Informasi, pengetahuan, dan kesempatan
untuk UMKM yang ingin naik kelas!

Dinilai Tak Imbang, Kesepakatan Tarif Trump 2025 Bisa Lemahkan Kemandirian Ekonomi dan UMKM di Indonesia

Penulis UKMINDONESIA.ID
Bagikan

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan bahwa seluruh produk asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika Serikat akan dikenakan tarif sebesar 19 persen. Kebijakan ini diumumkan setelah tercapainya kesepakatan dengan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

“Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang yang mereka ekspor ke negara kita,” ujar Trump.

Tarif ini merupakan penurunan dari kebijakan sebelumnya, yakni sebesar 32 persen, yang diumumkan pada April 2025. Hingga awal Juli, Trump masih bersikeras mempertahankan angka tersebut, sebagaimana tercantum dalam surat resmi dari Gedung Putih kepada Presiden Prabowo tertanggal 7 Juli 2025.

Setelah melalui proses negosiasi, pemerintah Amerika Serikat akhirnya menyepakati tarif baru sebesar 19 persen untuk seluruh produk asal Indonesia. Namun, kesepakatan ini bersifat satu arah: ekspor Amerika ke Indonesia tetap dibebaskan dari tarif, tanpa perlakuan timbal balik.

Kebijakan tarif ini merupakan bagian dari strategi Tariff Trump 2025, yang diklaim bertujuan melindungi industri dalam negeri dan memperbaiki ketimpangan neraca perdagangan Amerika Serikat.


Neraca Dagang Indonesia dan AS: Indonesia Masih Surplus

Sepanjang tahun 2024, nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai USD 26,31 miliar, sedangkan nilai impor dari AS ke Indonesia tercatat sebesar USD 9,47 miliar. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan terhadap AS sebesar hampir USD 17 miliar.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas utama penyumbang surplus Indonesia ke AS antara lain:

  • Mesin dan perlengkapan elektrik – USD 3,69 miliar
  • Pakaian dan aksesoris – USD 2,48 miliar
  • Alas kaki – USD 2,43 miliar

Ekonom Peringatkan untuk Berhati-Hati

Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam kerangka Tarif Trump 2025 tersebut mendapat sorotan dari banyak pihak, khususnya para ahli ekonomi. Sebagian menilai jika kesepakatan itu tidak adil karena memberi keuntungan lebih banyak kepada Amerika Serikat. 

Kepala Departemen Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati terhadap potensi jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap) yang bisa semakin membesar akibat skema perdagangan baru ini.

“Sektor hilirisasi dan peningkatan ekspor produk manufaktur perlu diintensifkan agar Indonesia tidak terjebak dalam middle-income trap akibat dominasi ekspor berbasis bahan mentah,” ujarnya seperti dilansir dari hukumonline.com. 

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai jika kesepakatan Tarif Trump 2025 ini merupakan bentuk tekanan dagang yang memaksa Indonesia untuk membuka pasar dan membeli produk AS secara besar-besaran tanpa imbal balik setara. 

Menurutnya, dalam perjanjian tersebut, AS mendapatkan akses pasar domestik Indonesia tanpa hambatan tarif, sedangkan ekspor Indonesia ke AS tetap dikenai tarif sebesar 19 persen. Ketimpangan itu memberikan ruang luas bagi produk AS dari sektor pertanian, otomotif, hingga energi untuk membanjiri pasar Indonesia yang dampaknya bisa menekan pelaku usaha lokal.

"Ketika barang impor menjadi lebih murah karena bebas tarif, maka pelaku usaha lokal akan menghadapi tekanan besar, dan ruang bagi industrialisasi nasional pun semakin menyempit," jelas Syafruddin seperti dilansir dari Metrotvnews.com.


Tantangan dan Peluang untuk UMKM

Lebih jauh, Syafruddin menilai sektor-sektor yang belum kompetitif akan tertekan, khususnya UMKM di bidang pertanian dan pangan.

"Banjirnya barang-barang impor berpotensi melemahkan industri dalam negeri, UMKM menjadi kelompok yang paling rentan karena harus bersaing langsung dengan produk asing yang masuk tanpa beban tarif," 

Meski kebijakan ini dikhawatirkan sebagian pihak memberi dampak negatif bagi UMKM, Dewi Meisari (co-founder ukmindonesia.id) melihat jika UMKM di Indonesia juga bisa memanfaatkan peluang dari bahan baku impor asal AS yang akan menjadi lebih murah.

"Bagus untuk UMKM pengolah tempe dan gandum, karena memang dua bahan tersebut dari dulu kita mayoritas impor dari AS. Harusnya jadi lebih murah biaya bahannya, karena udah gak ada tarif masuk," ujar Dewi. 

Berdasarkan data yang dirilis dari OEC.world, hingga Mei 2025, komoditas terbesar yang diimpor Indonesia dari Amerika Serikat adalah kacang kedelai, mesin komputer, serta petroleum dan gas.

Referensi: metrotvnews, hukumonline.com, OEC.world, Badan Pusat Statistik

 
Komentar (0)
Sedang Mengirim komentar...
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
1000 character left

Rekomendasi Artikel

Rekomendasi Artikel Lainnya

X REGISTRASI
UMKM
Dinilai Tak Imbang, Kesepakatan Tarif Trump 2025 Bisa Lemahkan Kemandirian Ekonomi dan UMKM di Indonesia - UKMINDONESIA.ID
Informasi, pengetahuan, dan kesempatan
untuk UMKM yang ingin naik kelas!

