Kopi Satriyo produksi Anggit

Sebuah bait lagu mengatakan, ”Dunia ini panggung sandiwara.” Artinya, kehidupan ini secara luas adalah bioskop nyata dan menampilkan "film" dengan berbagai macam jenisnya yang luar biasa banyak. Mulai dari manusia yang hidupnya penuh kemewahan dunia dan bersenang-senang semaunya sampai mereka yang tengah berjuang melawan keterbatasan untuk cita-cita mulia di masa depan.

Baca Juga: Membangkitkan Bisnis Kopi Lewat Jaringan Warkop Nusantara

Untuk itulah penulis tergerak untuk menuliskan sebuah kisah yang sangat inspiratif. Seorang sahabat yang saya kenal lama saat belajar di perguruan tinggi dan pondok pesantren di usia yang relatif masih muda, telah belajar banyak hal untuk memperjungkan hidupnya. Salah satu langkah kongkritnya, ia saat ini merintis sebuah bisnis kopi dengan merk Satriyo Lereng Kawi.

Sobat UKM bisa panggil dia Anggit. Nama lengkapnya Anggit Setyaji. Pemuda 30 tahun asal Desa Selorejo Kabupaaten Blitar yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Malang ini merintis perjalanan bisnisnya saat ia dipercaya mengelola ternak kelinci. Saat itu, sebenarnya ia menolak tawaran tersebut lantaran modal yang ia terima adalah bantuan dari teman-temannya dan tentu saja tidak berlabel hutang. Pantang baginya merepotkan orang lain.

Seiring berjalannya waktu, Anggit menerima bantuan tersebut dan belajar bagaimana mengelola bisnis ternak kelinci. Tantangan terbesarnya adalah ia tidak memiliki kompetensi dasar ilmu beternak. Oleh karena itulah, ia aktif bersosialisasi di komunitas peternak kelinci dan secara perlahan menyerap ilmu tentang mengelola peternakan dan bagaimana memeriksa kesehatan kelinci secara garis besar.

Baca Juga: Mengintip Peluang Cuan Bisnis Lestari dengan Mengolah Sampah Ampas Kopi dan Teh

Saya dan teman-teman pun sempat memantau bisnis kelinci ini. Kami ditunjukkan beberapa jenis kelinci dan bagaimana ia mendesain kandangnya sedemikian rupa agar mudah dibersihkan dan tentunya aman. Pamannya yang seorang peternak lele pun turut membantu memberikan berbagai masukan dan motivasi agar ia berjuang dengan sabar dan memberikan kasih sayang pada hewan ternaknya.

Sekian waktu berlalu mungkin memang bukan "jodohnya". Bisnis ternak binatang imut yang sempat berkembang biak dengan pesat itu kemudian ia tutup. Bukan hanya kendala kelinci yang stress dan mati yang ia hadapi, tapi juga hama tikus yang sulit dikendalikan. Tak ada pilihan lain baginya saat itu, kecuali menutup usaha ternak kelinci yang sudah diperjuangkannya mati-matian. Kandangnya pun tidak lama kemudian juga langsung dimusnahkan.

Sebenarnya, jauh sebelum merintis bisnis ternak kelinci itu Anggit punya potensi lain yang bisa ia gali lebih dalam untuk berwirausaha secara mandiri. Statusnya sebagai seorang santri membuatnya memiliki relasi dengan para guru yang alim dan keilmuan agamanya sangat baik. Ia pun sempat mendapatkan amanah dari guru untuk kami untuk membuat sebuah buku yang isinya membahas tata kelola hati dengan gaya bahasa yang sangat mudah dipahami.

Prosesnya belajar pun tidak main-main. Dalam penulisan buku itu, selain belajar dengan sesama santri yang sudah mendalami dunia kepenulisan, Anggit pun belajar pada Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A. Beliau bukan saja pernah menjabat sebagai Plt Rektor UIN Sunan Kalijaga Tahun 2020, tapi juga seorang pelopor kajian hermenutika tafsir Al-Qur'an. Sejumlah buku dan penelitian pun telah diterbitkan beliau.

Baca Juga: Toko Kopi TUKU: Pelopor Manisnya Kopi Susu Gula Aren

Masih belum dirasa cukup, ketika budayawan sufi, Gus Candra Malik mengadakan kelas latihan menulis di Kota Malang di Bulan Januari 2018, saya pun mengajak Anggit datang ke sana. Setelah ada sesi berfoto dengan beliau, kami menunjukkan hasil tulisan Anggi tyang sudah dalam bentuk draft buku. Beliau dengan murah hati memberikan sedikit koreksi, yang artinya secara garis besar buku karya Anggit itu tidak ada masalah yang berarti.

Sumber: Anggit

Akan tetapi, masalah lain muncul. Ia masih merasa ragu dengan buah karyanya walaupun sudah mendapatkan dukungan dari banyak pihak yang punya keilmuan dan pengalaman lebih teruji. Padahal, jika kualitas menulisnya terus diasah Anggit punya potensi besar untuk menjadi penulis yang bagi saya anti mainstream. Tulisan dalam link https://tinyurl.com/anggitkompasiana ini adalah buktinya.


