Sumber: Freepik
Pernahkah sahabat Wirausaha merasakan sebuah kondisi dimana penjualan meningkat tetapi kas usaha kosong? Hal ini dapat dikarenakan banyak penjualan yang dilakukan secara piutang, khususnya ketika bertransaksi dalam jumlah besar dengan konsumen.
Piutang ini berarti pembayaran terhadap barang yang dibeli tidak dilakukan secara kas, namun ditunda beberapa hari. Kondisi ini sering menimbulkan masalah bagi Sahabat Wirausaha. Pasalnya, produk yang ada telah terjual tetapi belum ada uang kas untuk membeli bahan baku untuk penjualan berikutnya.
Baca Juga: Apa itu Accrued Expense?
Nah, dalam mengelola piutang tersebut, Anda perlu mengenal salah satu rasio keuangan yang bernama average collection period.
Apa itu Average Collection Period?
Average Collection Period adalah sebuah rasio yang menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengonversi piutang menjadi uang kas. Dengan menggunakan rasio ini, masalah yang dibahas tadi tidak akan terjadi. Hal ini dikarenakan Anda mampu mengidentifikasi kapan kas dari penjualannya akan masuk.
Rasio ini sangat berguna juga untuk mengidentifikasi ketersediaan kas dari penjualan. Dengan begitu, Anda dapat mengidentifikasi berapa lama kas tidak tersedia untuk kegiatan produksi. Sebagai gantinya, Anda dapat mencari sumber kas sementara seperti mengajukan pinjaman jangka pendek atau mungkin mengelola pembelian bahan bakunya menggunakan utang.
Baca Juga: Tips Mudah Bikin Laporan Keuangan Dengan Aplikasi Digital
Cara Menghitung Average Collection Period?
Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan sebuah formula sederhana. Anda cukup membagi total piutang yang didapatkan dalam setahun dengan jumlah pendapatan secara kas yang ada. Nilai tersebut dikali dengan jumlah hari dalam setahun yang biasanya menggunakan 365 hari. Secara matematis, formula ini dapat ditulis dengan:
Jumlah piutang dalam setahun / Jumlah penjualan secara kas dalam setahun × Jumlah hari dalam setahun.
Baca Juga: Apa itu Break Even Point?
Aplikasi Perhitungan Average Collection Period
Supaya lebih jelas, mari kita lihat kasus Pak Jati. Pada akhir tahun 2020, Pak Jati memiliki piutang yang belum dibayarkan oleh konsumennya sebesar Rp 5.000.000,-. Sedangkan pada tahun yang sama, Pak Jati juga mencatatkan penjualan secara kas sebesar Rp 50.000.000,-. Dalam rangka mempersiapkan rencana penjualan pada tahun 2021, Pak Jati tentu ingin mengetahui berapa lama uang penjualannya dibayarkan oleh konsumen.
Dengan menggunakan average collection period, Pak Jati bisa mengetahui waktu yang dibutuhkan tersebut. Apabila satu tahun berjumlah 365 hari, maka average collection period dari usaha Pak Jati dapat dihitung dengan formula berikut:
Rp 5.000.000 / Rp 50.000.000 × 365 hari = 36,5 hari
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa average collection period dari Pak Jati adalah 36,5 hari. Nilai ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh Pak Jati untuk mencairkan piutangnya adalah satu bulan lebih 6,5 hari. Artinya penjualan yang terjadi pada awal Januari, baru akan diterima kasnya pada awal bulan Februari.
Baca Juga: Tren Dalam Tiktok yang Penting Bagi Digital Marketing
Rasio ini memberikan sebuah gambaran kepada Pak Jati mengenai kondisi kasnya. Pak Jati harus mampu mencari sumber kas untuk menutupi periode dimana barangnya telah terjual, namun kasnya belum diterima. Sebagai solusi, Pak Jati dapat meminta uang muka ketika menerima pesanan. Hal ini dapat membantu Pak Jati untuk memiliki tambahan kas dalam menunggu pencairan. Selain itu, solusi lain yang bisa dilakukan adalah dengan mencari sumber pembiayaan untuk proyek tertentu.
Kondisi Pak Jati ini mungkin dapat saja dialami oleh pelaku usaha lainnya. Oleh karena itu, penting bagi Sahabat Wirausaha untuk bisa memahami rasio berikut.