Pelajaran tentang inovasi - Dalam menjalankan usaha, inovasi telah menjadi sebuah keniscayaan. Inovasi tersebut mencakup inovasi produk, cara pemasaran, hingga penggunaan teknologi. Hanya saja, tidak semua pelaku usaha dapat menerapkan inovasi tersebut.

Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan kemampuan ekspansi melalui dukungan modal dan jaringan. Beberapa pelaku usaha cenderung memiliki modal yang besar serta jaringan yang luas untuk menjalankan inovasi yang mereka lakukan.

Meskipun begitu, modal dan jaringan tidak selalu menjadi penyebab tidak dijalankannya sebuah inovasi. Sebuah buku lama berjudul The Innovator’s Dilemma dapat memberikan pelajaran tentang inovasi  yang tak dapat dilewatkan begitu saja oleh seorang pelaku usaha. Memahami isi buku ini akan membantu Sahabat Wirausaha melihat hambatan sekaligus peluang dalam berinovasi.


Pemain Lama Sangat Mampu Berinovasi 

Salah satu poin besar yang ditekankan Clayton Christensen dalam buku The Innovator’s Dilemma adalah kesalahpahaman bahwa sebuah usaha yang telah ada di pasar cenderung tidak mampu berinovasi. Banyak pendapat mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pelaku usaha tersebut yang sudah nyaman dengan kondisi usaha yang sudah menjadi penguasa pasar. Hal ini membuat mereka dianggap tidak mampu mengidentifikasi peluang yang akan datang.

Menurut buku tersebut, hal ini sepenuhnya salah. Pemain lama sangat memperhatikan inovasi dan sering kali menjadi pihak pertama yang mengembangkan suatu teknologi baru. Hal ini dikarenakan mereka menjadi pihak yang paling memahami kondisi pasar dan mengetahui aspek yang bisa ditambahkan dari industri tersebut. Mereka juga dapat memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki untuk mengembangkan inovasi yang mereka temukan.

Pada pelajaran tentang inovasi ini dapat kita lihat pada perusahaan Kodak, sebuah perusahaan kamera yang mengalami kebangkrutan. Kamera yang dibuat oleh perusahaan ini ditemukan oleh George Eastman dan pertama kali dipasarkan di tahun 1888. Pada saat itu, kamera fotografi menggunakan roll film yang dimasukkan ke dalam kamera untuk kemudian dapat dicetak pada kios tempat Kodak.

Pada 1986, Kodak bahkan menguasai hingga 89 persen industri fotografi di Amerika Serikat. Mendukung apa yang kemudian disampaikan dalam buku The Innovator’s Dilemma, Kodak juga terus berusaha melakukan inovasi. Salah satu karyawannya bernama Steven Sasson sendiri yang kemudian menemukan teknologi kamera digital untuk pertama kali pada tahun 1975.

Kasus serupa juga terjadi pada pelaku usaha di Indonesia. Bagi mayoritas masyarakat Indonesia, e-commerce mungkin selalu dikaitkan dengan inovasi orisinil dari perusahaan rintisan. Akan tetapi, apabila merunut kembali pada sejarah berdirinya e-commerce di Indonesia, maka Sahabat Wirausaha akan menemukan bahwa Lippo Group pernah mendirikan sebuah e-commerce bernama Lippo Shop.

Layanan Lippo Shop memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pemesanan yang dijual oleh Lippo Group melalui call center, membayar lalu dikirimkan. Hal ini tidak terlepas dari inovasi Lippo Group dalam menyediakan layanan yang berguna bagi masyarakat.

Pelajaran tentang inovasi serupa juga dapat pula dilakukan oleh Sahabat Wirausaha dan pelaku UMKM yang skalanya lebih kecil. Dalam menjalankan kegiatan usaha sehari-hari, Sahabat Wirausaha pasti pernah melakukan sebuah inovasi dalam menjalankan usaha, seperti membuat produk baru atau minimal membuat cita rasa baru.

Meskipun begitu, sering kali Sahabat Wirausaha tidak mengingat inovasi yang dilakukan karena pada akhirnya inovasi tersebut tidak terealisasi. Selain membuktikan teori bahwa pemain lama sebenarnya terbiasa berinovasi, fakta tersebut juga membuktikan bahwa tantangan terberatnya bukanlah menemukan inovasi tetapi menjalankannya.

Baca Juga: Peran WhatsApp Business Dalam Inovasi dan Pelayanan Bisnis, Berikut Pembahasannya


Hambatan dalam Eksekusi Inovasi

Dalam mengembangkan inovasi yang dimiliki, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh perusahaan besar. Tantangan pertama bagi pelaku usaha besar adalah kemampuan untuk menilai seberapa penting inovasi yang mereka temukan.

