Greenwashing, Citra Ramah Lingkungan - Di tahun 2018, Nestle—produsen makanan dan minuman kemasan terbesar di dunia—mengeluarkan pernyataan ambisius: mereka akan menggunakan kemasan yang 100 persen dapat didaur ulang pada 2025. Hal ini membuat Greenpeace geram. Mereka menuduh Nestle melakukan greenwashing dan menyebut gerakan yang dicanangkan tadi tidak benar-benar memiliki langkah yang jelas untuk mengatasi krisis iklim, yang justru turut Nestle ciptakan sendiri hampir seabad belakangan.
Lima tahun yang lalu, berita di atas menjadi topik hangat di berbagai kalangan pegiat lingkungan. Sebenarnya, apa itu greenwashing? Seberapa berbahayanya praktik ini untuk bumi?
Mengenal Greenwashing, Promosi Tipu-Tipu Demi Citra Ramah Lingkungan
Menanggapi kasus Nestle, pendapat Greenpeace tak sepenuhnya salah. Ambisi perusahaan itu untuk mengganti keseluruhan plastik kemasan mereka dengan biodegradable plastic atau bahan plastik yang lebih mudah terurai secara alami, bisa dikatakan omong-kosong. Pasalnya, bahan plastik yang terbuat dari serat kentang, tebu, dan singkong sekalipun, membutuhkan waktu setidaknya 6 bulan untuk benar-benar terurai. Itu pun harus menggunakan fasilitas pengomposan khusus yang memiliki kemampuan untuk memanaskan bioplastik ke suhu yang sangat tinggi.
Baca Juga: 14 Jenis Teknologi Ramah Lingkungan yang Bisa Diadposi UMKM
Menurut BBC Science Focus, meski memiliki waktu urai lebih singkat dibanding plastik biasa, namun plastik biodegradabel memerlukan proses yang rumit dan tidak semua pihak siap melakukannya. Nestle juga gagal mempertimbangkan bahwa jika sampah plastik ini terbuang ke lautan, efek yang dihasilkan justru akan lebih buruk. Tak heran jika dalam laporan tahunan organisasi Break Free From Plastic 2020, Nestle, bersama dengan Coca-Cola dan PepsiCo kembali dinobatkan sebagai perusahaan pencemar plastik teratas di dunia selama 3 tahun berturut-turut.
Apa yang dilakukan Nestle adalah tindakan Greenwashing, yaitu praktik penyampaian informasi yang menyesatkan oleh suatu perusahaan tentang bagaimana produk mereka ramah dan baik bagi lingkungan. Tindakan ini kerap digunakan sebagai strategi pemasaran yang memberikan citra ramah lingkungan, baik dari segi produk, tujuan, hingga nilai perusahaan tanpa ada aksi nyata.
Tak hanya itu, greenwashing juga bisa terjadi saat suatu perusahaan berusaha menekankan aspek sustainable dari produknya guna menutupi keterlibatan mereka dalam kegiatan yang merusak lingkungan selama bertahun-tahun. Inilah yang disorot oleh Greenpeace. Banyak yang percaya bahwa satu-satunya yang bisa dilakukan Nestle untuk menebus dosa mereka pada kelestarian lingkungan, adalah dengan benar-benar berhenti membuat produk berkemasan plastik.
Baca Juga: 10 Wirausaha Inovatif yang Ramah Lingkungan
Apa Saja Contoh Greenwashing?
Nestle bukan satu-satunya yang berbuat seperti ini. Coca-Cola dan McDonalds pun pernah mengeluarkan janji-janji ramah lingkungan, namun kenyataannya perusahaan mereka tetap menjadi penyumbang polutan dan emisi gas rumah kaca terbesar. Kampanye ramah lingkungan terbaru dari McDonalds, Net-Zero, juga dikritik keras oleh Jennifer Molidor, Juru Kampanye Pangan Senior di Center for Biological Diversity.
Menurutnya, kegiatan ternak daging sapi perusahaan ini saja menghasilkan lebih dari 22 juta metrik ton gas rumah kaca setiap tahunnya. Satu-satunya jalan bagi McDonald untuk membuat perbedaan besar adalah “jika mereka mengubah menunya [burger dan ayam] secara keseluruhan”. Selain itu, beberapa praktik greenwashing termasuk:
- Sebuah perusahaan produsen deterjen melakukan kampanye ramah lingkungan dengan menggunakan bioplastik. Padahal, bahaya yang ditimbulkan produk deterjen pada lingkungan tak hanya plastik melainkan juga limbah pencucian dan produksinya.
- Perusahaan multinasional yang memberikan totebag alih-alih kantong plastik untuk setiap pembelian produk mereka. Padahal, sebuah studi tahun 2018 menunjukkan bahwa bahkan tas jinjing kapas organik perlu digunakan sebanyak 20.000 kali untuk mengimbangi dampak produksinya.
Bahaya Greenwashing Untuk Pelaku Usaha
Tak hanya merugikan konsumen yang ditipu, praktik greenwashing juga punya bahaya sendiri bagi bisnis kita, yaitu :
1. Memburuknya Persepsi Konsumen
Sebuah survei yang dilakukan oleh organisasi Lending Tree menemukan bahwa 55 persen masyarakat lebih berminat menghabiskan uang mereka untuk membeli barang-barang yang dicap sustainable dan ramah lingkungan. Karenanya, kebanyakan produk eco-friendly dijual dengan harga di atas rata-rata dan dinilai sebagai barang premium. Nah, apa jadinya jika kita melakukan greenwashing dan ketahuan? Persepsi konsumen terhadap bisnis kita akan turun drastis. Studi lain menyebutkan bahwa konsumen akan lebih tidak percaya pada perusahaan yang tertangkap melakukan greenwashing karena hal ini mereka pandang sebagai tindak penipuan.
