Hands young female business managers checking arranging stack of unfinished documents

Kegiatan ekspor secara langsung dengan importir tidaklah semata-mata mudah. Salah satu tantangan bagi pelaku UKM dalam hal ini adalah menemukan berbagai persyaratan dokumen untuk melakukan transaksi ekspor dengan importir. Ini dikarenakan kegiatan ekspor terjadi di dua negara yang memiliki regulasi dan kebutuhan berbeda. Terlebih lagi, kegiatan ekspor memiliki risiko besar sehingga dibutuhkan berbagai dokumen sebagai pemeriksaan dan jaminan.

Jadi bagi pelaku UKM ingin melakukan transaksi ekspor secara langsung, terdapat beberapa dokumen yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Dokumen-dokumen ini terdiri atas dokumen utama dan dokumen tambahan. Setiap dokumen ekspor ini diharuskan untuk dibuat pada setiap transaksi ekspor. Dokumen-dokumen ini dikirim ke importir karena dokumen ekspor tersebut digunakan oleh importir untuk mengambil barang di pelabuhan tujuan.


Dokumen Utama

Dokumen utama adalah dokumen yang wajib sifatnya untuk dibuat dalam setiap transaksi ekspor. Berikut jenis-jenis dokumen utama pada ekspor.

1. Invoice atau Faktur

Invoice, atau bisa disebut sebagai faktur atau nota, merupakan dokumen yang berfungsi sebagai suatu bukti transaksi atau penagihan, dibuat oleh eksportir untuk importir. Invoice harus mencantumkan elemen-elemen berikut: nomor & tanggal invoice, nama barang, harga per unit barang & total harga, nama & alamat eksportir, nama & alamat importir, serta keterangan rekening pembayaran jika diperlukan. Penting juga agar invoice dibuat menggunakan kop surat perusahaan eksportir.

Baca Juga: Memantau Peluang Pasar Ekspor melalui Platform Alibaba

Invoice dalam ekspor dapat berupa tiga jenis:

  • Proforma Invoice: Suatu penawaran dari eksportir kepada importir yang potensial. Jadi ini dibuat untuk menempatkan pesanan yang sering mendapatkan permintaan dari importir sehingga eksportir bisa mendapatkan izin impor dari negara tujuan. Faktur ini biasanya menyatakan syarat-syarat jual beli dan harga barang. Setelah importir menyetujui pesanan tersebut, maka akan ada kontrak antara eksportir dan importir sesuai yang ditetapkan pada Proforma Invoice.
  • Commercial Invoice: Surat permintaan pembayaran kepada importir ketika eksportir selesai menyiapkan atau memproduksi barang pesanan. Nama dan alamatnya harus sesuai dengan yang tercantum pada Letter of Credit (L/C). Lalu, invoice yang asli diberikan kepada bank sebagai bukti pembayaran untuk diteruskan kepada importir.
  • Consular Invoice: Faktur yang dikeluarkan oleh kedutaan atau konsulat. Ini bertujuan untuk memeriksa harga jual dibandingkan dengan harga pasar yang berlaku sehingga memastikan tidak terjadi dumping. Invoice ini ditandatangani oleh konsulat negara importir. Bisa juga ini dibuat dan ditandatangani oleh konsulat negara sahabat dari negara importir.

Baca Juga: Potensi Ekspor Rempah-Rempah di Pasar Eropa

2. Packing List

Packing list adalah dokumen yang berisikan rincian spesifikasi barang ekspor sesuai dengan invoice. Ini dibuat oleh eksportir atau perusahaan yang melakukan pengemasan langsung terhadap barang tersebut. Fungsi Packing List adalah untuk memudahkan mengetahui isi barang dalam kontainer apabila ada pemeriksaan. Dokumen ini hampir mirip dengan ‘surat jalan’ yang dipakai ketika melakukan pengiriman barang di dalam Indonesia.

