Halo Sahabat Wirausaha. Saat ini negara kita tengah diramaikandengan isu penerapan kebijakan royalti pemanfaatan komersialatas lagu dan musik. Baik di media sosial maupun media utamanasional, topik ini dibahas. Dari pengamatan saya, netizen banyak yang berkomentar negatif ketika Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang mengelolapemungutan dan pendistribusian royalti di Indonesia, Bapak Darma Oratmangun, mengatakan bahwa pemutaran suaraburung pun tak lepas dari kewajiban royalti.

Beliau menjelaskan, bahwa suara burung atau binatang lain bisajadi merupakan fonogram, yaitu suatu hasil rekaman suara(selain musik dan lagu) yang ditangkap dan diproduksi oleh Pemegang Hak Cipta tertentu.

Hal ini sebenarnya memang ada benarnya. Untuk memproduksiatau mereka suara burung berkicau misalnya, ini kan perlu adaaktivitas perekaman dulu, supaya hasilnya bagus, mungkin burungnya harus dibawa dulu ke studio, lalu direkam suaranya. Lalu oleh produser di mixing, dilakukan edit suara demi hasiloptimal, sampai kemudian hasilnya diproduksi menjadi suatuproduk suara digital (yang bisa diakses di platform digital tertentu) atau produk suara fisik (CD, kaset, dsj). Adanya upayaproduksi tersebut membuat seseorang atau sebuah perusahaan, berhak mendaftarkan produk suara atau fonogram tersebutsebagai Hak Kekayaan Intelektual-nya.

Melalui artikel ini, kami akan mengulas lengkap seputar isu ini, agar netizen, khususnya wirausaha UMKM, dapat mengaksespengetahuan yang lebih utuh, tidak sepotong-sepotong sepertiyang banyak beredar di internet saat ini. Jadi, ayo bacaartikelnya sampai habis, agar kamu bisa memahami isu inidengan lebih utuh dan bisa bijaksana menyikapinya.  


Mengapa Aturan Royalti Lahir?

Lagu dan musik yang didengar di restoran, toko atau pameran adalah karya cipta. Hak ekonomi pencipta maupun pemilik hak terkait dilindungi Undang‑Undang Hak Cipta No 28 Tahun 2014. Pasal 9 dan 24 undang‑undang itu menegaskan bahwa pertunjukan atau pengumuman ciptaan di ruang publik merupakan hak ekonomi pencipta dan pelaku pertunjukan; untuk memanfaatkan ciptaan tersebut secara komersial seseorang harus meminta izin kepada pencipta dan pemegang hak. Peraturan ini dibuat untuk menjamin keadilan dan transparansi bagi pencipta dan pemilik hak, tetapi juga menyediakan mekanisme pemungutan kolektif agar pengguna tidak harus meminta izin satu per satu.

Dengan kemajuan teknologi, banyak pelaku usaha menggunakan layanan streaming untuk memutar lagu. Namun langganan personal seperti Spotify atau YouTube Premium tidak memberikan hak memutar musik untuk tujuan komersial di ruang usaha. Dalam wawancara dengan Kantor Berita Antara, pejabat DJKI menjelaskan bahwa ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, maka itu sudah masuk kategori penggunaan komersial sehingga diperlukan lisensi tambahan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Royalti yang dibayarkan melalui LMKN kemudian dibagikan kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Kementerian Hukum dan HAM menilai skema ini memberi keseimbangan: pencipta memperoleh hak ekonominya, sementara pengguna merasa nyaman karena lisensi kolektif memudahkan izin dan tarifnya transparan. Tanpa mekanisme ini, pencipta dan pemilik hak dapat kehilangan pendapatan ketika karya mereka digunakan secara komersial.

Baca Juga: Tak Harus Manggung, Ini 7 Peluang Bisnis Musik yang Cuan di Era Digital


Kronologi Regulasi

Tahun & Regulasi

Isi pokok

Dampak bagi pelaku usaha

2014 – UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Undang‑undang ini memperkuat perlindungan hak ekonomi pencipta dan pemegang hak terkait, memberi kewenangan kepada lembaga manajemen kolektif (LMK) untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Setiap orang yang menggunakan lagu/musik untuk layanan publik bersifat komersial harus meminta izin dan membayar royalti melalui LMK/LMKN.

2016 – Kepmenkumham No HKI.2.OT.03.01‑02/2016

Keputusan menteri ini mengesahkan tarif royalti bagi berbagai jenis pemanfaatan komersial terkait ciptaan dan/atauProduk Hak berupa lagu dan musik. Tarifnya dibedakan berdasarkan satuan (kursi, m², hasil penjualan tiket) dan jenis usaha.

