Sumber : SwiperApp

QRIS berbayar - Per 1 Juli 2023, Bank Indonesia (BI) menetapkan tarif merchant discount rate (MDR) baru untuk layanan QRIS sebesar 0,3% bagi usaha mikro dan ultra mikro. Sementara untuk pengusaha dan transaksi lainnya, tarif MDR yang dikenakan adalah sebesar 0,7%.

MDR sendiri merupakan tarif yang ditetapkan bagi pedagang oleh BI selaku bank sentral di Indonesia, sebagai biaya layanan QRIS yang dipotong dari transaksi pada merchant QRIS kepada para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan QRIS. Artinya, setiap transaksi pembayaran yang dilakukan via QRIS kini akan dipotong 0,3 persen. Sebelumnya, tarif yang berlaku sejak 2021 hingga 30 Juni 2023 lalu adalah 0% untuk pedagang mikro dan ultra mikro.

Per Februari 2023, BI mencatat jumlah pedagang alias merchant pengguna QRIS sudah di angka 24,9 juta. Sementara total nominal transaksi yang sudah berlangsung telah mencapai 12,28 triliun rupiah dengan volume transaksi sebesar 121,8 juta. Tak ayal, pemberlakuan tarif baru ini mengundang pro-kontra dari pihak pedagang mikro dan ultra-mikro.


QRIS Berbayar, Demi Peningkatan Kualitas Layanan

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, menjelaskan bahwa penetapan tarif baru ini merupakan langkah normalisasi tarif QRIS yang selama ini disubsidi oleh BI. Alasan pemberlakuan biaya ini pun digambarkan sebagai langkah baik untuk pengembangan QRIS kedepannya.

“Penyesuaian MDR untuk pedagang usaha mikro (Umi) yang terakhir ini juga dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan kepada pedagang dan pengguna,” terang Erwin, seperti yang dikutip dari CNBC Indonesia.

Menurutnya, biaya MDR dengan besaran yang telah ditentukan tersebut justru lebih dimaksudkan untuk mengganti biaya operasional dan investasi yang telah dikeluarkan oleh berbagai pihak yang turut andil dalam penyelenggara transaksi QRIS selama ini. Pihak-pihak yang dimaksud, antara lain adalah Penyedia Jasa Pembayaran (BI), Lembaga Standar, Lembaga Switching, dan Lembaga Servis.

Ia menegaskan bahwa BI tidak memperoleh porsi pendapatan dari potongan MDR QRIS ini. Dipastikannya, penetapan tarif baru murni bertujuan menjaga keberlanjutan penyelenggaraan layanan QRIS, khususnya untuk meng-cover biaya yang timbul.


Larangan Pedagang Bebankan MDR ke Pelanggan Undang Aneka Reaksi

Dilansir dari CNN Indonesia, sejumlah pedagang kecil menyatakan keberatan dengan pemberlakuan tarif baru QRIS oleh BI. Pasalnya, dalam aturan BI yang telah berlaku sejak 2021, pedagang dilarang membebankan biaya MDR kepada konsumen dan pelanggannya. Saat tarif MDR yang berlaku masih 0%, tentu hal ini tak jadi masalah. Namun, kenaikan tarif menjadi 0,3% membuat mereka cukup kebingungan.

Mau tak mau, kedepannya pedagang kecil merasa harus menaikkan harga untuk menutupi potongan MDR layanan QRIS. Contohnya adalah salah satu penjual ketoprak bernama Putra yang diliput CNN Indonesia.

Putra memaparkan bahwa ia cenderung memilih menginfokan langsung kepada pelanggan yang ingin membayar dengan QRIS, bahwa kini ada biaya tambahan yang dikenakan. Seporsi ketoprak yang tadinya Rp 13.000,- dinaikkan harganya menjadi Rp13.500,-, khusus untuk pengguna QRIS. Jika pelanggan keberatan, ia akan menawarkan pembayaran tunai yang tidak dikenai biaya apapun.

Sementara itu, salah satu konsumen warung tegal yang terbiasa membayar dengan QRIS, mengaku kaget dengan kenaikan harga sarapannya. Seporsi nasi dan lauk yang sebelumnya berharga Rp11.000,- dinaikkan oleh penjual menjadi Rp12.000,-.

Ada pula pendapat lain dari akun LBH Pase yang berkomentar pada unggahan tarif baru layanan QRIS di halaman Instagram resmi BI. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menggeser kepopuleran layanan QRIS dengan layanan lain, seperti mobile banking dan BI Fast. Saat ini, layanan m-banking sesama bank memang memberlakukan tarif gratis, sementara transfer antar-bank via BI Fast hanya membayar Rp2.500,- rupiah berapapun nominal transaksinya.


