Aturan Gaji UMKM - Pernah dengar cerita dari sana dan sini, tentang pekerja atau karyawan di perusahaan kecil dan menengah yang kerja lebih dari 8 jam tapi dibayar rendah? Atau mereka yang bekerja lebih dari 8 jam namun tidak diberi upah lembur? Meski kabar-kabar ini kerap simpang siur, namun nyatanya dunia UMKM di Indonesia masih sedikit gagap tentang etika pembayaran gaji dan upah pada para pekerjanya. Hal ini bukan sepenuhnya salah teman-teman pemilik maupun pelaku bisnis.
Aturan dasar mengenai upah dari pemerintah memang sudah ada, namun kadang belum sempat disosialisasikan dengan baik. Sementara upah lembur, tunjangan, dan insentif lainnya masih belum punya aturan baku. Alhasil, banyak UMKM yang salah kaprah menetapkan bayaran bagi para pekerjanya. Jika dibiarkan, kondisi ini tentu bisa bikin pekerja kita merugi.
Sebenarnya, berapa sih gaji yang layak untuk karyawan kita dalam sebulan? Dan bagaimana perhitungan upah yang tepat bagi pekerja harian atau proyekan? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Aturan Gaji UMKM Dalam UU Cipta Kerja Terbaru
Akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2022 atau yang juga umum disebut PerPpu Cipta Kerja Tahun 2022. Di dalamnya, pada Pasal 90, pemerintah menegaskan bahwa upah pekerja industri mikro dan kecil tidak diwajibkan mengikuti aturan yang disebutkan di Pasal 88, yaitu menggaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR). Alih-alih, upah untuk pekerja usaha mikro dan kecil didasarkan pada kesepakatan bersama antara pemilik usaha dan karyawan yang bersangkutan.
Meski begitu, kita tidak boleh asal menentukan besarannya. Pemerintah juga mengeluarkan beberapa ketentuan yang harus digunakan pelaku UMKM dalam menentukan besaran gaji karyawan. Selain di Perppu Cipta Kerja Tahun 2022, ketentuan ini dipertegas lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2021. Setidaknya, ada dua metode penentuan besaran gaji yang bisa kita gunakan sebagai acuan, yaitu:
Baca Juga: Ketahui Pola Sistem Gaji dan Remunerasi bagi UMKM
1. 50% dari Rata-Rata Konsumsi Masyarakat Provinsi
Upah yang disepakati sekurang-kurangnya berjumlah sebesar 50 persen dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi yang bersangkutan. Persentase dan nilai rata-rata konsumsi masyarakat mengacu pada data yang dikeluarkan oleh lembaga statistik yang berwenang, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.
Misalnya, Pak Heru memiliki usaha di sektor pakaian jadi di DKI Jakarta dan ingin menggaji karyawan. Berdasarkan data BPS Tahun 2022, rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat di DKI Jakarta adalah 2,53 juta rupiah/kapita/bulannya. Maka perhitungan upah karyawan Pak Heru sesuai ketentuan nomor 1 adalah :
Upah Minimum Pekerja UMKM = 50% X Rata-rata konsumsi provinsi/kapita/bulan
Upah Minimum Pekerja UMKM = 50% X Rp 2.530.000,00 (DKI Jakarta)
Upah Minimum Pekerja Pak Heru = Rp 1.265.000,00
2. 25% di atas Garis Kemiskinan Provinsi
Nilai upah yang disepakati sekurang-kurangnya adalah 25 persen di atas garis kemiskinan tingkat provinsi. Karena bisnis Pak Heru berada di Jakarta, maka perhitungannya menggunakan garis kemiskinan penduduk DKI Jakarta sebagai acuan, yaitu di angka 738 ribu rupiah.