Menjadi acuan penarikan royalti oleh LMK/LMKN serta dasar perhitungan dalam tabel tarif (tersedia di bawah).

2021 – PP No 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik

Pemerintah menetapkan 14 bentuk layanan publik komersial yang wajib membayar royalti, meliputi seminar, restoran, kafe, pub/bar, klub malam, konser, transportasi, pameran/bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank/kantor, pertokoan, pusat rekreasi, penyiaran TV/radio, hotel/kamar hotel dan karaoke. PP 56 juga mengatur pembentukan Pusat Data Lagu/Musik dan mempertegas tugas LMKN sebagai lembaga bantu yang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Pelaku usaha yang memanfaatkan musik secara komersial diwajibkan membayar royalti ke LMKN; untuk UMKM tersedia opsi keringanan tarif.

2022 – Permenkumham No 9 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan PP 56/2021

Peraturan menteri ini mengatur tata cara pelaksanaan PP 56: setiap pengguna komersial harus mengajukan izin/lisensi ke pemilik hak melalui LMKN, dan perjanjian lisensi dicatatkan di Kemenkumham. LMKN diberi wewenang menarik dan mendistribusikan royalti, serta menetapkan kode etik bagi LMK yang berafiliasi.

Menyediakan prosedur perizinan dan sistem informasi lagu & musik (SILM) agar pembayaran royalti lebih transparan; tarif mengacu Kepmenkumham 2016.


Apa itu Lembaga Manajemen KolektifNasional (LMKN) dan LMK?

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) adalah badan non-pemerintah yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya Pasal 89 dan 90; yang diperjelasmelalui PP No.56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan Musik.

Tugas utama LMKN adalah mengoordinasikan, mengelola, dan mendistribusikan royalti hak cipta dan hak terkait dari pemanfaatan lagu dan/atau musik secara publik di wilayah Indonesia. LMKN berperan sebagai pusat data, regulator teknis, sekaligus penghubung antar Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Sementara itu, LMK adalah lembaga independen berbadan hukum (non profit) yang dibentuk oleh para pencipta, pemilikhak terkait, atau penerbit musik untuk mengelola hak ekonomi anggotanya secara kolektif, seperti mengurus perizinan, menarik royalti, dan mendistribusikan pendapatan kepada para pemilik hak. LMK bekerja secara operasional langsung para pencipta musik atau lagu dan pemegang Hak Cipta. Setiappencipta atau pemegang Hak Cipta, hanya boleh menjadianggota di satu LMK saja.

Adapun hubungan antara LMKN dan LMK bersifat koordinatifdan administratif: LMKN melakukan penarikan royalti daripengguna, lalu membayarkannya ke LMK terkait, berdasarkandata pusat penggunaan musik yang tercatat pada Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM), yang saat ini tersediapada laman https://pdlm.dgip.go.id. Masing-masing LMK kemudian akan mendistribusikan royalty tersebut ke masing-masing Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang tergabung di dalam lembaganya.

Daftar LMK yang Terdaftar Resmi dan Terafiliasi denganLMKN (per 2025):

  1. WAMI – Wahana Musik Indonesia (fokus pada penciptalagu lokal dan internasional)
  2. RAI – Royalti Anugerah Indonesia
  3. KCI – Karya Cipta Indonesia
  4. LMK Pelari Nusantara
LMK Hak Terkait
  1. SELMI – Sentra Lisensi Musik Indonesia
  2. PAPPRI – Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia
  3. ARDI - Anugrah Royalti Dangdut Indonesia
  4. PRPIT - Penyanyi Rekaman Profesional Indonesia Timur
  5. STAR Music Indonesia
  6. Prisindo
  7. Armindo

Catatan: Jumlah dan nama LMK dapat berubah tergantung pada akreditasi DJKI (Direktorat Jenderal KekayaanIntelektual) dan kerja sama yang aktif dengan LMKN. Daftar ini diambil dari sumber ini: https://www.lmkn.id/pemilik-hak/ diakses pada 6 Agustus 2025.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!


Tarif Royalti Kolektif untuk Ruang Komersial yang Berkaitan Erat dengan Aktivitas Usaha UMKM

Berikut ringkasan tarif royalti kolektif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No HKI.2.OT.03.01‑02/2016, yang dijadikan acuan oleh LMKN. Tarif dibagi menjadi komponen royalti hak pencipta dan royalti hak terkait; jumlah yang harus dibayar adalah penjumlahan keduanya. UMKM dapat mengajukan keringanan tarif atau pembebasan melalui LMKN dengan mempertimbangkan luas ruangan, kapasitas pengunjung, dan intensitas pemutaran musik.