Dinilai Tak Imbang, Kesepakatan Tarif Trump 2025 Bisa Lemahkan Kemandirian Ekonomi dan UMKM di Indonesia

Penulis UKMINDONESIA.ID
Bagikan

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan bahwa seluruh produk asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika Serikat akan dikenakan tarif sebesar 19 persen. Kebijakan ini diumumkan setelah tercapainya kesepakatan dengan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

“Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang yang mereka ekspor ke negara kita,” ujar Trump.

Tarif ini merupakan penurunan dari kebijakan sebelumnya, yakni sebesar 32 persen, yang diumumkan pada April 2025. Hingga awal Juli, Trump masih bersikeras mempertahankan angka tersebut, sebagaimana tercantum dalam surat resmi dari Gedung Putih kepada Presiden Prabowo tertanggal 7 Juli 2025.

Setelah melalui proses negosiasi, pemerintah Amerika Serikat akhirnya menyepakati tarif baru sebesar 19 persen untuk seluruh produk asal Indonesia. Namun, kesepakatan ini bersifat satu arah: ekspor Amerika ke Indonesia tetap dibebaskan dari tarif, tanpa perlakuan timbal balik.

Kebijakan tarif ini merupakan bagian dari strategi Tariff Trump 2025, yang diklaim bertujuan melindungi industri dalam negeri dan memperbaiki ketimpangan neraca perdagangan Amerika Serikat.


Neraca Dagang Indonesia dan AS: Indonesia Masih Surplus

Sepanjang tahun 2024, nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai USD 26,31 miliar, sedangkan nilai impor dari AS ke Indonesia tercatat sebesar USD 9,47 miliar. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan terhadap AS sebesar hampir USD 17 miliar.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas utama penyumbang surplus Indonesia ke AS antara lain:

  • Mesin dan perlengkapan elektrik – USD 3,69 miliar
  • Pakaian dan aksesoris – USD 2,48 miliar
  • Alas kaki – USD 2,43 miliar

Ekonom Peringatkan untuk Berhati-Hati

Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam kerangka Tarif Trump 2025 tersebut mendapat sorotan dari banyak pihak, khususnya para ahli ekonomi. Sebagian menilai jika kesepakatan itu tidak adil karena memberi keuntungan lebih banyak kepada Amerika Serikat. 

Kepala Departemen Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati terhadap potensi jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap) yang bisa semakin membesar akibat skema perdagangan baru ini.

“Sektor hilirisasi dan peningkatan ekspor produk manufaktur perlu diintensifkan agar Indonesia tidak terjebak dalam middle-income trap akibat dominasi ekspor berbasis bahan mentah,” ujarnya seperti dilansir dari hukumonline.com. 

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai jika kesepakatan Tarif Trump 2025 ini merupakan bentuk tekanan dagang yang memaksa Indonesia untuk membuka pasar dan membeli produk AS secara besar-besaran tanpa imbal balik setara. 

Menurutnya, dalam perjanjian tersebut, AS mendapatkan akses pasar domestik Indonesia tanpa hambatan tarif, sedangkan ekspor Indonesia ke AS tetap dikenai tarif sebesar 19 persen. Ketimpangan itu memberikan ruang luas bagi produk AS dari sektor pertanian, otomotif, hingga energi untuk membanjiri pasar Indonesia yang dampaknya bisa menekan pelaku usaha lokal.

"Ketika barang impor menjadi lebih murah karena bebas tarif, maka pelaku usaha lokal akan menghadapi tekanan besar, dan ruang bagi industrialisasi nasional pun semakin menyempit," jelas Syafruddin seperti dilansir dari Metrotvnews.com.


Tantangan dan Peluang untuk UMKM

Lebih jauh, Syafruddin menilai sektor-sektor yang belum kompetitif akan tertekan, khususnya UMKM di bidang pertanian dan pangan.

"Banjirnya barang-barang impor berpotensi melemahkan industri dalam negeri, UMKM menjadi kelompok yang paling rentan karena harus bersaing langsung dengan produk asing yang masuk tanpa beban tarif," 

Meski kebijakan ini dikhawatirkan sebagian pihak memberi dampak negatif bagi UMKM, Dewi Meisari (co-founder ukmindonesia.id) melihat jika UMKM di Indonesia juga bisa memanfaatkan peluang dari bahan baku impor asal AS yang akan menjadi lebih murah.

"Bagus untuk UMKM pengolah tempe dan gandum, karena memang dua bahan tersebut dari dulu kita mayoritas impor dari AS. Harusnya jadi lebih murah biaya bahannya, karena udah gak ada tarif masuk," ujar Dewi. 

Berdasarkan data yang dirilis dari OEC.world, hingga Mei 2025, komoditas terbesar yang diimpor Indonesia dari Amerika Serikat adalah kacang kedelai, mesin komputer, serta petroleum dan gas.

Referensi: metrotvnews, hukumonline.com, OEC.world, Badan Pusat Statistik

 
Komentar (0)
Sedang Mengirim komentar...
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
1000 character left

Rekomendasi Artikel

Rekomendasi Artikel Lainnya

X REGISTRASI
UMKM