Di Packing List dimuat setidaknya memuat informasi-informasi berikut: a) nama barang, nomor dan tanggal packing list; b) jumlah kemasan, dalam satuan seperti pack, pieces, ikat, kaleng, karton, karung, dll; c) berat bersih; d) berat kotor.

Baca Juga: Tren Ekspor-Impor (B2B) Indonesia dalam Era New Normal

3. Bill of Lading (B/L) atau Air Waybill

Bill of Lading (B/L) merupakan bukti pengiriman barang atau tanda terima yang dibuat oleh Shipping Company untuk eksportir. B/L dikeluarkan setelah kapal berangkat dari Indonesia. Dokumen ini juga dapat digunakan sebagai kepemilikan barang, dengan eksportir yang memegang B/L adalah pemilik barang yang disebutkan di dalam dokumen tersebut sehingga, B/L adalah surat berharga yang perlu disimpan baik-baik oleh eksportir.

4. Polis Asuransi

Polis asuransi dibutuhkan sebagai surat bukti penanggungan yang dikeluarkan perusahaan asuransi untuk menjamin keselamatan atas barang ekspor yang dikirim, atas permintaan eksportir ataupun importir. Dokumen ini menyatakan jenis-jenis risiko yang diasuransikan serta pihak mana yang meminta asuransi dan kepada siapa klaim dibayarkan.

Dengan adanya polis asuransi dalam ekspor, akan meminimalisir kerugian bagi kedua pihak eksportir maupun importir. Setiap asuransi harus dibayarkan dengan mata uang yang sama tertera di L/C (kecuali ada syarat lain).

Baca Juga: Tips Jitu Untuk Sukses di Pameran Internasional

5. PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)

PEB adalah surat pemberitahuan yang dibuat oleh eksportir kepada kantor Bea dan Cukai, sebelum setiap pengiriman ekspor. Pembuatan PEB dapat dilakukan sendiri oleh eksportir atau diwakilkan oleh forwarder. Lalu, PEB saat ini juga dapat dikirimkan secara online ke kantor Bea dan Cukai melalui sistem Electronic Data Interchange (EDI).

Secara garis besar, prosedur pengurusan dokumen PEB adalah sebagai berikut:

  • Barang yang akan diekspor diberitahukan ke kantor Bea Cukai dengan mengisi PEB. informasi-informasi yang perlu diisi dalam PEB ini diantaranya nama & alamat eksportir, nama & alamat importir, nilai invoice, HS Code produk, pelabuhan asal, dan pelabuhan tujuan.
  • Melakukan pendaftaran PEB paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan pengiriman ekspor dan paling lambat sebelum barang ekspor masuk Kawasan Pabean. Pendaftaran ini disertai dengan Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dan dilengkapi dokumen pelengkap diantaranya Invoice, Packing List, Bukti Bayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), Bukti Bayar Bea Keluar (untuk barang ekspor dikenai Bea Keluar), dan dokumen lainnya dari instansi teknis terkait (untuk barang ekspor terkena ketentuan larangan atau pembatasan).
  • Membayar pelunasan pajak ekspor jika barang ekspor dikenai pajak ekspor.

Baca Juga: Tips Sukses Mengikuti Pameran dan Meningkatkan Kualitas Produk Ala Kultiva Co

Petugas Bea dan Cukai menjadikan PEB ini sebagai dasar untuk memeriksa kesesuaian barang yang diekspor, sehingga bisa diberikan persetujuan dan pemuatan barang ke sarana transportasi. Kesalahan dalam pengisian PEB ini dapat dianggap dengan penyimpangan secara sengaja, sehingga sahabat UKM perlu untuk hati-hati dan teliti dalam mengisinya.

