Kedatangan pandemi lebih dari setahun lalu telah membuat hampir semua sektor bisnis tiarap. Angka penjualan terjungkal ke titik terendah dan krisis ekonomi tinggal selangkah lagi dari melanda dunia. Dilansir dari Tempo.co, data World Economic Outlook pada bulan April 2020 menunjukkan bahwa IMF memprediksikan perekonomian dunia merosot hingga ke minus tiga persen hingga akhir tahun. Belum lagi kebijakan baru-baru ini membuka lebih luas perdagangan barang impor lewat platform digital yang harganya kelewat murah.

Untuk menghindari kerugian besar, banyak pebisnis yang beradaptasi dengan mengikuti perubahan perilaku konsumen selama pandemi. Salah satunya adalah dengan mengalihkan fokus kegiatan bisnis ke ranah digital. Nah, bagaimana media sosial merubah cara pedagang dan pelanggan berkomunikasi? Dan bagaimana praktik beriklan bergeser ke digital ads dan pemakaian influencer? Yasa Singgih dan Jason Surya, dua orang pebisnis muda, membagi pengalaman mereka tentang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk bersaing di masa pagebluk pandemi setahun belakangan.


Mengungguli Persaingan di Platform Online dengan Personal Branding

Kebijakan pemerintah baru-baru ini di bidang ekonomi dan perdagangan seperti membuka keran produk impor lebar-lebar. Belum lagi, salah satu platform digital mulai mengizinkan pengusaha luar negeri membuka lapak di aplikasi mereka, dengan sistem pemesanan langsung ke toko di negara bersangkutan. Harganya pun dibandrol sangat murah, dengan rata-rata diskon di atas 50%. Ongkos kirim pun dibuat terlalu murah, hingga layaknya biaya kirim antar-kota saja. Kondisi ini menjadi masalah tersendiri untuk teman-teman UKM yang merupakan produsen lokal. Pada akhirnya, banyak yang merasa tidak mampu untuk bersaing dengan produk sejenis.

Baca Juga: Menentukan Unique Selling Proposition

Yasa Singgih, CEO dan Founder brand men lifestyle Men’s Republic, memiliki pengalaman yang kurang lebih mirip dengan kasus ini. Menurutnya, persaingan industri sepatu dalam negeri sekarang semakin ketat, begitu pula persaingan antara produk lokal dengan produk impor yang seringkali membandrol harga kelewat murah. Bahkan, jika ingin belanja di Alibaba dan Shopee juga bisa langsung pesan. Dan ongkos kirimnya juga sangat murah, hampir sama saja dengan ongkos kirim dari luar kota. Taktiknya, menurut Yasa, pertama-tama adalah dengan tidak ngotot untuk bersaing di harga. Sebab, soal itu tentu kita akan kalah. “Harga sepatu dari negara Cina, dengan harga sol produk saya, masih lebih mahal harga sol saya, “ ujar Yasa, menjelaskan ketimpangan harga yang terjadi.

Untuk mengakali hal ini, kita punya kesempatan untuk bersaing di cerita usaha kita, di personal branding. Artinya, kita mempresentasikan brand atau dagangan kita dengan cerita dan sejarah di baliknya, agar pelanggan tertarik untuk membeli. Ubah cara berjualan kita dari hard-selling menjadi soft-selling, alias menjual secara halus, dengan mengedepankan image brand. Pastikan barang atau jasa yang kita produksi punya nilai unik, kualitas tersendiri dan bermanfaat bagi konsumen. Selain itu, kita juga bisa mengangkat isu-isu sosial atau lingkungan yang berdampak positif bagi khalayak luas.

Baca Juga: Cara UMKM Menetapkan Target Usaha

Contoh yang paling sederhana, adalah dengan melihat brand Apple dari Amerika. Secara harga, Apple mustahil bisa menang melawan Huawei, Oppo, atau Xiaomi. Meski begitu, orang-orang tetap mau membeli produk mereka. Semua itu karena brand Apple punya cerita, history, dan brand image yang kuat. Contoh kasus lainnya adalah perilaku konsumen di industri sepatu. Walaupun ada sepatu dengan harga 70 ribu hingga 90 ribu rupiah, namun tetap banyak orang lebih suka membeli Hush Puppies, Reebok atau Nike. Mengapa? Sekali lagi, hal ini karena brand mereka punya value, punya cerita.