Upah Minimum : Angka garis kemiskinan provinsi + (25% X Angka Garis Kemiskinan Provinsi)
Upah Minimum : Rp 738.955 + (25% X Rp 738.955)
Upah Minimum : Rp 738.955 + Rp 184.739
Upah Minimum : Rp 923.694,00
Berdasarkan gabungan perhitungan dari dua ketentuan di atas, maka Pak Heru minimal harus mengupah pekerjanya sebesar Rp 1.265.000,00 atau Rp 923.694,00 setiap bulan. Haram hukumnya bagi usaha mikro dan kecil untuk menggaji karyawan mereka dengan besaran di bawah nominal tersebut di DKI Jakarta. Namun, tentu akan lebih baik lagi jika kita bisa menggaji karyawan setara dengan rata-rata konsumsi harian provinsi, yaitu Rp 2.530.000,00.
Baca Juga: Upah Minimun Regional
Aturan Gaji UMKM Berdasarkan Upah Minimum Regional
Selain membayar dengan perhitungan dan ketentuan yang diatur undang-undang, pemilik bisnis juga bisa memilih untuk membayar karyawannya sesuai ketentuan Upah Minimum Regional masing-masing provinsi. Hal ini terutama berlaku untuk bisnis skala menengah dengan omzet tahunan di atas 15 miliar rupiah. Misalnya saja, untuk Provinsi DKI Jakarta, UMR yang ditentukan pemerintahnya adalah 4,9 juta rupiah. Maka, sebesar itulah upah minimal yang harus dibayarkan untuk karyawan kita setiap bulannya.
Meski aturan ini tidak wajib untuk usaha skala kecil, namun mengupah pekerja kita sesuai UMR bisa berpengaruh besar terhadap kinerja dan kelancaran produksi usaha. Hal ini terutama berlaku pada UMKM yang tengah mencanangkan program ekspor. Pasalnya, mengupah karyawan di bawah standar yang ditentukan negara juga bisa membuat bisnis kita terlihat jelek di mata International Labour Organization yang mengawasi pemenuhan hak-hak karyawan dan buruh dalam kegiatan perdagangan global.
Aturan Upah UMKM untuk Pekerja Paruh Waktu
Selain karyawan tetap, pemilik bisnis kecil dan menengah juga umum menyewa tenaga pekerja paruh waktu atau disesuaikan dengan proyek yang tengah digarap. Untuk pekerja paruh waktu yang artinya termasuk pada golongan karyawan tidak tetap, kita harus membayar sesuai dengan kebijakan gaji perusahaan atau UMR daerah atau provinsi masing-masing. Apalagi jika bisnis kita termasuk skala menengah dengan omzet di atas 15 miliar per tahun yang memang wajib membayar pekerja sesuai UMR masing-masing.
Namun, karena tidak penuh waktu, kita bisa mengupah mereka sesuai dengan jumlah jam kerja atau hari kerja. Karenanya, ada dua jenis metode menghitung upah pekerja paruh waktu yang bisa kita gunakan, yaitu:
1. Upah Sesuai Hari Kerja
Misalnya, Pak Heru tengah menggarap proyek pembuatan seragam SDN 34 Jakarta. Untuk mengerjakannya, ia membutuhkan tambahan beberapa pekerja paruh waktu hingga proyeknya selesai dalam 10 hari. Maka, Pak Heru harus menggaji sesuai dengan besaran gaji per bulan yang telah ditentukan perusahaan dan dibagi 10 hari. Perhitungannya adalah :
Upah Minimum Pekerja UMKM = 50% X Rata-rata konsumsi provinsi/kapita/bulan
Upah Minimum Pekerja UMKM = 50% X Rp 2.530.000,00 (DKI Jakarta)
Upah Minimum Pekerja Pak Heru = Rp 1.265.000,00
2. Upah Sesuai Jam Kerja
Rumus perhitungannya lebih didasarkan pada UMR masing-masing daerah atau provinsi. Masih dalam kasus Pak Heru, jika masing-masing karyawan bekerja selama 6 jam per hari selama 10 hari, maka perhitungannya adalah :
Upah Minimum : Angka garis kemiskinan provinsi + (25% X Angka Garis Kemiskinan Provinsi)