Ruang komersial (relevan bagi UMKM)

Satuan perhitungan

 

Tarif hak pencipta

Tarif hak terkait

Catatan

Restoran & kafe

per kursi per tahun

 

Rp 60.000/kursi

Rp 60.000/kursi

Royalti dihitung dengan mengalikan jumlah kursi efektif dengan Rp 120.000; jumlah lagu yang diputar tidak memengaruhi besaran royalti[].

Pub, bar & bistro

per per tahun

 

Rp 180.000/m²

Rp 180.000/m²

 

Diskotek & klub malam

per per tahun

 

Rp 250.000/m²

Rp 180.000/m²

 

Pertokoan(supermarket, toko, salon, gym, showroom, mall)

per per tahun, bertingkat.

 

Rp 4.000/m²

Rp 4.000/m²

luas sampai500 m²

 

 

 

Rp 3.500/m²

Rp 3.500/m²

500 m² berikutnya

 

 

 

Rp 3.000/m²

Rp 3.000/m²

• 1 000 m² berikutnya

 

 

 

Rp 2.500/m²

Rp 2.500/m²

• 5 000 m² berikutnya

 

 

 

Rp 1.500/m²

Rp 1.500/m²

• 5 000 m² berikutnya

 

 

 

Rp 1.000/m²

Rp 1.000/m²

luas tambahan

Pameran & bazar

lump sum per hari

 

Rp 1.500.000

Rp 1.500.000

 

Konser musik berbayar

persentase hasil kotor penjualan tiket

 

2 % dari hasil kotor + 1 % dari tiket gratis

Termasuk hak terkait

Jika konser gratis, royalti dihitung 2 % dari biaya produksi musik.


Sanksi Apabila Tidak Membayar Royalti

Tidak membayar royalti termasuk pelanggaran hak cipta. Menurut Pasal Pasal 113 Undang‑Undang Hak Cipta:

  • Sanksi Pidana: pelaku penggunaan lagu/musik tanpa izin dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar. Apabila perbuatan tersebut dilakukan secara komersial dan menyebabkan kerugian berat, ancaman meningkat menjadi penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 4 miliar.
  • Sanksi Perdaya: pemilik hak dapat menuntut ganti rugi, menghentikan penggunaan musik, serta menyita keuntungan yang diperoleh dari pelanggaran.
  • Sanksi Administratif: pemerintah daerah atau otoritas terkait dapat memberikan teguran, memasang segel, atau menutup sementara usaha yang tidak mematuhi kewajiban pembayaran.

Sebelum sanksi dijatuhkan, Kemenkumham menganjurkan mediasi melalui LMKN dan LMK. Dalam praktiknya, Dirjen KI menyatakan bahwa pelaku usaha biasanya diingatkan dan diberi kesempatan untuk melunasi kewajiban sebelum penindakan.

Baca Juga: 7 Pendatang Baru di Industri Musik Indonesia yang Wajib Diperhitungkan, Inspirasi apa yang Bisa Diambil Pelaku Usaha?


Pro dan Kontra Penerapan Regulasi terkait Pembayaran Royalti ini

Namanya kebijakan, hampir selalu akan ada pro dan kontranya. Untuk melengkapi sudut pandang kita, mari kita telaah beberapa perspektif yang mendukung dan yang menolaknya terlebih dulu, sebelum menarik kesimpulan.

 Perspektif Pendukung

  • Menjamin hak ekonomi pencipta – LMKN dan DJKI menegaskan bahwa pembayaran royalti memberi penghargaan layak kepada pencipta lagu dan musisi. Tanpa royalti, ekosistem musik lokal bisa melemah karena pencipta tidak memperoleh imbalan.
  • Transparansi dan kemudahan – Dengan lisensi kolektif melalui LMKN, pelaku usaha cukup mendapatkan satu izin untuk memutar beragam musik sehingga tidak perlu bernegosiasi dengan setiap pencipta. LMKN sedang membangun database musik nasional dan sistem informasi lagu/musik (SILM) agar perhitungan royalti akurat dan transparan.
  • Royalti sebagai investasi – Ketua LMKN Dharma Oratmangun menyebut tarif royalti di Indonesia “paling murah di dunia” dan tidak akan membuat pelaku usaha bangkrut; pembayaran royalti dianggap bentuk penghargaan terhadap hak orang lain. Pihak Kemenkumham menilai bahwa musik menjadi bagian dari identitas budaya; membayar royalti akan menciptakan iklim apresiasi yang positif.

