Impor Pakaian Bekas Dilarang, Berikut Solusi Kreatif untuk Bisnis Thrifting Agar Bisa Bertahan

Impor Pakaian Bekas Dilarang - Sahabat Wirausaha, selama beberapa bulan terakhir pembicaraan mengenai bisnis thrifting dilarang memang tengah ramai didengungkan. Pejabat kementerian terkait hingga Presiden Jokowi dilaporkan geram dengan usaha jual-beli barang bekas impor, terutama produk pakaian bekas. Tentu hal ini menjadi dilema karena pelaku bisnis thrifting di Indonesia dalam beberapa tahun ke belakang berkembang sangat pesat.

Hanya saja dengan ketegasan pemerintah untuk melarang kegiatan thrifting, apa yang bisa dilakukan oleh para penjual dan pembelinya? Ulasan dalam artikel berikut ini bisa Sahabat Wirausaha pahami.


Mengapa Bisnis Impor Pakaian Bekas atau Thrift Dilarang?

Kala ditemui oleh wartawan pada pertengahan Maret 2023 di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, Presiden Jokowi menegaskan sekali lagi jika impor pakaian bekas sangat mengganggu. Dikutip dari Merdeka, Jokowi bahkan memerintahkan jajaran terkait untuk mencari para pelaku thrifting lantaran usaha mereka mengganggu kinerja industri tekstil dalam negeri.

Apa yang disampaikan Jokowi ini memang senada dengan pendapat Menkop UKM Teten Masduki. Kepada Liputan6, Teten memastikan kalau pelarangan thrifting ini adalah upaya melindungi para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di sektor tekstil. Bahkan lebih lanjut, perdagangan barang bekas impor entah baju atau sepatu itu tidak sejalan dengan program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia yang digagas pemerintah demi menggenjot konsumsi produk-produk lokal.

Sumber foto: Subekti/TEMPO

Untuk memberikan ketegasan dalam segi hukum, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 pun menjelaskannya. Di mana dalam aturan tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor itu, pakaian bekas termasuk salah satu di antaranya sehingga kegiatan thrifting pakaian bekas impor dinyatakan ilegal.

Hanya saja meskipun dilarang, upaya penyelundupan baju bekas masih saja terjadi. Sekadar informasi, Dirjen Bea Cukai melaporkan telah menindak 234 kegiatan impor baju bekas dengan total 6.177 ball sepanjang tahun 2022 saja. Bahkan Kementerian Perdagangan juga berulang kali melakukan pemusnahan pakaian bekas impor seperti yang terakhir dilakukan di Pekanbaru (Riau) dan Mojokerto (Jawa Timur), pada pertengahan Maret 2023 dengan total nilai Rp30 miliar.

Askoiani selaku Dirjen Bea Cukai Kemenkeu menjelaskan kalau aksi impor pakaian bekas ilegal ini dilakukan secara diam-diam melalui pesisir timur Sumatera, Batam hingga Kepulauan Riau, menggunakan pelabuhan-pelabuhan tidak resmi. Bahkan dari penelusuran Bea Cukai, ribuan ball pakaian bekas impor ini juga diselundupkan ke pelabuhan resmi seperti Tanjung Priok. Tanjung Mas, Belawan hingga Cikarang Dry Port menggunakan modus undeclair atau missdeclair karena diselipkan pada barang lainnya.


Ancaman Terhadap Kesehatan

Melanjutkan dari Permendag, alasan kuat juga yang membuat kegiatan thrifting baju bekas impor ini dilarang adalah berkaitan dengan aspek kesehatan. Di mana Permendag itu menyatakan ‘Pakaian bekas dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan’.

Hal ini terbukti dari laporan Balai Pengujian Mutu Barang, seperti dilansir Sonora. Dalam hasil pengujian sampel baju bekas impor itu, ternyata terbukti mengandung jamur kapang. Sekadar informasi, jamur kapang yang menempel pada pakaian bekas bisa memberikan dampak buruk pada kesehatan kulit konsumen mulai dari alergi, iritasi, gatal-gatal sampai keracunan.

