Sahabat Wirausaha tentu sepakat bahwa para pelaku bisnis UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) memang memiliki omzet yang tidak sebesar perusahaan. Apalagi bagi mereka yang memulai dengan modal kecil-kecilan, biasanya omzet yang diperoleh masihlah belum menghasilkan profit menjanjikan. Kalau sudah begini, kadang besaran pajak yang ditetapkan oleh pemerintah bagi pelaku bisnis UMKM akan dirasa cukup memberatkan.
Baca Juga: Aturan Kena Pajak Bagi Wajib Pajak Perorangan Untuk UMKM Beromset 500 Juta
Namun dengan perkembangan zaman yang serba online dan gaya belanja di internet, peluang para pelaku bisnis UMKM memperoleh omzet yang fantastis mulai dari puluhan juta, ratusan juta hingga miliaran Rupiah makin terbuka lebar. Hal inilah yang akhirnya membuat para pelaku UMKM dibedakan menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan Non PK, serta kemudian dibebankan akan pajak.
Seperti apa perhitungan pajak yang diberikan kepada pelaku bisnis UMKM? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel ini.
Aturan Pajak Bagi Pebisnis UMKM
Pada bulan November 2021 lalu, Kompas melansir bahwa pajak atas UMKM baik penjualan di e-commerce maupun toko ritel ditetapkan sebesar 0,5% dari penghasilan bruto. Dengan catatan, penghasilan bruto pelaku UMKM itu tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Aturan ini ternyata sesuai dengan yang tertuang di PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 23 Tahun 2018 dan sudah mengalami pengurangan PPh (Pajak Penghasilan) final dari sebelumnya yang sebesar 1%.
Tak hanya besaran pajak yang berkurang, PP tersebut juga mengatur soal alokasi pembayaran pajak yang disesuaikan dengan waktu belajar pembukuan dan pelaporan keuangan bagi pebisnis UMKM. Di mana untuk WP (Wajib Pajak) perorangan punya penetapan alokasi waktu tujuh tahun, lalu empat tahun untuk WP badan usaha berbentuk koperasi, CV atau firma dan tiga tahun untuk WP badan berupa PT (Perseroan Terbatas).
Sementara itu, untuk pebisnis UMKM dengan penghasilan bruto lebih dari Rp4,8 miliar per tahun, Neilmaldrin Noor selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Kemenkeu menjelaskan jika besaran skema perhitungannya berlaku secara normal melalui pembukuan atau normal penghitungan penghasilan neto, sedangkan untuk penghasilan bruto di atas Rp5 miliar per tahun, besaran pajaknya menyentuh 35%.
Penerapan PPN di Produk-Produk Bisnis UMKM
Jika pembahasan soal PPh sudah ada penetapan aturannya, untuk perhitungan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) ternyata pelaku UMKM dengan status PKP sudah wajib melakukan setoran. Dari ulasan Mekari KlikPajak, tarif PPN UMKM memang berbeda dengan tarif PPN Normal karena perhitungannya lebih rendah.
Baca Juga: Membuat Laporan Keuangan Sederhana: Langkah-langkah Dasar
Kebijakan PPN Final atau PPN UMKM ini bisa Sahabat Wirausaha temukan dalam UU No.7 Tahun 2021 tentang UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) dimana akhirnya lewat beleid ini, tarif PPN normal bagi pelaku UMKM dengan status PKP naik dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan akhirnya menyentuh 12% mulai 1 Januari 2025. Sementara untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun masih diajukan di kisaran 1%.
Menurut penjelasan yang dikutip dari MUC Consulting, tujuan penerapan skema multitarif ini memang dilakukan pemerintah agar memaksimalkan potensi penerimaan pajak dari masing-masing jenis produk, sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat sebagai pihak pengguna. Selain itu pula, penerapan ini juga demi menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang selama pandemi Covid-19 mengalami tekanan finansial cukup berat.
Lebih lanjut, hal ini juga diutarakan dalam Penjelasan Pasal 9A ayat (1) UU No.7/2021 yang memang fungsi dari penerapan PPN Final ini untuk memudahkan sekaligus menyederhanakan administrasi perpajakan dan tentunya rasa keadilan.
Baca Juga: Mengenal Standar PSAK Untuk Pencatatan dan Pelaporan Keuangan
Nantinya mekanisme PPN Final UMKM ini memang akan berbeda dengan perhitungan PPN normal yang didasarkan pada DPP (Dasar Pengenaan Pajak) seperti harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor dan lain-lain yang dikalikan tarif PPN. Untuk itulah PKP yang dikenai PPN UMKM tak akan bisa melakukan pengkreditan Pajak Masukan.
Kriteria PKP yang Dapat Menggunakan PPN UMKM
Lewat pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan dalam bahwa penerapan PPN Final memang terbatas pada pebisnis UMKM dengan status PKP tertentu. Nah, supaya Sahabat Wirausaha tidak bingung, berikut adalah kriteria PKP yang bisa menggunakan PPN UMKM:
- Mempunyai peredaran usaha dalam satu tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu
- Melakukan kegiatan usaha tertentu yang mengalami kesulitan dalam mengadministrasikan Pajak Masukan, melakukan transaksi lewat pihak ketiga baik penyerahan produk kena pajak atau pembayarannya, memiliki proses bisnis yang kompleks sehingga pengenaan PPN tak bisa dilakukan dengan aturan normal
- Melakukan penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan atau JKP (Jasa Kena Pajak) tertentu seperti BKP/JKP yang dikenai PPN demi memperluas basis pajak dan BKP/JKP yang memang dibutuhkan masyarakat luas
Baca Juga: Apa itu Price Earning Ratio?
Nantinya PKP yang memenuhi ketiga kriteria di atas bisa memungut sekaligus menyetorkan PPN terutang atas penyerahan BKP maupun JKP, dengan besaran khusus yakni tidak lebih dari Rp4,8 miliar per tahun.
Nah, sudah cukup memahami bukan mengenai penerapan PPN pada produk UMKM? Untuk itulah bagi Sahabat Wirausaha yang sudah memperoleh status PKP atau masih non PKP, ada baiknya memahami sejumlah aturan di atas agar bisnis tetap berjalan normal tanpa kekeliruan perhitungan pajak.
Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.