Bagaimana Menyikapi Kebijakan Tarif QRIS dengan Bijak?

Jika kita amati reaksi pedagang kecil di atas, beberapa di antara mereka justru menaikkan harga produk sebesar 500 - 1000 rupiah, atau sekitar 3-9% dari harga awalnya. Padahal, tarif biaya transaksi QRIS hanya 0.3%. Artinya, pedagang menaikkan harga sekitar 10 sampai 30 kali lipat lebih tinggi daripada tarif QRIS itu sendiri.

Menurut Dewi Meisari, Co-Founder sekaligus Deputy Advisor UKMINDONESIA.ID, fenomena ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan, antara lain:

  1. Literasi keuangan yang rendah, sehingga pedagang atau merchant menaikkan harga murni secara intuitif saja. Secara psikologis, mungkin karena sekarang 1000 rupiah terasa seperti pecahan uang fisik yang terkecil; dan jika dinaikkan hanya sekitar 50 hingga 100 rupiah, maka akan menjadi kentara bahwa pedagang membebankan biaya QRIS ke konsumennya. Padahal, praktik ini dilarang BI. Aturan ini dan rendahnya literasi keuangan, akhirnya membuat mereka merasa serba salah dalam mengelola harga.
  2. Pedagang bisa saja mencari kesempatan untuk mengambil keuntungan, tanpa menyadari risiko dampaknya terhadap ketidaknyamanan bagi pelanggan.
  3. Sekedar tidak rela bayar saja. Padahal sejatinya, mereka bisa menilai untung rugi penggunaan layanan QRIS, seperti halnya mereka membayar pulsa internet atau bahkan membayar sewa lapak kios mereka, yaitu untuk menunjang bisnis dengan meningkatkan kenyamanan opsi pembayaran ke konsumennya.

“Pada intinya, semua ini menunjukkan masih rendahnya tingkat literasi keuangan maupun kecakapan bisnis pelaku Usaha Mikro kita pada umumnya,” ujar Dewi.

Mengetahui situasi lapangan dan pola pikir banyak pelaku Usaha Mikro masih seperti itu, Dewi menyayangkan pemberlakuan tarif ini dilakukan di saat kebiasaan QRIS baru saja dimulai, dan investasi untuk edukasi literasi keuangan dan perluasan akses inklusi keuangan masih sangat diperlukan. "Yang pasti, pekerjaan kami sebagai pendidik dan pendamping digitalisasi Usaha Mikro dan UKM akan jadi lebih menantang", ujarnya.

Pembebanan biaya layanan sejatinya adalah hal yang wajar dan tak terelakkan, sebab layanan digital pun butuh biaya operasional dan maintenance. Namun, trauma pelaku UMKM terhadap naiknya tarif layanan marketplace tahun lalu mungkin masih menghantui. Kenaikan tersebut cukup membebani mereka. Namun, lagi-lagi, hal ini mungkin karena rendahnya literasi digital dan kompetensi manajemen bisnis mereka yang masih memerlukan edukasi serta pendampingan, agar benar-benar bisa memanfaatkan teknologi tersebut dengan optimal. Hanya dengan begitu, mereka bisa tetap mencetak profit dan bertahan walau masih harus membayar biaya-biaya layanan tadi.

Di sisi lain, BI tetap yakin bahwa kenaikan tarif akan tetap menguntungkan pelaku usaha kecil serta mendorong inklusi keuangan dalam jangka panjang. "Dengan kualitas layanan, inovasi dan keandalan QRIS yang lebih baik, akan mendukung kegiatan ekonomi pedagang usaha mikro yang pada akhirnya akan semakin meningkatkan adopsi QRIS," pungkas Erwin.

Referensi :

  1. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230705185018-78-969939/pedagang-keberatan-bi-kenakan-biaya-layanan-qris-per-1-juli-2023
  2. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230706194109-8-452064/pedagang-soal-biaya-layanan-qris
  3. https://www.cnbcindonesia.com/market/20230704150326-17-451186/bi-tetapkan-tarif-baru-qris-03-ini-alasannya
  4. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230706131119-4-451905/tak-lagi-gratis-segini-tarif-baru-qris
  5. https://www.antaranews.com/foto/3622218/tarif-baru-layanan-qris-bagi-usaha-mikro