Atas pelarangan bisnis perdagangan jual beli pakaian bekas impor ini, Menparekraf Sandiaga Uno pun angkat bicara. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini justru memandang pelarangan thrifting sebagai peluang usaha baru di sektor ekraf (ekonomi kreatif) yang berkonsep sustainability (berkelanjutan) lingkungan.


Pro-Kontra Bisnis Thrifting Pakaian Impor Bekas

Tidak butuh waktu lama setelah pemerintah gencar melakukan pelarangan perdagangan pakaian bekas impor, para pelaku bisnis thrifting ini akhirnya angkat suara. Yang menarik, kebijakan pelarangan ini rupanya juga menuai pro-kontra. Ada banyak yang menolak tegas, tapi ada juga yang memandang dengan cara lain bahkan mendukung upaya pemerintah. Salah satunya diungkap oleh pebisnis thrifting di Surabaya bernama Pratomo, seperti dilansir Detik.

Secara jujur, Pratomo yang berjualan produk bekas koleksi pribadi alih-alih pakaian bekas impor dalam jumlah ball, ternyata memilih mendukung pemerintah. Pratomo bahkan mengkritik pebisnis thrifting yang sering menjual barang bekas dengan harga sembrono tak sesuai standar pasar, sehingga merugikan pelaku usaha serupa. Menurut Pratomo, kebanyakan pebisnis thrifting di Surabaya mendapatkan produk lewat sistem pakaian usaha, bukan sebagai pengepul ball.

Setidaknya di Indonesia sendiri ada dua daerah asal distributor produk thrifting dalam ukuran ball (karung pakaian bekas) yang ditujukan ke Surabaya yakni dari Sumatera dan Kalimantan. Senada dengan Pratomo, Windy Tiana yang juga pelaku thrifting ternyata sepakat dengan kebijakan pemerintah. Menurut Windy, pelarangan itu lebih pada kegiatan impor, bukan jual-beli pakaian bekas di mana baju-baju bekas impor itu kerap tiba dalam kondisi kotor dan terkontaminasi bakteri yang rentan memicu penyakit.

Sumber foto: Praditya Fauzi Rahman/Detik


Tetap Untung Meski Bisnis Pakaian Bekas Impor Dilarang? Coba Lakukan Tips Ini

Nah, supaya Sahabat Wirausaha yang kini menggeluti bisnis thrifting bisa lebih tenang dan tetap untung meski adanya pelarangan aktivitas impor ilegal, berikut beberapa tips yang bisa dilakukan:

1. Jualan Koleksi Pribadi

Seperti yang dilakukan oleh Pratomo, upaya agar tetap bisa menggeluti bisnis thrifting dapat dilakukan dengan mengubah konsep supply barang. Maksudnya jika sebelumnya Sahabat Wirausaha memperoleh barang bekas dari kegiatan impor ilegal yang dilarang pemerintah, maka bisa beralih ke koleksi pribadi. Tentu lantaran koleksi pribadi, jumlah produk yang dijual tidak sebanyak jika membeli barang bekas dalam jumlah ball yang modalnya lebih murah.

Hanya saja membeli barang bekas lewat impor ilegal dalam jumlah ball itu juga punya peluang rugi yang sangat besar. Dalam penjelasan Windy, dirinya pernah mengalami hal buruk saat membeli barang bekas lewat pengepul berukuran ball tersebut. Di mana saat baju-baju bekas impor dalam karung itu dicek, hanya sekitar 30% saja yang benar-benar layak untuk dijual karena 70% lainnya merupakan pakaian tak layak pakai seperti sudah sobek dan sangat kotor.

Namun jika Sahabat Wirausaha menjual pakaian bekas koleksi pribadi, tentu saja hal ini tak akan terjadi. Sesuai dengan namanya, barang koleksi pribadi biasanya masih memiliki kualitas minimal 70% dari barang baru sehingga masih layak pakai. Misalkan saja kalau kalian memiliki hoodie keluaran brand fashion luar negeri dan tak bisa dipakai lagi karena ukurannya sudah kekecilan, bisa langsung dijual kepada end user penggemar brand itu dengan harga cukup kompetitif.