Para pelaku usaha besar cenderung akan menerapkan inovasi yang mereka gunakan kepada konsumen mereka saat ini dengan konsep produk yang sama seperti produk yang mereka sudah miliki. Selain kegagalan menilai urgensi inovasi, perusahaan besar seringkali tidak dapat mengakomodir skala lini produk utama mereka yang telah besar sehingga terdapat ketidaksesuaian antara produk lama dan inovasi produk yang mereka lakukan. Ketidaksesuaian ini yang kemudian membuat inovasi yang diciptakan terlihat tidak signifikan.

Dalam kasus Lippo Shop di atas, pelajaran tentang inovasi yang dilakukan menyasar satu segmen yang sama, yaitu konsumen dari produk Lippo Group. Hal ini membuat e-commerce yang dibuat seperti tidak memberikan nilai tambah terhadap penjualan produk yang dimiliki oleh Lippo Group. Perlu diakui pula, ketidaksesuaian inovasi dengan kondisi pasar yang saat itu belum terbiasa dengan pasar daring juga menjadi penyebab Lippo Shop tidak berkembang dengan baik.

Tantangan lain yang dihadapi oleh pelaku usaha besar adalah persaingan antara lini produk utama dan hasil inovasi. Perusahaan besar bukannya tidak ingin menerapkan inovasi, akan tetapi mereka akan menghadapi kondisi yang sulit ketika hasil inovasi tersebut secara tidak langsung menjadi substitutif dari lini produk utama mereka. Preferensi untuk mempertahankan kondisi aman ini yang kemudian sering membuat perusahaan menilai inovasi produk mereka tidak terlalu penting.

Hal ini yang kemudian terjadi pada perusahaan Kodak. Penemuan kamera digital oleh Steven Sasson pada tahun 1975 ditolak oleh jajaran direksi. Penolakan tersebut terjadi karena penjualan film kamera dan industri percetakan foto pada masa itu sedang menguntungkan.

Keinginan untuk menerapkan suatu teknologi baru dikhawatirkan akan mengubah dominasi dari Kodak. Hal ini dikarenakan sifat substitutif dari kamera digital yang dapat menggantikan kamera film sebagai produk utama Kodak.

Secara garis besar, pelajaran tentang inovasi dari tantangan dalam melakukan eksekusi adalah menggunakan sudut pandang yang baru dalam melihat konsumen. Sahabat Wirausaha harus mampu untuk melihat produk hasil inovasi sebagai sebuah produk baru yang memiliki segmen dan target baru dibandingkan dengan produk saat ini. Dengan berasumsi bahwa produk tersebut memiliki potensi masa depan, perusahaan harus berani mengambil langkah panjang dalam mendorong implementasinya.

Langkah ini yang diambil oleh beberapa produk minuman kekinian seperti Kopi Kenangan dan Janji Jiwa. Keduanya mengembangkan lini makanan ringan seperti roti dan toast sebagai sebuah hasil inovasi dari produknya.

Inovasi ini tidak hanya menempatkan makanan ringan tersebut hanya sebagai pelengkap dari minuman kopi kekinian yang telah dimiliki, tetapi juga memposisikannya sebagai produk utama. Mereka berharap konsumen yang datang tidak membeli roti sebagai pelengkap kopi, tetapi justru sebaliknya, membeli roti sebagai menu utama.

Sahabat Wirausaha dapat menggunakan pendekatan tersebut juga dalam menjalankan inovasi produk. Sebagai contoh, Sahabat Wirausaha yang memiliki usaha menjual nasi goreng pedas dapat melengkapi bisnisnya dengan menjual produk gorengan.

Apabila menerapkan konsep inovasi di atas, Sahabat Wirausaha tidak akan memperlakukan gorengan sebagai pelengkap dari produk nasi goreng tetapi justru menjadi menu utama dari bisnis yang dijalankan.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!


Dampak Kegagalan Inovasi Terasa Pada Jangka Panjang

Dampak dari keengganan melakukan inovasi tidak dapat terasa dalam jangka waktu pendek. Bisnis yang tidak melakukan inovasi akan tetap berjalan dan menghasilkan keuntungan hingga beberapa waktu ke depan. Hal ini dikarenakan, inovasi tidak memiliki dampak secara langsung terhadap produk maupun penjualan pada masa saat ini. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, pelaku usaha yang tidak melakukan inovasi akan tertinggal.

Dalam kasus Kodak dan Lippo Group, kegagalan kedua perusahaan tersebut dalam menjalankan inovasi tentu memiliki dampak yang cukup besar pada beberapa tahun kemudian. Kodak yang sebelumnya menguasai pasar fotografi harus dinyatakan bangkrut pada tahun 2012 karena, ironisnya, tidak bisa bersaing dengan teknologi kamera digital. Meskipun pada tahun 2005 Kodak sempat mengeluarkan kamera digital, akan tetapi langkah tersebut dinilai telah cukup terlambat.

