UKM Indonesia sudah beberapa kali mengadakan pelatihan dan bincang bisnis yang bertema UKM bisa ekspor, karena banyaknya pertanyaan “memang UKM bisa mengembangkan pasar, bahkan sampai ekspor?”. UKM bisa lho mengekspor produknya ke luar negeri, dengan syarat bahwa sahabat Wirausaha bisa membuktikan bahwa produknya sudah memenuhi standar tertentu yang sudah ditetapkan.

Baca Juga: Pendampingan Standar Mutu Untuk Meningkatkan Kontribusi Ekspor UMKM

Hal ini juga ditekankan oleh Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM, bahwa penting bagi pelaku UKM untuk melakukan standarisasi dan sertifikasi produk jika ingin memasuki pasar global. Produk UKM Indonesia masih belum bisa memenuhi standar global. Saat ini, hanya 1,2 juta UKM yang memiliki sertifikat merek dan 49 ribu UKM yang memiliki sertifikat paten. Jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah semua UKM di Indonesia yang berjumlah 64 juta. Inilah juga mengapa UKM kesulitan untuk meningkatkan penjualan di pasar domestik.

Jadi bagaimana bisa bersaing di pasar global, jika di pasar domestik saja masih belum bisa bersaing karena belum adanya standardisasi dan sertifikasi ini. Yuk kita bahas pentingnya standardisasi dan sertifikasi sebagai bukti formal kualitas.

Baca Juga: Langkah-langkah Persiapan Memulai Ekspor


Apa itu Standardisasi dan Sertifikasi?

Standardisasi adalah upaya untuk menjaga kualitas produk dan efisiensi usaha. Sedangkan Sertifikasi adalah kegiatan penilaian kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis dan produk telah memenuhi regulasi.

Standardisasi dan sertifikasi memiliki beberapa manfaat, yaitu:

  • Menjamin posisi UKM menjadi lebih aman agar terhindar dari pelanggaran hak kekayaan intelektual agar tidak dicuri
  • Menjamin dalam pengembalian modal atau investasi
  • Sebagai asset UKM untuk bisa mendapatkan proyek atau investor
  • Memberikan kemudahan dalam pengembangan usaha, seperti melalui waralaba dan lisensi
  • Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa kualitas produk memang sesuai dengan apa yang dijanjikan sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen
  • Melindungi konsumen dari produk yang kualitasnya rendah
  • Produk diakui kualitasnya secara internasional sehingga bisa diperdagangkan lintas negara

Konsumen di Indonesia semakin cerdas, karena biasanya mengecek apakah sudah ada sertifikasi produk atau belum. Misalnya untuk produk makanan, salah satunya adalah Good Agriculture Practice (GAP) yang menandakan produk pertaniannya aman dikonsumsi.

Beda produk akan beda sertifikasi. Contoh lain adalah popok kain untuk bayi. Ada contoh kasus dimana popok kain yang diproduksi sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Sejak itu, penjualan meningkat pesat. Untuk produk bayi dan anak-anak, faktor keamanan dan kesehatan menjadi hal yang diperhatikan, sehingga peredaran produk secara resmi harus memiliki SNI.

Baca Juga: Sistem Distribusi, Perizinan dan Logistik Ekspor


Jenis-Jenis Standardisasi dan Sertifikasi

1. Bersifat Wajib (Primer)

Standardisasi dan sertifikasi yang harus dimiliki oleh pengusaha, berupa perizinan atau regulasi yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Contohnya adalah Izin Edar BPOM, PIRT, Halal, Batas Maksimal Residu Pestisida dan Batas Kontaminasi (melalui Sertifikasi Analisis atau COA), dan lain-lain.

2. Bersifat Umum (Sekunder)

Standardisasi dan sertifikasi yang tidak wajib namun dibutuhkan/dituntut oleh pasar pada umumnya (diterbitkan oleh instansi pemerintah maupun swasta). Contohnya adalah Halal, Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practices (GMP), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), Standar Nasional Indonesia (SNI), ISO tertentu, serta terkait HKI (Hak Kekayaan Intelektual) seperti Merek dan Paten.

3. Bersifat Khusus (Tersier)

Standardisasi dan sertifikasi yang diminati oleh segmen pasar tertentu (diterbitkan oleh instansi pemerintah maupun swasta). Contohnya Organik, Eco-friendly, Fair Trade, Vegan. Disini terdapat juga standar spesifikasi teknis terkait kualitas produk seperti bentuk, rasa, bahan untuk memenuhi kebutuhan segmen pembeli/konsumen tertentu.

Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Produk Ekspor


Pentingnya Standardisasi dan Sertifikasi dalam Bisnis

Haruskah sahabat Wirausaha mengurusnya? Untuk memahaminya, mari coba kita pahami konteks berikut: untuk apa kuliah sampai S3? Susah dan lama. Di dunia pendidikan, honor mengajar untuk yang sudah lulus S3 lebih tinggi dibanding yang lulus S2. Sama halnya dengan menjadi konsultan atau pembicara, apresiasi para pihak juga lebih tinggi karena sudah ada bukti legal bahwa seseorang sudah lulus S3.

Kira-kira seperti itu standardisasi atau sertifikasi, yang fungsi utamanya adalah untuk membuat tenang dan yakin para calon pembeli, bahwa kita sebagai produsen, akan menerapkan standar produksi, pelayanan dan kualitas mutu tertentu secara konsisten.

Perlu diingat bahwa, dalam proses mengembangkan bisnis, besar kemungkinan kita akan berinteraksi dengan agen (broker/trader) yang tugasnya mengumpulkan beberapa pemasok kelas menengah, untuk memenuhi permintaan pembeli besar (offtaker). Pada broker/trader perlu menjaga reputasi perusahaannya di mata klien offtakernya, sehingga akan bisa lebih menenangkan bagi mereka untuk bermitra dengan pemasok yang sudah memenuhi standar tertentu karena offtaker membutuhkan kapasitas besar, kualitas yang konsisten dan berkelanjutan/kontinuitas.

Baca Juga: Siapa Bilang UKM Tidak Memerlukan Sertifikasi Halal?

Berikut di bawah ini adalah standar/sertifikasi yang wajib dan umum serta berlaku di bidang usaha apa saja pada UMKM.



SNI dan ISO

Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Komite Teknis (dulu disebut sebagai Panitia Teknis) dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sebenarnya, penerapan SNI dan ISO dalam standar sistem manajemen mutu adalah sama. Hal itu merujuk ke lembaga pemerintah yang ditunjuk untuk bertugas dan bertanggung jawab di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian, yaitu Badan Standardisasi Nasional (BSN). BSN merupakan anggota International Organization for Standardization (ISO), suatu organisasi Internasional yang menghasilkan standar (ISO) yang berpusat di Jenewa, Swiss. BSN sesuai tugas dan fungsinya melakukan harmonisasi dengan standar internasional. Jadi, bisa dikatakan, lembaga pemerintah itu mengadopsi secara identik dengan menerjemahkan keseluruhan isi dari dokumen ISO menjadi SNI. Akan tetapi, BSN dapat pula melakukan adopsi dengan memodifikasi standar ISO. Hal itu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia. Jadi bisa dikatakan bahwa SNI yang mengadopsi ISO sudah setara dengan standar internasional.

Baca Juga: Mengenal Sertifikasi ISO dan Manfaatnya untuk Bisnis

Beberapa tujuan diberlakukannya SNI adalah:

  • perlindungan konsumen, tenaga kerja yang membuat produk, dan masyarakat dari aspek keselamatan, keamanan, dan kesehatan,
  • pertimbangan keamanan negara,
  • tuntutan perkembangan ekonomi dan kelancaran iklim usaha dan persaingan yang sehat
  • pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka pemerintah menetapkan produk-produk tertentu yang wajib memiliki SNI sebelum diedarkan di masyarakat.

Manfaat memiliki ISO adalah:

  • Meningkatkan kredibilitas perusahaan. Setiap aktivitas perusahaan yang menerapkan ISO sudah bisa dipastikan telah memenuhi standar, di mana masyarakat umum pun dapat mengetahui standar tersebut. Artinya ada kepercayaan publik yang dibangun dari standarisasi internasional.
  • Jaminan kualitas standar internasional. Aplikasi ISO harus melewati sebuah proses uji yang disebut siklus PDCA. Siklus ini diterapkan di semua bidang usaha dengan melakukan proses identifikasi, analisis, dan eksekusi agar sesuai dengan mutu standar internasional.
  • Sarana branding perusahaan. ISO juga bermanfaat sebagai sarana branding perusahaan yang mengaplikasikannya. Masyarakat dunia yang mengenal ISO, akan sangat sadar bahwa perusahaan yang menerapkan ISO tersebut dapat dipercaya. Kepercayaan terhadap perusahaan dengan ISO akan meningkatkan nilai brand di benak konsumen.

