https://cf.shopee.co.id/file/b64422be6ea5381a2a9ea291ed69efc5

Sumber gambar : Shopee Anacaraka

Potensi bisnis yang bisa digali dari unsur-unsur seni dan budaya Nusantara seolah tak pernah ada habisnya. Beberapa tahun belakangan, semakin banyak Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang menggabungkan kebutuhan masyarakat dengan seni dan melahirkan produk-produk khas daerahnya masing-masing. Salah satu UKM tersebut adalah Anacaraka, yang memadukan kebaya, pakaian tradisional Indonesia, dengan goresan lukis seniman-seniman Bali. Setelah bertahan selama satu dekade, bisnis ini sukses berkembang hingga menerima pesanan dari mancanegara. Seperti apa lika-liku perjalanan Anacaraka? Dan bagaimana bisnis ini tegap bertahan selama pandemi? Ida Ayu Harmaita Wijayanti, pendiri Anacaraka, membagi kisahnya di sini.

Karya Seniman Bali dalam Kebaya Kartini

Dalam dunia fashion, kebaya Anacaraka yang menggunakan motif lukisan para seniman asli Bali, terbilang unik. Kita tidak pernah menjumpai yang seperti ini sebelumnya dan lukisan yang digambar langsung di kain kebaya membuat produk ini menonjol.

Baca Juga : Cerita Inspirasi, Zie Batik Semarang

Ida Ayu Harmaita sendiri mendapatkan ide untuk membuat Anacaraka saat masih duduk di bangku kuliah. Lulusan fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana ini memulai karir sebagai enterpreneur dengan mengikuti sebuah kompetisi dan memasukkan ide proposal bisnis. Harmaita mengaku tertarik pada menggeluti usaha ini karena menurut pengamatannya, peluang bisnis kebaya punya tren yang bagus di Bali. Permintaan pasar terhadap produk ini bersifat kontinyu, alias berkelanjutan. “Saya lalu ingin mencantumkan unsur budaya Bali pada kebaya tersebut, sehingga lahirlah produk kebaya lukis,” paparnya.

Dari sinilah Anacaraka bermula, hingga akhirnya didirikan secara resmi pada 31 Agustus 2011. Pilihan nama ini pun punya nilai filosofis sendiri. Kata Anacaraka diambil dari aksara Bali, yang memiliki arti sebuah utusan hidup berupa nafas. ”Kami berharap, Anacaraka dapat menjadi nafas bagi seniman lukis dalam berkarya, dan setiap karya Anacaraka dapat bernafaskan seni dan budaya,” tutur Harmaita.

Dalam proses produksinya, Harmaita memastikan selalu ada seniman asli Bali yang terlibat. Setiap harinya, ada lebih dari 5 orang pelukis yang menjadikan kain kebaya dan kain tenun sebagai kanvas mereka. Setelah selesai dilukis dan dikeringkan, kain-kain kemudian baru dijahit dengan model kebaya Kartini. Warna- yang digunakan biasanya adalah warna-warna cerah yang mudah menarik mata.

Baca Juga : Peluang Pasar Fashion Batik

Meskipun saat ini pengembangan usaha Anacaraka terbilang baik dan punya omzet yang cukup stabil, namun di masa-masa awal Harmaita sering kesulitan dalam mempromosikan produknya. Di tahun 2011, produk unik ini belum menemukan target tetapnya dan dipandang biasa saja oleh masyarakat. Ida Harmaita tidak menyerah, ia berusaha menunjukkan eksistensi produknya dengan mulai mengikuti pameran-pameran lokal di Bali. Perlahan-lahan, usahanya ini membuahkan hasil. “Kala itu, hampir di satu tahun pertama hanya untuk pengenalan saja,” paparnya.

Saat ini, Anacaraka sudah mengembangkan produknya menjadi lebih beragam. Selain kebaya dan kain tenun, tim mereka juga memproduksi kipas lukis, tas lukis, masker lukis, hingga baju-baju casual ready to wear bermotif lukisan. Paling baru, kini pelanggan juga bisa memesan produk custom dengan meminta dibuatkan motif lukisan, warna, dan model pakaian sesuai keinginan pribadi.