Mencoba Peruntungan Lain di Bidang Perkebunan Kopi

Seperti itulah perjalanan hidup bukan? Tidak selalu yang kita inginkan akan mulus-mulus saja seperti jalan tol. Adakalanya kita harus sabar menempuh lika-liku perjalanan hidup. Keragu-raguan dalam hidup muncul dan merintangi niat baik kita. Akan tetapi, Tuhan selalu menyiapkan rencana lain yang kadang-kadang tidak bisa ditebak.

Baca Juga: Peluang Pasar: Kedai Kopi

Peruntungan Anggit mulai berubah saat ia mengenal bisnis kopi. Anggit jeli mengamati peluang yang terbuka lebar di desanya yang berjarak 30 kilometer dari Gunung Kawi. Jika bicara tentang kopi terkenal dari daerah Malang Raya, orang-orang lebih mengenal kopi daerah Kecamatan Dampit. Padahal, menurutnya Kopi Dampit itu sendiri juga disuplai dari lereng Gunung Kawi sekitar daerah tempatnya tinggal dengan jumlah yang sangat fantastis, lebih dari 20 ton biji kopi.

Ditambah lagi, warga di desanya kebanyakan masih menggoreng kopi dengan wajan tanah dan pastinya membutuhkan waktu yang sangat lama. Kalaupun ada jasa goreng kopi, harganya cukup mahal dan tidak melayani penggorengan kopi dengan bahan campuran lainnya seperti beras dan jagung. Keadaan ini yang dimanfaatkan Anggit untuk membuka layanan jasa penggorengan kopi secara custom alias berdasarkan pesanan pelanggan dengan tarif lebih terjangkau.

Sumber: dokumentasi pribadi

Baca Juga: Membangkitkan Bisnis Kopi Lewat Jaringan Warkop Nusantara

Anggit kemudian mengambil inisiatif lain dengan bekerjasama dengan pihak keluarganya yang memiliki kebun kopi di lereng Gunung Kawi, Jawa Timur. Ia mengolah sendiri biji kopi itu tanpa tambahan bahan kimiawi. Produk kopi tersebut ia pasarkan secara online untuk mempermudah distribusi produk secara langsung pada konsumen alias mengusung konsep bussiness to consumer. Sobat UKM bisa langsung membuka link https://shopee.co.id/satriyolerengkawi?v=5ed&smtt=...

Sumber: Anggit

Dalam proses pengerjaan jasa penggorengan kopi ini Sobat UKM, Anggit dibantu salah satu saudaranya dan mengandalkan 3 mesin penggoreng. Sebagai alat bantu tambahan, tidak lupa ia mengenakan sarung tangan tebal dan masker untuk menahan bau kopi saat digoreng.

Sumber: Anggit

Baca Juga: Bale Kopi Gucialit : Menabung Kopi Demi Kesejahteraan Petani

Memang bisnis yang Anggit bangun ini tidak serta merta berjalan mulus. Sebab tak ia pun harus berjibaku dengan berbagai tantangan yang merintanginya, termasuk ketersediaan peralatan yang masih belum maksimal. Ruangan tempatnya bekerja pun ketika saya melakukan survey, tergolong cukup sempit.

Namun, Anggit sendiri pun tidak diam begitu saja. Selain mengharap dukungan semangat dari orang tuanya, salah satu "jurus pamungkasnya" adalah selalu berupaya mengikuti nasihat gurunya. Tanpa bimbingan guru, potensi seorang santri tidak akan bisa mencapai potensi terbaiknya, sebagaimana lirik qosidah berikut ini :

Man ana man ana, man ana laulaakum

Siapakah diriku, siapakah diriku kalau tiada bimbingan kalian (guru)

Nama kopi Satriyo Lereng Kawi ini pun lahir melalui diskusi Anggit dan guru kami. Saya pun menyaksikan proses bertukar pikiran itu karena mereka berdua tidak dalam satu tempat yang sama. Saya menjembatani diskusi tersebut secara online berawal dari guru kami yang menanyakan apa nama kopi racikan Anggit. Setelah nama Satriyo Lereng Kawi tercetus, ia pun tidak membantah dan tentu saja memohon doa restu pada beliau.

Baca Juga: Tips Memulai Bisnis Kedai Kopi

Sekadar membuat Kopi Satriyo Lereng Kawi dan jasa penggorengan kopi tentu saja bukan titik akhir cerita ini. Anggit berambisi untuk mengangkat kopi dari daerah Gunung Kawi ke ranah nasional. Ia merasa proses produksi dan pemasarannya belum maksimal tapi potensinya sangat bisa diadu dengan kopi dari gunung-gunung lainnya di Jawa Timur.

Bagi Anggit, inilah bentuk perjuangan hidupnya. Berupaya berkontribusi semaksimal mungkin melalui bisnis yang sesuai komoditas desa tempat ia tinggal. Walaupun dalam skala kecil, Anggit tentu saja sudah berkontribusi untuk menekan angka pengangguran di daerahnya.

Harapan penulis, semoga keberadaan Kopi Satriyo Lereng Kawi menjadi salah satu sumber kebaikan bagi Anggit secara pribadi dan memberikan efek kebaikan bagi masyarakat, khususnya para pejuang kehidupan di daerah Gunung Kawi.

Baca Juga: Aroma Segar Bisnis Kopi Indonesia Dari Hulu ke Hilir

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.