Sahabat Wirausaha, pernah dengar kabar Sultan Andara Raffi Ahmad punya harta tembus Rp1 triliun tapi masih punya utang Rp136 miliar?

Sekilas kedengarannya aneh — masa orang sekaya itu masih berutang? Bukannya kalau sudah tajir, harusnya tinggal menikmati hidup? Tapi faktanya, justru banyak orang kaya di dunia yang sengaja punya utang. Bukan karena mereka kekurangan uang, tapi karena mereka tahu satu hal penting: utang bisa jadi alat percepatan kekayaan kalau dikelola dengan strategi yang benar.


Bukan Masalah Butuh Uang, Tapi Soal Strategi

Bagi kebanyakan orang, utang berarti “belum mampu.” Tapi bagi pengusaha besar, utang adalah alat untuk mempercepat pertumbuhan. Mereka melihat utang bukan sebagai beban, melainkan sebagai tuas untuk menggerakkan bisnisnya lebih jauh.

Strategi ini disebut leveraging — yaitu mengungkit aset yang sudah ada untuk membangun aset baru tanpa harus menunggu tabungan terkumpul.


Ilustrasi Sederhana: Dari 600 Juta Jadi Ratusan  Hektar

Bayangkan kamu punya lahan 60 hektar senilai Rp600 juta, sudah lunas, dan lahan itu produktif, misalnya digunakan untuk bertani sendiri dan disewakan.. Kamu ingin menambah lahan agar genap jadi 100 hektar. Nah, menunggu tabungan cukup hingga bisa beli 40 hektar lagi itu kan mungkin butuh waktu lama, pastinya bertahun-tahun, belum lagi, seringnya harga tanah itu semakin lama semakin naik.   

Dengan strategi leveraging, kamu bisa menjaminkan 60 Ha lahan yang sudah lunas itu ke bank agar dapat pinjaman dana segar untuk membeli lahan tambahan. Dengan rencana usaha yang benar, cicilannya bisa kamu bayar dari hasil panen atau pendapatan sewa lahan. Lahan 40 hektar yang baru dibeli tersebut dapat langsung diurus balik nama dan Sertifikat Hak Miliknya, karena dibeli secara tunai dengan dana pinjaman bank, kamu, mencicil pinjaman banknya, bukan tanahnya. 

Akhirnya, aset tanah kamu pun bertambah, yang tadinya lahan 60 hektar, jadi 100 hektar, misalnya dengan nilai total Rp1 miliar. Namun kamu punya pinjaman Rp400 juta, sehingga aset bersih kamu tetap Rp600 juta (Rp1 miliar dikurangi Rp400 juta). Jika lahannya terus dikelola, bisa jadi dalam 3-5 tahun ke depan, nilai lahannya akan terus naik; sementara nilai pinjaman kamu (karena rutin dicicil) akan terus menurun. Sehingga otomatis nilai aset bersih kamu akan meningkat lebih cepat, karena ditopang oleh peningkatan nilai asetnya dan penurunan sisa pinjamannya. 

Inilah cara berpikir  yang membuat banyak orang kaya tidak takut berhutang, karena mereka mampu menggunakannya dengan tepat, penuh perhitungan matang, sehingga hutang bisa menjadi tuas akselerasi yang dijadikan alat bagi mereka untuk “membeli waktu” dan tumbuh lebih cepat. 

Baca Juga: 10 Cara Mengelola Hutang Usaha Agar Tidak Menjadi Beban


Kenapa Banyak Orang Takut Berhutang?

Meski konsepnya menarik, kenyataannya banyak orang masih alergi dengan kata utang. Terutama pelaku UMKM, yang sering berpikir bahwa berutang itu pasti berujung pada masalah.

Beberapa ketakutan umum yang sering muncul antara lain:

  1. Takut gagal bayar dan dikejar bank.
  2. Trauma melihat orang lain bangkrut karena utang.
  3. Khawatir bunga mencekik keuntungan.
  4. Merasa belum siap secara mental mengelola pinjaman.
  5. Murni takut dosa akibat riba jika meminjam dari bank konvensional.