“Sasaran pasar Anacaraka sendiri adalah para perempuan dari kalangan menengah ke atas yang berusia di atas 30 tahun,” ujar Harmaita. Target ini selaras dengan kisaran harga kebaya lukis Anacaraka yang dimulai dari Rp. 375.000,- hingga Rp. 2.750.000,- per lembarnya. Diakui Harmaita, bahwa meskipun sudah banyak mengembangkan produk baru, namun yang paling laris tetap produk kebaya lukis dan tenun lukis, terutama yang bermotif burung Cenderawasih. Selain itu, tema yang berulang di motif produk Anacaraka adalah lukisan tarian-tarian serta gadis-gadis Bali.

Baca Juga : Strategi Bisnis Kuliner Bertahan Dan Bangkit di Kala Pandemi

Bertahan di Kala Pandemi Dengan Masker Lukis

Diakui oleh Ida Harmaita, bahwa pandemi memang membuat bisnisnya lumayan terpukul. Anacaraka mengalami penurunan omzet cukup drastis. Dan mereka tidak lagi mempekerjakan seniman tambahan, melainkan hanya 5 orang seniman di dalam pabrik saja. Namun, ia tidak menganggap kondisi ini sebagai sinyal untuk menyerah. Menurutnya, justru dalam kondisi seperti sekarang seorang perempuan harus mampun menjadi penyelamat keluarga.

“Ibarat dalam sebuah kapal besar yang hampir karam, maka seorang perempuan menjadi sekoci untuk menyelamatkan para penumpang dalam kapal tersebut,” ujarnya seperti yang dikutip dari website rri.co.id di Denpasar. Turunnya omzet membuat Harmaita harus memutar otak dalam menjual produk-produk di luar kebaya dan tenun lukis guna mencari pendapatan tambahan untuk sekadar bertahan. Ia lalu banting stir memproduksi barang yang sedang dibutuhkan masyarakat banyak : masker.

Dayu Harmaita mulai membuat masker lukis di bulan Maret 2020. Ia menggaet para seniman yang biasa melukis kebaya dan tenun dengannya untuk menerjakan masker. Motifnya pun sama, yaitu fauna seperti burung Cenderawasih, bunga-bungaan, dan motif budaya Bali atau budaya Nusantara yang menyesuaikan dengan pesanan. Dayu Ita juga membuat motif tematik, seperti motif merah putih dan burung Garuda menjelang hari Kemerdekaan di bulan Agustus.

Baca Juga : Lima Skema Perlindungan dan Pemulihan UMKM di Tengah Pandemi Covid-19

Anacaraka – Gerai Angkasa Pura

Sumber gambar : https://www.google.com/search?q=Anacaraka+kebaya&h...

Masker lukis ini segera saja menjadi laris manis. Dilansir dar Tribun Bali, dengan skema penjualan secara online 90% dan secara offline 10%, Dayu Harmaita bisa menjual lebih dari 1.500 pcs masker dalam sebulan. Harga jualnya berkisar antara Rp. 75.000,- hingga Rp 300.000,- tergantung pada tingkat kerumtan dan detail yang digunakan dalam motif lukisnya. Saat ini, dengan dibantu 15 orang pekerja yang berlatarbelakang sebagai seniman, tim Anacaraka bisa membuat 30 masker dalam sehari.

Menariknya, pandemi juga membuka jangkauan pasar Anacaraka menjadi lebih luas. Dalam setahun belakangan, penjualan masker lukis sudah menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia, dengan pesanan paling banyak datang dari Jakarta. Beberapa waktu lalu, Dayu Harmaita juga menerima pesanan dari Amerika Serikat sebanyak 100 pcs masker. Ini tentu jadi pencapaian sendiri bagi Anacaraka, yaitu menyentuh pasar mancanegara.

Dari Anacaraka, Sahabat Wirausaha bisa belajar untuk tidak terlalu terpuruk dalam kegagalan selama pandemi. Jika kita tidak menyerah dan pintar membaca kebutuhan masyarakat secara aktual, kita justru bisa mengubah situasi ini menjadi kesempatan baru untuk mengembangkan bisnis.

Baca Juga : Peluang Pasar Produk Masker


Referensi :

https://rri.co.id/denpasar/peristiwa/990133/hari-perempuan-dunia-turun-omzet-perempuan-harus-bertahan?utm_source=terbaru_widget&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign

https://bali.tribunnews.com/2020/08/08/produksi-masker-lukis-dayu-harmaita-raup-omzet-rp-75-juta-per-bulan