Perspektif Penentang

  • Beban tambahan bagi UMKM – Sejumlah pemilik kafe dan restoran menyatakan royalti memberatkan. Cukul banyak komentar pelaku UMKM di langit internet mengeluh bahwa pendapatan usaha terkadang tidak menentu sehingga jika harus membayar royalti “rasanya sesak napas”. Tapi disisi lain, jika kafenya tidak memutar musik, “rasanya anyep, kurang hidup”.
  • Penurunan pendapatan musisi penyanyi atau band kafe Beberapa band atau penyanyi kafe sudah ada yang mengeluh karena pemilik kafe mulai memangkas honor mereka, akibat adanya tambahan biaya untuk membayar royalti. Tentunya mereka menilai hal ini merugikan, karena pendapatannha jadi semakin bergantung pada tips dan saweran.
  • Kerumitan administrasi – PP 56/2021 memerlukan pelaporan penggunaan lagu ke LMKN melalui sistem informasi. Pelaku usaha merasa terbebani karena harus mencatat setiap lagu yang diputar; menurut sebagian musisi, hal ini sangat merepotkan. Hal ini karena formula royalti yang dibayarkan oleh pengguna komersial kepada LMKN adalah bersifat kolektif, sementara proporsi yang didistribusikan oleh LMKN ke LMK, lalu dari LMK kemasing-masing Pencipta dan pemilik Hak Cipta serta Pihak Terkait, perlu dilakukan berdasarkan data penggunaan yang rinci dan akurat demi asas keadilan. Sementara basis data tersebut, saat ini masih bertumbu pada logsheet atau data penggunaan lagu yang dilaporkan pengguna. Berdasarkaninfo dari LMKN, masih sangat sedikit pengguna musikyang melaporkan logsheet menggunaan lagu. Untuk kategori karaoke atau rumah bernyanyi saja, baru Inul Vista, Master Piece, dan Happy Puppy yang melaporkan.
  • Risiko menurunnya popularitas karya musik dan lagu anak negeri di tanah air kita sendiri. Semua LKM yang saat ini berafiliasi dengan LMKN adalah LKM dalam negeri. Hal ini menunjukkan bahwa, walau kewajiban pembayaran royalti sejatinya tetap ada untuk musik-musik asing, namun kondisi saat ini membuat pemanfaatan musikasing lebihaman”, karena belum ada LKM atau Pencipta Asing yang melakukan pengawasan khusus untuk tujuan penarikan royalti tersebut. Akhirnya, di beberapa tempat umum, musik asing lebih sering diputar dan didengarkan oleh masyarakat kita, yang akhirnya berpotensi menurunkan popularitas lagu jika tempat usaha enggan memutar musik.
  • Ketidakpastian hukum bagi artis – Sejumlah musisi senior, termasuk Armand Maulana, menggugat Pasal 9 ayat 3 UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi karena dianggap bertentangan dengan sistem royalti kolektif. Adapun bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hakcipta dilarang melakukan penggandaan dan/ataupenggunaan secara komersial ciptaan.”

Mereka berpendapat kata “setiap orang” terlalu luas, dan seharusnya hanya difokuskan pada “pelaku pertunjukkansaja. Namun, Lesti Kejora sebagai salah satu saksi juga mengatakan bahwa dirinya pernah disomasi dan diancam pidana hanya karena membawakan lagu yang sudah disetujui oleh panitia. Beberapa artis juga menilai bahwa yang meminta izin harusnya adalah pihak pengundang atau penyelenggara event, karena pelaku pertunjukkan cukup sering membawakan lagu pencipta lain atas request penyelenggara, sehingga bukan kemauannya sendiri. Kondisi yang belum stabil ini menimbulkan ketidakpastianhukum bagi pelaku pertunjukan.

Baca Juga: Ubah Skill Jadi Cuan! Ini Dia 6 Peluang Usaha dari Keahlian yang Bisa Kamu Mulai Sekarang


Lantas, Bagaimana Wirausaha UMKM Menyikapi Kebijakan ini?