Padahal, sebagian besar ketakutan itu muncul karena pengalaman utang konsumtif — bukan utang produktif.  Bahkan seringnya, utang karena kebutuhan darurat! Seperti biaya rumah sakit akibat musibah kecelakaan, musibah bencana alam, atau juga kebakaran!

Keduanya ini beda  banget, ya, Sahabat Wirausaha!

Utang konsumtif digunakan untuk hal yang tidak menghasilkan uang, misalnya beli gadget baru, mobil mewah, atau biaya hidup. Sedangkan hutang produktif justru membantu menciptakan pendapatan baru — misalnya untuk beli mesin produksi, memperluas toko, atau menambah stok barang saat permintaan tinggi.

Hutang itu ibarat pisau, memang ada bahayanya karena bisa melukai diri sendiri atau orang lain, tapi manfaatnya juga banyak dan besar sekali. Apakah kita harus takut menggunakan pisau? Atau, yang lebih baik adalah meningkatkan kompetensi diri agar mampu menggunakan pisau dengan aman dan produktif? 


Cara Mengubah Pola Pikir Soal Utang

Supaya nggak takut lagi berutang, kamu perlu mulai mengubah cara pandang. Beberapa hal ini bisa bantu kamu lebih tenang dan rasional dalam mengambil keputusan:

  1. Pahami dulu tujuan finansialmu.
    Utang baru aman dilakukan kalau kamu tahu persis untuk apa dan bagaimana ia menghasilkan uang kembali.
  2. Pisahkan emosi dari keputusan finansial.
    Banyak orang takut karena bayangan “utang = gagal”. Padahal, pengusaha besar justru sukses karena berani mengambil risiko yang terukur.
  3. Buat perhitungan yang rinci. Hitung seksama penambahan penghasilan yang bisa diraih jika memulai kegiatan usaha produktif dengan pinjaman. Bandingkan dengan biaya pinjamannya, bunga atau nisbahnya. Ingat, kamu hanya layak pinjam jika penambahan penghasilan yang bisa dihasilkan sekitar 5 kali lipat dari biaya pinjaman kamu.
  4. Mulai dari skala kecil.
    Nggak harus langsung pinjam besar. Kamu bisa mulai dari pinjaman mikro di bawah Rp5 juta jika sudah percaya diri dan yakin target-target penjualan bisa kamu raih. Sekalian melatih dan menguji kemampuanmu mengelola arus kas.
  5. Anggap utang sebagai alat, bukan tujuan.
    Tujuan akhirnya bukan “punya utang”, tapi “punya aset dan penghasilan lebih besar dari utang itu.”

Begitu kamu bisa mengubah mindset ini, leveraging bukan lagi menakutkan — tapi jadi bagian dari strategi pertumbuhan.


Leverage: “Tuas” Pengungkit Kekayaan

Kata leverage berasal dari lever, yang artinya tuas. Dalam dunia bisnis, leverage bekerja seperti alat pengungkit — kamu menggunakan tenaga (modal) orang lain untuk memperbesar daya dorong bisnismu sendiri.

Tapi ingat: bukan sembarang utang. Yang dimaksud adalah utang produktif — pinjaman yang digunakan untuk menciptakan pendapatan baru, bukan untuk gaya hidup.

Contohnya:

  • Pengusaha properti menjaminkan gedung lama untuk membangun proyek baru.

  • Petani kopi meminjam modal untuk membeli mesin pengering agar hasil panen lebih efisien.

  • Pelaku UMKM menjaminkan toko lamanya untuk buka cabang online.

Mereka semua pakai prinsip yang sama: mengungkit aset yang sudah ada untuk mempercepat pertumbuhan.