Baca Juga: Hal yang UMKM Wajib Tahu Tentang Perizinan Usaha Berbasis Risiko

Berikut adalah jenis standar ISO yang umum kita jumpai di berbagai industri:

  • ISO 22000: merupakan standar yang berhubungan dengan sistem tata kelola keamanan pangan. Pebisnis yang bidang usahanya berkutat pada bidang makanan dan minuman, diharuskan memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan konsumen. Akibatnya bisnis makanan dan minuman tersebut haruslah menaikkan kontrol internal terutama pada bidang produksi. Setiap produk makanan dan minuman semestinya memiliki rencana proses dan pengendalian resiko, itulah isi dari ISO 22000.
  • ISO 9001: merupakan sistem manajemen mutu yang paling populer dan sempat diperbaharui. Versi ISO 9001 yang terbaru adalah ISO 9001:2008. Tujuan utama dari ISO versi ini adalah menaikkan efektivitas manajemen mutu dengan memanfaatkan pendekatan proses. Pendekatan proses mengedepankan aktivitas identifikasi, penerapan, pengelolaan, dan peningkatan berkesinambungan.
  • ISO 5001: merupakan standar yang ditetapkan sebagai sistem manajemen energi. Tujuan utamanya adalah membantu berbagai lembaga untuk membangun sistem dan proses pemanfaatan energi. Misalnya dalam kinerja, efisiensi, juga konsumsi energi. ISO 5001 dirancang sebagai standar yang dapat diaplikasikan dengan standar lain, sehingga penerapannya dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang usaha.

Baca Juga: Mengenal Sertifikat Merek


Sertifikasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Identitas atas suatu standar milik perusahaan kita sendiri juga dapat dilegalkan untuk keperluan perlindungan melalui pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI), baik berupa Sertifikat Merek, Hak Cipta, Desain Industri, atau bahkan Hak Paten. Berikut adalah penjelasan singkat dari masing-masing

  • Sertifikat Merek adalah dokumen non-perizinan berupa bukti kepemilikan HAKI untuk melindungi hak kepemilikannya atas suatu tanda yang bisa membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang/badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
  • Sertifikat Hak Paten adalah dokumen non-perizinan yang merupakan bukti bahwa karya intelektual yang bersifat teknologi (invensi) dan mengandung pemecahan/solusi teknis terhadap masalah yang terdapat pada teknologi yang telah ada sebelumnya terlindungi. Invensi paten dapat berupa produk maupun proses.
  • Sertifikat Hak Cipta adalah dokumen non-perizinan yang melindungi hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan.
  • Sertifikat Desain Industri adalah dokumen non-perizinan yang melindungi suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.

Baca Juga: Mengenal Standar SNI Untuk Produksi

HKI, dalam hal ini perlindungan terhadap produk atau karya, harus dilakukan sedini mungkin untuk menghindari pembajakan dari kompetitor. Keberadaan HAKi pada produk juga memudahkan UKM memasuki pasar karena adanya kepastian mengenai kepemilikan dan hak UMKM atas produk atau karyanya. Namun, ada beberapa kendala bagi UKM, yaitu:

  • Produk yang sedang hip cenderung menjadi korban dari pembajakan atau pemalsuan produk
  • Proses pendaftaran HAKI yang panjang dan memerlukan biaya besar
  • Jikapun sertifikat hak paten sudah keluar, tren produk sudah berubah

Apakah penting untuk melindungi hak kekayaan intelektual? Jawaban atas penting atau tidaknya melindungi merek sebagai suatu standar kualitas produk atau layanan perusahaan terletak pada masing-masing sahabat UKM. Dalam praktek internasional, umum dilakukan pemasangan simbol ® atau TM pada logo atau nama merek dagang. Apa maksudnya?

  • Simbol ® : dipakai untuk menandakan bahwa suatu merek dagang sudah didaftarkan resmi dan dilindungi (tidak boleh lagi ditiru)
  • Simbol TM: dipakai sekedar untuk memberitahu publik bahwa nama atau logo adalah suatu mereka dagang, namun belum terdaftar resmi, sehingga tidak terlindungi resmi secara hukum. Namun, biasanya sudah cukup efektif untuk menggugah etika competitor bisnis tertentu.