Pihak LMKN mengatakan bahwa UMKM dapat mengajukan keringanan terkait royalti ini. Namun, saat ini prosedur dan kanal pengajuan keringanan tersebut memang belum tersedia secara terstandar. Tetapi untuk kafe atau restoran, pihak LMKN menjelaskan bahwa perhitungan royalti kolektif dapat dilakukan berdasarkan jumlah kursi efektif saja. Agar lebih jelas marikita simulasikan.

Misalnya ada rumah makan dengan 20 kursi, tapi secara rata-rata yang efektif sering terisi di setiap harinya hanya 10, atau tingkat okupansinya 50%. Maka, besaran royalti kolektif tahu a  yang perlu dibayar untuk mendapatkan lisensi atau Hak Pemanfaatan pemutaran lagu di ruang komersialnya adalah sebagai berikut:

Total Royalti Kolektif Tahunan = 10 kursi*(Rp60.000 + Rp60.000) = Rp1,2 juta per tahun.

Apabila rata-rata 10 kursi tersebut rutin terisi selama 300 hari dalam setahun, dengan asumsi rata-rata nilai transaksi konsumennya Rp50.000, dengan perputaran keterisian sekitar 5 kali per hari, maka, dapat diestimasi bahwa total omset dari rumah makan tersebut adalah: 10 kursi x 5 kali terisi x Rp50.000 x 300 hari = Rp750.000.000 per tahun.

Umumnya, bisnis rumah makan apabila semua pemilik yang bekerja turut digaji bulanan memiliki tingkat margin profit bersih sekitar 20-30%. Jadi, jika digunakan 30%, maka perkiraan total profit dari rumah makan tersebut adalah Rp225.000.000 per tahun.

Berapa persen total royalti kolektif tahunan yang perlu dibayarkan? Kita tinggal bagi saja Rp1,2 juta dengan Rp225 juta profitnya, hasilnya yaitu 1% dari profit, atau 0,2% dari omset.

Menurut kamu, apakah proporsi tersebut cukup adil untuk diberikan kepada para seniman yang telah berkarya untuk memperindah hari-hari kita dan memberi nuansa menghibur bagi konsumen kita?

“Tapi, bisnis saya kan gak selaris itu, Bu Dewi?”. Mungkin di antara kamu yang membaca saat ini ada yang bertanya merasa seperti itu.

Sejatinya, hal tersebut tidak akan masalah, karena wirausaha UMKM yang ingin secara legal menggunakan lagu dan musik di tempat usahanya  - khususnya wirausaha kafe dan restoran - dapat mengajukan formula berdasarkan jumlah kursi efektif tersebut.

Apabila kamu ingin legal memutar lagu mulai detik ini, maka hitunglah perkiraan jumlah kursi efektifnya berdasarkan kinerja omset tahun lalu. Jika total ada 20 kursi, mungkin yang efektif 5 misalnya? Coba diajukan saja.


Renungan Penutup bagi Wirausaha UMKM

Aturan pembayaran royalti musik di ruang komersial adalah upaya memberi keadilan bagi pencipta lagu dan pemilik hak, yang sebenarnya telah memberi manfaat nyata bagi hidup kita, dan bisnis kita, khususnya dalam memberikan kenyamanan bagikonsumen. Meskipun menimbulkan beban bagi sebagian pelaku usaha, khususnya UMKM, tarif yang diberlakukan bersifat relatif rendah dan tersedia mekanisme keringanan.

Bagi kamu-kamu, para Sahabat Wirausaha yang ingin lebihtenang dan berkah dalam menggunakan lagu-lagu dan musikIndonesia di tempat usahanya, kamu dapat lakukan langkah-langkah ini:  

  1. Dapatkan lisensi melalui LMKNDaftarkan usaha Anda ke LMK terkait yang sudah berafiliasi resmi denganLMKN, misalnya ke LMK SELMI, yang dapat dilakukanpada tautan berikut: https://selmi.or.id/lisensi-musik/lisensi-hak-komunikasi-kepada-publik/
  2. Hitung dan bayarkan royalti sesuai jenis usahaGunakan tabel tarif di atas sebagai panduan. Untukrestoran/kafe, hitung kursi efektif (jumlah kursi terisiratarata) lalu kalikan dengan tarif Rp 120.000 per kursi per tahun.Untuk pertokoan, hitung luas ruangan sesuaiinterval tarif.
  3. Manfaatkan keringanan bagi UMKMApabila perhitungan dari poin 2 di atas masih dirasa berat, Ajukan permohonan keringanan secara resmi melalui surat ke LMKN, silakan lihat informasi kontaknya pada laman website www.lmkn.id. Atau:
  4. Gunakan musik bebas royalti atau lisensi langsungUntuk kegiatan kecil, pertimbangkan menggunakan musik berlisensi Creative Commons atau produksi sendiri agar tidak terkena tarif. Bisa eksplorasi penggunaan AI juga, mungkin? Agar bisnis kamu jadi punya album musiksendiri. Seru juga kan?