Kenapa Orang Kaya Tetap Punya Utang

Kamu mungkin heran, “Kalau punya uang, kenapa nggak langsung bayar tunai aja?” Jawabannya sederhana: karena uang tunai lebih berharga saat diputar, bukan disimpan. Bagi orang kaya, setiap rupiah yang diam di rekening adalah potensi yang tidak bekerja. Mereka lebih memilih mengambil pinjaman berbunga rendah untuk ekspansi, sementara uang pribadi mereka diinvestasikan di tempat lain yang menghasilkan imbal lebih tinggi.

Dengan cara ini:

  • Mereka menambah aset baru lewat dana pinjaman.

  • Mereka tetap punya uang pribadi yang tumbuh lewat investasi.

  • Dan mereka membayar bunga utang dari hasil usaha, bukan dari kantong pribadi.

Inilah sebabnya banyak miliarder terlihat “berutang besar,” padahal kekayaannya terus meningkat.


Risiko Tetap Ada, Tapi Bisa Dikelola

Tentu saja, strategi ini tidak tanpa risiko. Kalau tidak hati-hati, bunga dan cicilan bisa membebani keuangan. Tapi risiko bisa dikendalikan kalau kamu paham rumus dasarnya:

Gunakan utang hanya jika hasil investasi lebih besar dari bunga pinjaman.

Contohnya, kamu meminjam Rp100 juta dengan bunga 10% per tahun. Kalau kamu gunakan untuk modal usaha yang bisa memberi margin keuntungan 25%, maka kamu tetap untung 15%. Tapi kalau keuntungannya hanya 8%, maka kamu merugi.

Itulah sebabnya sebelum mengambil pinjaman, penting untuk menghitung potensi arus kas dan tingkat pengembalian investasi (ROI).

Baca Juga: Rasio Hutang terhadap Modal (Debt to Equity Ratio): Indikator Penting untuk Evaluasi Kesehatan Finansial Bisnis UMKM


Pelajaran untuk Pelaku UMKM

Sahabat Wirausaha, strategi ini bukan cuma buat konglomerat. Bahkan pelaku usaha kecil bisa mulai mempraktikkannya secara sederhana.

Misalnya:

  • Usaha laundry yang pinjam modal untuk beli mesin cuci tambahan agar kapasitas naik dua kali lipat.

  • Penjual kopi yang mengambil pinjaman kecil untuk beli mesin grinder sendiri supaya hemat biaya jasa roasting.

  • Penjahit rumahan yang membeli mesin jahit otomatis agar bisa menerima pesanan lebih banyak.

Kuncinya adalah menghitung dan memastikan pinjaman tersebut menambah penghasilan, bukan menambah beban.


Solusi Agar Berutang Tetap Aman

Agar utang produktif tidak berubah jadi masalah, ada beberapa langkah sederhana yang bisa kamu terapkan:

  1. Gunakan maksimal 30% dari omzet untuk cicilan.
    Ini memastikan arus kas tetap sehat dan kamu tidak kesulitan di bulan-bulan sulit.

  2. Selalu punya dana darurat minimal 3–6 bulan.
    Jadi kalau penjualan menurun, kamu masih punya napas untuk bayar cicilan.

  3. Pilih lembaga keuangan resmi dan transparan.
    Hindari pinjaman ilegal yang menjerat dengan bunga tinggi.

  4. Disiplin mencatat pengeluaran dan pendapatan.
    Banyak UMKM gagal bukan karena kurang modal, tapi karena nggak tahu ke mana uangnya pergi.

  5. Konsultasi dengan mentor atau lembaga pendamping usaha.
    Di sinilah pentingnya edukasi finansial — karena memahami angka jauh lebih aman daripada menebak-nebak.

Kesimpulan: Utang Bukan Musuh, Tapi Tuas Pertumbuhan

Sahabat Wirausaha, kuncinya bukan “punya utang atau tidak,” tapi apakah utangmu bekerja untukmu atau kamu yang bekerja untuk utangmu.

Jadi, jangan takut berutang selama kamu tahu caranya. Karena dalam dunia usaha, keberanian mengambil keputusan yang terukur justru bisa jadi pembeda antara yang bertahan dan yang berkembang.

Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!

Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!