7. Shipping Instruction (SI)

SI adalah dokumen yang dibuat dan diberikan oleh eksportir kepada forwarder atau shipping company untuk melakukan booking pada container dan ruang di kapal/pesawat. Dokumen ini biasanya bisa dikirim melalui e-mail


Dokumen Tambahan

Selain dokumen utama, terdapat dokumen ekspor tambahan lainnya untuk dibuat yang bersifat wajib maupun pendukung terhadap barang ekspor. Dokumen ini hanya perlu dibuat dan disertakan ketika diminta oleh pembeli/importir. Biasanya juga dokumen tambahan ini diperlukan oleh regulasi negara tujuan.

Baca Juga: Cost, Insurance, dan Freight (CIF)

Lalu, ini juga dapat diperlukan oleh regulasi Indonesia yang mensyaratkan adanya dokumen ini pada beberapa produk tertentu. Meskipun dokumen utama adalah yang diprioritaskan untuk dibuat, dokumen-dokumen tambahan ini tidak kalah pentingnya untuk kelancaran transaksi ekspor. Berikut jenis-jenis dokumen tambahan pada ekspor.

1. Certificate of Origin (COO) atau Surat Keterangan Asal (SKA)

COO atau SKA adalah dokumen yang menerangkan bahwa barang yang diekspor berasal dari Indonesia. Dokumen ini dibuat dan dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten/Kota/Provinsi.

Dokumen ini dapat berfungsi bagi importir untuk memperoleh keringanan bea masuk di negaranya, bahkan sampai 0% tergantung dengan kebijakan untuk produknya. Namun, manfaat ini dapat diaplikasikan dengan negara yang telah menjalin kesepakatan kerjasama perdagangan dengan Indonesia dalam FTA (Free Trade Agreement). Diperlukan pemahaman yang komprehensif dari Sahabat Wirausaha untuk mengetahui apa saja produk yang mendapatkan keringanan bea masuk dari masing-masing perjanjian FTA. Baca artikel-artikel tentang FTA untuk mengetahui ini lebih lanjut.

Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Produk Ekspor

Biaya pembuatan dokumen COO atau SKA hanya berkisar antara Rp 15,000 - Rp 20,000 per dokumen sebagai PNBP (penerimaan negara bukan pajak). Biaya ini hanya berlaku jika diurus sendiri di Disperindag. Pelaku UKM tidak perlu repot lagi untuk mengurusnya karena pengurusan COO atau SKA juga dapat dilakukan secara online yang disebut sebagai E-SKA melalui website https://e-ska.kemendag.go.id. Namun, pelaku UKM tetap diharuskan untuk datang ke kantor Disperindag untuk mengambil cetakan dokumen asli SKA ini.

Selain pengurusan dilakukan sendiri, pengurusan COO atau SKA juga dapat diwakilkan oleh perusahaan forwarder, dengan biaya tambahan yang dikenakan pada jasa forwarder.

Baca Juga: Jitu Membidik Peluang Pasar dan Target Negara Ekspor

2. Certificate of Analysis (COA)

COA adalah dokumen yang berisi hasil analisis dari produk yang diekspor. Analisis yang tercakup dalam COA ini disesuaikan dengan permintaan importir. Umumnya, ini sesuai oleh standar wajib dari regulasi pemerintah negara tujuan atau standar umum yang berlaku. Dokumen COA dapat diminta dari pihak produsen atau diurus langsung sendiri oleh eksportir melalui laboratorium independen yang sudah terakreditasi. Dokumen COA kebanyakan diperlukan untuk produk-produk hasil industri kimia atau hasil pertanian.

3. Phytosanitary Certificate (Sertifikat Fitosanitari)

Phytosanitary certificate merupakan dokumen yang biasa diperlukan pada produk pertanian seperti buah segar, rempah-rempah, dan lainnya. Dokumen ini menjamin bahwa produk yang diekspor terbebas dari kuman penyakit berupa jamur atau bakteri. Ini diurus dan dikeluarkan oleh kantor Balai Karantina Pertanian yang terdapat di setiap pelabuhan ekspor atau bisa di kantor perwakilannya di beberapa kota. Selain produk pertanian, dokumen ini juga diperlukan pada produk dari hewan dan ikan.