Nasib Lippo Group sedikit lebih baik, dimana mereka masih eksis hingga saat ini. Akan tetapi, mereka melewatkan kesempatan untuk menjadi pemain di industri e-commerce. Seperti yang  diketahui, industri e-commerce sendiri saat ini cukup berkembang dan memiliki peran penting dalam mendorong kegiatan perekonomian masyarakat. E-commerce juga secara tidak langsung menjadi kompetitor dari penyedia pusat perbelanjaan, dimana Lippo Group merupakan salah satu pelakunya dan sedang mengalami penurunan.

Dampak negatif ini disebabkan oleh perubahan yang dilakukan oleh kompetitor maupun konsumen. Perubahan yang dilakukan kompetitor biasanya berupa dalam bentuk inovasi produk yang lebih baik jika dibandingkan dengan produk yang dimiliki oleh pelaku usaha sedangkan perubahan yang berasal dari masyarakat dapat disebabkan oleh perubahan pola konsumsi yang membuat konsumen tidak lagi tertarik menikmati produk atau jasa yang ditawarkan.

Sebagai contoh, banyak pelaku usaha toko kelontong yang telah berdiri bertahun-tahun dan tidak melakukan inovasi. Mereka hanya menawarkan produk yang sama tanpa melakukan pembaharuan berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas dari layanan mereka. Seperti yang disebutkan di atas, mereka menghadapi dua tantangan yang setelah beberapa lama tidak melakukan inovasi.

Tantangan pertama pelajaran tentang inovasi dari salah satu tetangga mereka yang mungkin membuka toko serupa dengan layanan yang lebih baik, seperti memungkinkan untuk mengisi pulsa hingga voucher game di toko kelontong yang dimiliki. Tantangan lainnya dapat berasal dari konsumen yang juga membutuhkan produk-produk yang tidak tersedia di toko yang tidak berinovasi tersebut. Hal ini membuktikan bahwa inovasi perlu dilakukan dalam segmen terkecil.

Baca Juga: 7 Tips Meningkatkan Kreativitas untuk Pelaku UMKM Agar Dapat Terus Berinovasi


Memulai dari Segmen yang Kecil

Dalam buku The Innovator’s Dilemma, masalah dalam mengetahui seberapa penting sebuah inovasi biasanya dimulai dari ketidakmampuan melihat dan memenuhi kebutuhan sederhana. Banyak pelaku usaha besar yang terbiasa melihat bisnis dalam skala besar sehingga melupakan aspek sederhana dari konsumen yang masih dapat dibisniskan. Kisah Gojek yang melihat adanya gap antara permintaan dan penawaran pada industri transportasi membuat mereka dapat melakukan inovasi yang berdampak besar.

Oleh karena itu, dalam memulai sebuah inovasi, Sahabat Wirausaha harus mulai melihat peluang dari hal-hal sederhana. Lakukan identifikasi peluang dari produk yang saat ini sudah dimiliki dengan mempertanyakan inovasi apa yang dapat membuat konsumen lebih membutuhkan usaha yang dimiliki Sahabat Wirausaha. Perlu diperhatikan bahwa inovasi tersebut juga harus mampu menghasilkan keuntungan bagi bisnis yang dijalankan.

Clayton Christensen juga menyampaikan bahwa penerapan inovasi pada awalnya mungkin tidak terlihat menguntungkan. Akan tetapi, Sahabat Wirausaha tidak boleh mengambil kesimpulan terlalu cepat mengenai keberhasilan inovasi yang dilakukan.

Inovasi tersebut harus diukur dalam jangka waktu serta disertai dengan dukungan usaha sehingga dapat terlihat dampaknya. Sekali lagi, kisah Gojek dapat menjadi referensi bagaimana perusahaan dengan tingkat inovasi yang tinggi membutuhkan proses supaya inovasi tersebut bisa diterima oleh konsumen.

Dengan beberapa poin yang telah disampaikan di atas, Sahabat Wirausaha diharapkan mampu melihat inovasi dengan lebih luas. Inovasi bukan hanya soal ide yang harus dibiayai, tetapi inovasi adalah pembeda yang bisa diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, mari Sahabat Wirausaha mulai berinovasi dari sekarang.

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Referensi:

  1. Christensen, Clayton M. The Innovator's Dilemma. Harvard Business Review Press, 2016.
  2. Nugraha, Jevi A, Kodak Menemukan Kamera Digital pada 1975, Tapi Kenapa Bangkrut? (Juli 28, 2023), Merdeka.com, https://shorturl.at/fKBw8 
  3. Laucereno, Sylke F., Dear Tukang Belanja Online, Wajib Tahun Nih Sejarah E-Commerce di RI (Maret 7, 2021), detikfinance, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5483973/dear-tukang-belanja-online-wajib-tahu-nih-sejarah-e-commerce-di-ri