Teman-teman UKM harus tahu bahwa saat ini adalah eranya brand, bukan hanya era komoditi. Sekarang ini adalah era yang pas untuk bersaing di ranah brand, dengan paparan sosial media yang kuat. Penggunaan internet yang tepat bisa membantu kita membangun kualitas brand image dan mempromosikannya. Dalam kondisi seperti ini, jauh lebih masuk akal jika kita bersaing dengan mengedepankan dan membangun brand image. Kita tidak perlu menjadi brand yang benar-benar premium seperti Apple, namun kita bisa menjadi brand yang setidaknya punya cerita yang menjual atau berdampak positif pada masyarakat.

Baca juga: Pola Struktur Organisasi bagi UMKM


Selangkah Lebih Maju dalam Promosi dengan Digital Advertising

Sekian lamanya, komunikasi antara produsen dan konsumen dilakukan dalam bentuk fisik, entah itu dengan beriklan di media cetak (koran dan majalah) maupun lewat saluran radio dan televisi. Namun, perkembangan teknologi terkini mengizinkan sebuah brand mengembangkan jangkauannya lebih luas dengan konsep promosi digital. Dilansir dari Tempo.co, Nielsen Indonesia mendata bahwa sebanyak 80% konsumen mencari berita dan informasi lewat sosial media.

Artinya, masyarakat saat ini lebih banyak menggunakan sosial media dan internet, dibandingkan dengan menyaksikan televisi atau radio. Ditambah lagi, beberapa tahun belakangan media sosial menawarkan fitur iklan digital, seperti Instagram Ads, Facebook Ads, hingga TikTok Ads. Hal inilah yang menjadi solusi promosi di masa pandemi. Dengan prinsip “low budget, high impact”, teman-teman UKM bisa mengoptimalkan pemakaian budget yang terbatas di kondisi pagebluk, dengan menggunakan strategi promosi yang tepat sasaran lewat teknologi digital.

Baca Juga: Apa itu Kepemimpinan yang Melayani?

Yasa sendiri mengaku bahwa timnya memakai banyak digital ads, mulai dari Instagram, Facebook, Google, hingga TikTok Ads. Semua ini dijalankannya dengan membayar engineer. Digital Ads memiliki cara kerja yang sangat teknikal. Pilihannya ada tiga, yaitu kita kerjakan sendiri dengan belajar sendiri, menyewa orang yang memang mengerti digital ads untuk perusahaan kita, atau yang terakhir, menggunakan agensi digital marketing yang memang sudah berkecimpung di dunia itu. Dalam pengalamannya, Yasa sempat mencoba untuk mengelola sendiri, dengan ikut kursus dan belajar lengkap teknis pemakaian iklan digital. Hal ini membutuhkan proses yang lama, sekitar satu hingga dua tahun. Lama kelamaan, karena tidak bisa menangani sendirian, ia mulai beralih menggunakan jasa agensi. Saat sudah semakin paham bagaimana cara kerjanya, Yasa dan tim berpindah dengan menyewa seorang ahli digital marketing sebagai karyawan di perusahaannya, sehingga pengelolaan data dilakukan secara internal. “Intinya, kita harus mengerti konsepnya, bagaimana iklan ini bekerja, namun secara teknis tidak perlu terlalu paham,” jelas Yasa.