2. Pilih Produk Bekas Lokal

Tips berikutnya yang bisa coba diterapkan dan layak jadi pertimbangan adalah menjual produk bekas keluaran brand lokal.

Lho, bukannya kegiatan thrifting dilarang? Kok masih ngotot jualan barang bekas?

Tenang saja. Karena yang dilarang oleh pemerintah adalah kegiatan impor baju bekas, bukannya jual-beli barang bekas. Sahabat Wirausaha masih bisa berjualan pakaian atau sepatu bekas yang diproduksi oleh pebisnis lokal karena ternyata itu mampu memberikan sumbangsih terhadap pelestarian lingkungan.

Kita tentu semua paham bahwa industri fashion adalah salah satu penyumbang kerusakan lingkungan terbesar. Bahkan dari laporan European Parliament, industri pakaian dan sepatu menyumbang 10% emisi karbon global sedangkan industri tekstil mencemari 20% air bersih di seluruh dunia.

Laporan itu sama seperti data SIPSN KLHK yang menyebutkan jika limbah tekstil Indonesia menyentuh 2,3 juta ton yang setara dengan 12% limbah rumah tangga. Lebih parahnya lagi, limbah-limbah tekstil itu tidak bisa didaur ulang. Hal inilah yang membuat Aretha Aprilia selaku Head of Environment Unit UNDP Indonesia memaparkan jika industri thrifting bisa mengurangi limbah fashion.

Apalagi sejak pandemi Covid-19, masyarakat makin selektif dalam berbelanja dan enggan mengeluarkan uang terlalu banyak untuk beli baju baru, sehingga pakaian bekas bisa jadi alternatif.

Sumber foto: Faizal Fanani/Liputan6

Hanya saja tren beli pakaian bekas yang juga gandrung terjadi di luar negeri ini terjadi pada pakaian bekas-pakaian bekas dari pasar lokal saja, bukan lewat kegiatan impor ilegal. Aretha yang juga mendukung kebijakan pelarangan impor baju bekas ilegal, memaparkan jika baju-baju bekas impor yang tak layak pakai dan tidak laku justru membebani Indonesia karena dialihkan ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang semakin meningkatkan jumlah limbah pakaian (fashion waste) dan merusak lingkungan.

Lantaran Indonesia belum maksimal dalam pengelolaan limbah pakaian, memilih bisnis thrifting yang fokus pada pakaian bekas produk lokal adalah solusi terbaik. Selain tak melanggar aturan pemerintah, juga mendukung keberlanjutan produk fashion lokal dan melestarikan lingkungan.

3. Pastikan Kondisi Barang Masih Baik Sebelum Dijual

Nah, tips terakhir supaya bisnis thrifting yang dijalankan Sahabat Wirausaha tetap mampu bertahan dan menghasilkan omzet adalah selalu cek kondisi sebelum dijual. Bagaimanapun juga barang bekas bukanlah produk yang baru dihasilkan, dan pernah digunakan orang lain. Kita tak pernah tahu seperti apa barang itu dipakai oleh pengguna sebelumnya, sehingga demi alasan kesehatan dan kenyamanan, lakukan pembersihan total sebelum ditawarkan ke konsumen baru.

Tak hanya urusan kebersihan, cek juga kondisi apakah ada yang cacat seperti sobek di bagian lengan, benang terlepas, kancing hilang atau mungkin resleting tidak berfungsi. Karena dengan mengecek kondisi ini, kita bisa tahu apakah barang itu masih layak pakai atau tidak. Tentunya semua upaya ini akan berpengaruh ke nilai jual kembali dan minat konsumen.

Nah, bagaimana? Ternyata meskipun bisnis thrifting dilarang oleh pemerintah, bukanlah akhir segalanya karena pelarangan itu hanya fokus pada pakaian-pakaian bekas impor. Sahabat Wirausaha masih bisa memperoleh cuan lewat tips kreatif di atas, karena memang pergadangan barang-barang bekas lokal mampu berdampak positif ke lingkungan.

Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.