Baca Juga: Potensi UMKM Purbalingga Menembus Pasar Ekspor

4. Fumigation Certificate (Sertifikat Fumigasi)

Fumigation Certificate dikeluarkan oleh perusahaan fumigasi untuk menjelaskan bahwa barang ekspor yang bersangkutan telah difumigasi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Proses fumigasi berfungsi untuk mengamankan barang yang akan diekspor ke negara tujuan dari serangan hama atau rayap selama masa pengiriman.

5. Veterinary Certificate (Sertifikat Veteriner)

Sertifikat untuk pemberian jaminan keamanan pangan untuk produk ekspor pangan dan non-pangan asal hewan. Ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian.

6. Weight Note (Keterangan Timbangan)

Dokumen yang berisikan rincian berat dari tiap kemasan barang sesuai yang tercantum dalam invoice. Keterangan berat di dokumen pengapalan ini haruslah sama dengan yang tercantum pada L/C. Disamping untuk memeriksa berat barang ekspor, ini juga diperlukan untuk mempersiapkan alat-alat pengangkut barang pada saat pemeriksaan.

Baca Juga: Roa Judes, Menduniakan Sambal Khas Manado

7. Measurement List (Daftar Ukuran)

Dokumen yang berisikan rincian ukuran dan takaran dari tiap kemasan barang seperti panjang, tebal, diameter, serta volume barang. Ukuran ini haruslah sama seperti yang tercantum pada L/C. Ini diperlukan untuk menghitung biaya pengiriman.

Selain dokumen-dokumen tambahan yang dibahas di atas, sebetulnya masih ada berbagai dokumen tambahan lainnya dalam ekspor. Ini dapat berupa sertifikat lainnya atau dokumen pembantu yang sering diperlukan untuk kelancaran penerimaan barang di pelabuhan tujuan. Contohnya diantaranya yaitu Freight Forwarder’s Receipt, Warehouse Receipt, dan Trust Receipt. Kebutuhan dokumen tambahan ini betul-betul harus ditanyakan dengan importir, karena masing-masing memiliki regulasi dan permintaan yang berbeda.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kopi


Kesimpulan

Persiapan dokumen-dokumen yang telah dijelaskan diatas penting sekali untuk kelancaran transaksi ekspor kita dengan importir. Oleh karena itu, Sahabat Wirausaha hendaknya mempelajari dokumen-dokumen tersebut secara serius sehingga mampu mempersiapkannya dengan tepat. Ini dikarenakan berkaitan dengan kecepatan dan ketepatan pengiriman ekspor yang berujung pada reputasi eksportir.

Akan tetapi, bagi pelaku UKM yang merasa belum siap atau memiliki kapasitas dalam mempersiapkan dokumen-dokumen ekspor ini, sebaiknya menggunakan jasa forwarder dalam setiap transaksi pengiriman ekspor.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Seafood

Forwarder mampu membantu eksportir dalam konsultasi atau pengurusan dokumen ekspor selain dalam pengiriman. Bahkan, forwarder juga bisa membantu dalam penyelesaian biaya-biaya yang timbul dalam transportasi dan penanganan muatan di pelabuhan. Baca selengkapnya mengenai shipping forwarder di artikel Ekosistem Pendukung Ekspor.

Intinya Sahabat Wirausaha tidak perlu khawatir dengan proses rumit persiapan dokumen ekspor ini. Ingat, Sahabat Wirausaha tetap perlu memprioritaskan persiapan produknya untuk sesuai standar ekspor beserta sertifikatnya. Saatnya UKM siap ekspor!

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.


Referensi:

  1. Mahyuddin & Hidayat (2019): Bisnis Ekspor itu Mudah
  2. DJPEN Kementerian Perdagangan: Flowchart Perizinan Pabean
  3. Blog Customs Clearance Indonesia: Dokumen Ekspor