Sementara Jason Surya, anak berusia 13 tahun yang merupakan Founder Tang Kitchen Surabaya, mengatakan bahwa penggunaan masing-masing sosial media ads akan bergantung pada pasar yang kita sasar. Artinya, kita harus menyesuaikan pemakaiannya dengan segmen pasar produk kita. Jika segmennya adalah anak muda, maka akan lebih cocok menggunakan Instagram dan TikTok Ads. Sementara jika yang disasar adalah ibu-ibu, maka akan lebih baik menggunakan Facebook Ads. Saat ini, dalam mengelola iklan digital, tim marketing Jason memanfaatkan jasa agensi. “Kami membuat konten sendiri untuk iklan, namun publish-nya dengan agensi,” papar Jason. Agensi yang mengkhususkan diri untuk mengelola promosi dan iklan secara digital di sosial media saat ini memang sudah terbilang ramai. Sebut saja, agensi ChubbyRawit Digital Marketing, Milkyway Studio, MERAKI Visual, Go Mobile, hingga layanan IKLANKU. Jika mau, tidak ada salahnya juga teman-teman UKM mencoba.

Baca Juga: Beberapa Skema Transformasi Untuk Menjadi Bisnis yang Lebih Bertanggung Jawab Sosial dan Lingkungan


Menggaet Influencer dalam Promosi Digital

Selain bermain di iklan sosial media, teman-teman UKM juga bisa memanfaatkan jasa influencer di masa pandemi ini. Influencer merupakan seorang tokoh atau figur yang memiliki pengaruh besar di masyarakat, terutama ke para pengikutnya di sosial media. Seorang influencer juga umumnya memiliki segmen-segmen pasar tersendiri dan kita harus pandai membacanya. Nah, Yasa dan Jason juga menggaet para influencer untuk endorsement produk mereka. Ia memberikan produk ke influencer. Kami menggunakan influencer, baik skala makro maupun skala mikro. Bahkan, Men’s Republic sempat menggaet Chelsea Islan yang notabene seorang influencer makro skala nasional.

Tingkat keefektifan seorang influencer untuk meningkatkan brand awareness terhadap produk kita juga tidak melulu terlihat dari jumlah followers. Misalnya saja, kita bisa menekan biaya promosi dengan menggunakan influencer nano, yaitu tokoh yang memiliki followers banyak, namun tak sampai lebih dari 10 ribu followers. Meskipun jumlahnya sedikit, namun biayanya juga lebih murah dan seorang influencer nano terkenal lebih dekat dengan para pengikutnya, sehingga lebih efektif untuk promosi. Tentu saja, dalam memilih influencer yang tepat kita juga harus pertimbangkan profil produk. Jika produk kesehatan, tentu lebih tepat menggaet influencer yang berprofesi dokter, bukan?

Baca Juga: Mengidentifikasi Peta Persaingan Supaya Bisnis Tetap Unggul


Berapa banyak budget promosi dari omzet?

Yasa menyatakan 10% dari total omzet. Sementara Jason lebih tinggi, di angka 15%. Namun, ini tidak berarti lebih banyak alokasi dana promosi lebih baik. Tergantung juga dengan value brand masing-masing. Yasa dengan brand Men’s Republic yang sudah diusung bertahun-tahun, dan saat ini sudah dikenal khalayak, bisa dengan nyaman menargetkan budget lebih rendah untuk promosi. Akhirnya, budget promosi hanya untuk memastikan bagaimana pelanggan makin tinggi nilai belanjanya terhadap produk mereka. Sementara Tangkitchen yang baru mulai dua tahun, mungkin saja menargetkan budget promosi lebih tinggi justru agar brand-nya lebih banyak dikenal.

Semua langkah yang dilakukan Jason dan Yasa dalam menghadapi pandemi, tidak lepas dari mengadopsi gaya bisnis secara digital. Dengan cara ini, mereka bisa tetap bertahan. Karenanya, teman-teman UKM juga diharapkan mampu beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat saat ini dan kembali meraup omzet. Saatnya UKM naik kelas!

Baca Juga: Membangun Tim Dengan Budaya Inovasi

Jika sahabat UKM ingin tahu lebih lanjut mengenai tips bisnis dalam artikel ini. Yuk tonton Webinar APINDO UMKM Akademi bertajuk “Memulai Bisnis Kreatif Sejak Dini, Kenapa Tidak?” yang bisa diakses lewat link ini.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Referensi :

  1. inforial.tempo.co
  2. wartaekonomi.co.id