Jangan lupa konsultasikan dengan ahli hukum – Jika ragu, konsultasikan kepada penasihat hukum atau LMK mengenaikewajiban spesifik untuk usaha Anda agar terhindar dari sanksipidana maupun perdata. Khususnya jika skala usaha kamu sudahsemakin besar, misalnya sudah memiliki banyak cabang, sehingga jumlah kursinya juga semakin banyak.

Demikian ulasan terkait review kebijakan ini. Semoga dapat membantu kamu menentukan keputusan dalam menyikapi halini.  Jika kamu merasa artikel ini bermanfaat, jangan lupa share atau bagikan ke media sosial atau WA group yang kamu ikuti ya.. agar semakin banyak orang, khususnya para wirausaha, mengerti tentang kebijakan ini dengan lebih utuh.  

Salam semangat selalu, untuk UMKM Naik Kelas!

Referensi:
  1. Pro Kontra Royalti Hak Cipta – LMKN https://www.lmkn.id/pro-kontra-royalti-hak-cipta/
  2. Pengusaha putar lagu di ruang komersial harus bayar royalti kepada pencipta - ANTARA News Lampung https://lampung.antaranews.com/berita/789357/pengusaha-putar-lagu-di-ruang-komersial-harus-bayar-royalti-kepada-pencipta
  3. Kenali LMKN, Lembaga yang Berwenang Tarik Royalti Lagu di Indonesia https://newssetup.kontan.co.id/news/kenali-lmkn-lembaga-yang-berwenang-tarik-royalti-lagu-di-indonesia
  4. UU No. 28 Tahun 2014 https://peraturan.bpk.go.id/details/38690
  5. PP No. 56 Tahun 2021 https://peraturan.bpk.go.id/Details/164434/pp-no-56-tahun-2021
  6. Pengumuman https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel-berita/mempelajari-kewajiban-bayar-royalti-untuk-bisnis-non-musik
  7. HOW DO CREATORS, COPYRIGHTS HOLDERS, OR RELATED RIGHTS OWNERS OBTAIN ECONOMIC RIGHTS FORM THE USE OF THEIR CREATED SONGS? https://mnllaw.co.id/how-do-creators-copyrights-holders-or-related-rights-owners-obtain-economic-rights-form-the-use-of-their-created-songs/
  8. RRI.co.id - Intip Skema Tarif Royalti Musik bagi Pelaku Usaha https://rri.co.id/bisnis/1748012/intip-skema-tarif-royalti-musik-bagi-pelaku-usaha
  9. Wajib Tahu! Begini Aturan dan Cara Hitung Royalti Lagu untuk Kafe https://www.medcom.id/hiburan/musik/Wb7QD4rK-wajib-tahu-begini-aturan-dan-cara-hitung-royalti-lagu-untuk-kafe
  10. Lembaga Manajemen Kolektif Berbasis Musik Tradisi Nusantara https://musiktradisi.com/pengguna-musik-tarif-lisensi
  11. Konser – LMKN https://www.lmkn.id/konser/
  12. Tidak Bayar Royalti Musik? Ini Konsekuensi Hukum yang Harus Diwaspadai https://www.suara.com/lifestyle/2025/08/05/110500/tidak-bayar-royalti-musik-ini-konsekuensi-hukum-yang-harus-diwaspadai
  13. Polemik Soal Royalti, LMKN Spill Aturan Putar Musik di Ruang Publik – monitorday https://monitorday.com/polemik-soal-royalti-lmkn-spill-aturan-putar-musik-di-ruang-publik/
  14. Pengusaha Kafe 'Sesak Napas' Hadapi Bayar Royalti Musik - Gaya Hidup https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/78995/pengusaha-kafe-sesak-napas-hadapi-bayar-royalti-musik
  15. Penyanyi Kafe Juga Menjerit, Honor Harus Dipotong Bayar Royalti - Gaya Hidup https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/79096/penyanyi-kafe-juga-menjerit-honor-harus-dipotong-bayar-royalti
  16. Armand Maulana: UU Hak Cipta Terkait Royalti Tidak Konsisten - Gaya Hidup https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/79172/armand-maulana-uu-hak-cipta-terkait-royalti-tidak-konsisten