Upah Minimum : Rp 738.955 + (25% X Rp 738.955)
Upah Minimum : Rp 738.955 + Rp 184.739
Upah Minimum : Rp 923.694,00
Baca Juga: Ragam Skema Insentif dari Usaha Kepada Pemilik UMKM
Upah Lembur dan Pemenuhan Insentif Lainnya
Hingga saat ini, pemerintah Indonesia belum memiliki pengaturan resmi tentang pemberian upah lembur, tunjangan hari raya, serta insentif lainnya bagi pekerja di industri kecil dan menengah. Sangat disayangkan mengingat beberapa tahun belakangan UMKM kerap digadang-gadang sebagai “tulang punggung perekonomian” di negara kita.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah bahkan mengklaim bahwa pada tahun 2019, penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM mencapai hampir 97 persen dari keseluruhan jumlah tenaga kerja di Indonesia. Namun, pencapaian yang besar ini akan terlihat kecil jika pemenuhan hak-hak dan kesejahteraan pekerjanya terus-menerus diabaikan.
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Dari Masing-Masing Unit Usaha di Indonesia (Katadata Databooks 2019)
Salah satu permasalahan yang harus dihindari adalah kecilnya pemberian upah lembur pada pekerja UMKM. Kendati belum ada aturan baku tentang hal ini, Perppu Cipta Kerja 2022 turut mengatur jumlah upah lembur untuk karyawan perusahaan besar, yaitu dengan menambah upah sesuai jam kerja tambahan yang mereka lakoni. Hal yang sama juga bisa diterapkan oleh UMKM jika karyawannya bekerja lebih dari 8 jam dalam sehari. Jumlah upah per jamnya didasarkan pada besaran gaji per bulan (bagi usaha mikro dan kecil) atau besaran UMR provinsi (bagi usaha skala menengah). Dengan begitu, karyawan terhindar dari eksploitasi dan merasa dipenuhi haknya dengan pembayaran yang layak.
Selain itu, meski tidak diwajibkan, pelaku UMKM juga bisa memenuhi hak karyawan dengan memberikan THR setiap tahunnya. Besaran THR bisa mengacu pada Perppu yang sama, yaitu sekurang-kurangnya 75 persen dari total penghasilan bulanan karyawan kita.
Selain dua hal di atas, ada pula bentuk kompensasi tidak langsung untuk karyawan yang belakangan wajib dimiliki di Indonesia, yaitu asuransi. Sahabat Wirausaha bisa mendaftarkan masing-masing karyawan tetap ke dalam program asuransi nasional, yaitu BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini telah diatur dalam UU No 24 Tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Walaupun kita harus menyediakan budget khusus setiap bulannya, namun program ini nantinya bisa digunakan karyawan untuk berobat saat sakit atau jika mengalami kecelakaan kerja.
Pemenuhan hak-hak pekerja di industri kecil dan menengah Indonesia memang masih jauh dari kata sempurna. Meski begitu, pelaku UMKM pada prinsipnya selalu bisa mempertimbangkan kepatutan dalam menentukan upah karyawannya masing-masing. Karyawan yang sejahtera terbukti bisa lebih dedikatif dan loyal terhadap bisnis kita. Hasilnya, jalan untuk UMKM Naik Kelas pun akan semakin mudah dilalui.
Jadi, sudahkah kita memberikan upah yang layak hari ini?
Referensi :
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/1...
- https://jakarta.bps.go.id/indicator/23/645/1/garis...
- https://katadata.co.id/amp/agung/berita/6370ec83cc...
- https://theconversation.com/amp/cek-fakta-apakah-u...
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/0...
- https://ukmindonesia.id/baca-deskripsi-posts/ketah...