Baca Juga: 6 Kriteria Bisnis Ramah Lingkungan, Apakah Bisnis Anda Sudah
Termasuk?
2. Turunnya Reputasi Perusahaan di Mata Investor
Greenwashing adalah tindakan menipu yang tidak etis dan dapat menyesatkan investor yang benar-benar mencari bisnis dan produk ramah lingkungan untuk didukung. Karenanya, jika tertangkap melakukan greenwashing, reputasi brand kita bisa memburuk di mata investor.
3. Kehilangan Kepercayaan Mitra Bisnis
Akhir-akhir ini, banyak kolaborasi bisnis yang terjalin atas dasar kepedulian terhadap lingkungan. Apabila salah satu kolaborator ternyata melakukan greenwashing, tentu dampak yang diinginkan tidak akan tercapai. Hal ini bisa mencederai kepercayaan antara kedua belah pihak. Ingat, di industri kecil dan menengah, berita akan cepat tersebar. Jika satu pihak menyadari tindakan greenwashing yang dilakukan pihak lain, kepercayaan bisnis-bisnis lain pun akan ikut turun.
4. Dituntut ke Meja Hijau
Pada kasus-kasus yang amat buruk, pihak yang melakukan greenwashing bisa saja dicap sebagai tindak pidana maupun perdata. Terutama jika yang kita lakukan memang sudah melanggar ketentuan hukum atau perjanjian yang berlaku. Salah satu contohnya adalah kasus Volkswagen, di mana mereka tertangkap membohongi konsumen tentang jumlah emisi yang dihasilkan salah satu produk mobil mereka yang diiklankan sebagai kendaraan ramah lingkungan. Di Amerika Serikat, mereka dianggap melanggar hukum dan kasus ini berakhir di meja hijau.
Lakukan Hal-Hal Ini Untuk Menjadi Bisnis yang Bersih dari Greenwashing
Di Indonesia, pemerintah memberlakukan eco-labels untuk produk-produk usaha kecil dan menengah yang mengklaim sebagai bisnis ramah lingkungan. Label ini bisa dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri dan bukan oleh lembaga resmi. Hal ini menimbulkan sejumlah kekhawatiran akan keterkaitannya dengan greenwashing. Sebab, perusahaan bisa secara mandiri menempelkan label positif pada suatu produk, namun tidak mencantumkan bahayanya untuk lingkungan. Umumnya, konsumen akan lebih bersikap skeptis terhadap perusahaan yang menggunakan eco-labels.
Konsumen yang terbiasa membeli dari bisnis ramah lingkungan, akan lebih cepat mengenali produk yang terlibat greenwashing. Umumnya, produk tersebut tidak memiliki bukti riset atau data yang valid untuk mendukung klaim yang mereka cantumkan di kemasan produk. Nah, bagaimana caranya agar kita terhindar dari praktik kotor ini dalam berbisnis?
Baca Juga: Green Business
1. Selalu Jujur Saat Menjual Produk
Tentu hal utama yang harus kita lakukan adalah jujur tentang proses dan bahan yang digunakan untuk suatu produk. Cantumkan bahan yang digunakan, organik maupun anorganik. Hindari pula menyajikan fakta atau keterangan yang sifatnya hanya setengah-setengah. Sebuah perusahaan yang melakukan greenwashing bisa saja menekankan fakta bahwa mereka menggunakan bahan organik untuk kemasan produk, namun tidak menyebutkan bahwa bahan-bahannya dipasok oleh pabrik yang punya reputasi jelek dalam memperlakukan pekerjanya.
2. Gunakan Label yang Dikeluarkan Lembaga Resmi
Produk yang benar-benar hijau tidak akan takut untuk mengajukan permintaan sertifikasi ramah lingkungan dari lembaga resmi. Beberapa contoh sertifikat resmi adalah Good Agricultural Practice (GAP), Forest Steward Council (FSC), Sertifikat ECOCERT, Sertifikasi Produk Ramah Lingkungan (ECO) dan lain-lain. Sementara lembaga resmi yang mengeluarkan bisa merupakan lembaga pemerintah seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup, atau lembaga swasta seperti Green Building Council.
3. Pastikan Data dan Sumber Riset yang Digunakan Terpercaya
Sebuah perusahaan yang mengklaim produk mereka berbahan organik, namun tidak mampu membuktikan hal tersebut dengan informasi spesifik haruslah dipertanyakan. Setidaknya, perusahaan harus mampu menjelaskan proses produksi dan hasil uji lab terhadap bahan yang digunakan. Jadi, selalu pastikan produk kita memang benar-benar ramah lingkungan sebelum asal mengeluarkan klaim.
Selain itu, Sahabat Wirausaha juga harus ingat untuk tidak menggunakan gambar yang berbau lingkungan hijau pada kemasan produk untuk menghindari kesalahpahaman konsumen. Hindari juga menggunakan kalimat yang ambigu dalam berkomunikasi dan mempromosikan produk.
Greenwashing merupakan tindakan yang sangat menyesatkan dan bisa berdampak langsung terhadap lingkungan yang setiap hari tercemar limbah pabrik dan produksi. Jadi, yuk budayakan untuk tidak asal klaim!
Referensi :
- https://corporatefinanceinstitute.com/resources/es...
- https://www.lendingtree.com/credit-cards/study/con...
- https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1207/S1...
- https://earth.org/greenwashing-companies-corporati...
- https://www.ecowatch.com/mcdonalds-greenwashing-26...
- https://www.channelnewsasia.com/commentary/cotton-...
- https://www.savemoneycutcarbon.com/learn-save/how-...