Baca Juga: Apa itu Hak Kekayaan Intelektual (HKI)?

Kebanyakan perusahaan besar memang melakukan perlindungan pada merek dagangnya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan manfaat komersial merek oleh pihak lain. Contohnya adalah jika ada pihak yang menggunakan logo merek tertentu, yang sudah lebih dulu terkenal, di produk barunya dengan tujuan agar cepat laku tanpa seizin pemilik merek. Ini dapat mencederai citra brand (yang sudah terkenal) jika kualitas produk yang ditempeli logo mereknya tidak sesuai harapan konsumen. Atau contoh lainnya adalah jika ada pihak lain yang secara tidak etis meraup keuntungan penjualan karena memakai logo merek kita tanpa seizin kita dan kita tidak mendapatkan manfaat komersial tersebut.


Beberapa masalah standarisasi/sertifikasi yang dihadapi oleh UKM

Meskipun standardisasi/sertifikasi sangat penting untuk meningkatkan daya saing di pasar domestik dan pasar global, namun terdapat beberapa hal yang perlu kita hadapi untuk bisa mengurusnya.

1. Penyebaran informasi mengenai standarisasi/sertifikasi yang tidak merata

Pelaku usaha disarankan untuk lebih proaktif dalam mencari informasi mengenai hal ini. Salah satu caranya adalah dengan bergabung dengan organisasi usaha yang sejenis atau koperasi, karena biasanya organisasi akan memberikan pelatihan tentang jenis sertifikasi apa saja yang dibutuhkan dan lembaga kompetensi mana yang benar kompeten. Penting untuk mencari lembaga sertifikasi yang kompeten agar sertifikat yang dimiliki diakui secara nasional maupun internasional

Baca Juga: Melihat Legalitas UMKM Setelah Terbitnya UU Cipta Kerja

2. Proses yang panjang dan berbelit-belit

Setiap pengurusan sertifikasi pastinya memiliki beberapa persyaratan dan prosedur yang harus dilalui. Akan tetapi, janganlah ini menjadi suatu penghambat bagi teman-teman dalam mengurusnya. Karena kita harus ingat mengenai manfaat setelah mendapatkan sertifikasi ini.

3. Biaya pengurusan yang mahal

Hal ini karena banyaknya uji kompetensi yang harus dilakukan sebelum suatu produk dinyatakan memenuhi standar, sehingga dikenakan biaya yang tidak murah. Namun, ketahuilah bahwa kita juga akan mendapatkan peningkatan penjualan yang lebih besar daripada biaya pengurusan sertifikat ini.

4. Tidak terbatas hanya di sertifikasi produk

Untuk standar ekspor, termasuk di ASEAN, pasar global menuntut tidak hanya produknya yang memiliki sertifikat, tapi juga dalam sertifikasi untuk usahanya seperti sistem manajemen. Misalnya, UKM yang menghasilkan produk jamu, selain sertifikasi Halal untuk produknya, perusahaan produsen jamunya pun harus memiliki sertifikasi sistem manajemen seperti ISO 22000. Jadi bisa saja produk itu gagal dijual ke luar negeri, karena perusahaannya tidak bersertifikat sistem manajemen.

Baca Juga: Apa itu IUMK?

Wah, banyak sekali ya informasi mengenai standardisasi dan sertifikasi. Sebagai pelaku usaha harus pintar dan aktif mencari informasi mengenai sertifikasi mana yang dibutuhkan untuk produk atau usahanya. Akan lebih baik jika mengurus sertifikasi yang dibutuhkan secara paralel karena proses pendaftaran yang panjang untuk setiap sertifikasi. Seperti yang sudah disebutkan diatas, urutannya adalah mengurus izin usaha terlebih dahulu, lalu berikutnya sertifikasi. Bisa juga mengurus keduanya secara paralel apabila pengurusan izinnya membutuhkan waktu yang lama.

Masih bingung? teman-teman juga dapat mempelajari topik standardisasi dan sertifikasi ini melalui platform WeLearn khususnya di modul Legalitas. Ada podcastnya juga lho.

Yuk kita urus sertifikasi agar kita bisa naik kelas dan produk kita go global!

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Referensi:

  1. BSN: Perlunya Standar Usaha
  2. BSN: Tentang SNI
  3. BSN: Apa Perlunya SNI dan Apa Manfaatnya
  4. BUMN: Sertifikasi
  5. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual