsumen pada saat dibeli. Misalnya, nugget ayam, sosis sapi, baso sapi, dll.
Baca Juga: Langkah Mengajukan Sertifikasi Halal
6. Pangan olahan yang berasal dari luar negeri
Produk pangan yang berasal dari luar negeri, tentu tidak bisa menggunakan izin SPP-IRT. SPP-IRT hanya diperuntukkan bagi hasil produksi pangan olahan di dalam negeri. Misalnya, kurma maupun manisan anggur yang berasal dari Timur Tengah.
Kemudian, izin peredaran seperti apa yang seharusnya digunakan untuk produk pangan olahan di atas? Izin yang bisa digunakan untuk pangan olahan di atas yaitu bisa menggunakan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Peraturan dan persyaratan yang diberikan untuk izin BPOM biasanya akan lebih detail dan kompleks dibanding dengan SPP-IRT yang lebih sederhana.
Nah, itulah tadi beberapa kategori dan contoh produk yang diizinkan dan tidak diizinkan menggunakan SPP-IRT. Sebelum Sahabat Wirausaha mendaftarkan izin edar usahanya, tidak ada salahnya untuk mengetahui terlebih dahulu jika produknya termasuk ke dalam kategori mana.
Baca Juga: Hal yang UMKM Wajib Tahu Tentang
Perizinan Usaha Berbasis Risiko
Meskipun demikian, izin-izin terkait peredaran produk pangan olahan tersebut bertujuan untuk bisa melindungi keamanan para konsumen. Di sisi lain, tingkat kepercayaan konsumen pun akan meningkat. Dengan demikian, akan menambah jumlah konsumen loyal pada produk-produk yang memiliki izin edar. Sehingga, sedikit banyak akan berpengaruh pada perkembangan dan keberlanjutan usahanya.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.