Strategi Imitasi Bisnis – Kata imitasi mungkin memiliki kesan negatif bagi banyak orang, terutama yang bergelut dalam dunia bisnis. Pasalnya, produk imitasi kerap dikaitkan dengan kualitas yang rendah, atau bahkan ilegal sehingga kurang layak digunakan. Hal ini tidak terlepas dari orisinalitas dan standarisasi produk imitasi yang layak dipertanyakan.
Meski begitu, pandangan ini perlahan bergeser. Imitasi tak selalu berarti buruk. Contohnya dapat terlihat pada negara Tiongkok yang pada awalnya dikenal sebagai produsen bagi berbagai produk imitasi, namun kini justru menjadi salah satu pusat ekonomi dunia. Produk telepon genggam milik perusahaan asal Tiongkok sering dianggap sebagai produk murah berkualitas minim, saat ini mulai diperhitungkan standar mutunya.
Melihat kondisi tersebut, persepsi awal tentang produk imitasi nampaknya dapat dipertimbangkan kembali. Sebuah artikel ilmiah dari Hart E. Posen, Jan-Michael Ross, Brian Wu, Stefano Benigni dan Zhi Cao yang berjudul “Reconceptualizing Imitation: Implication for Dynamic Capabilities, Innovation, and Competitive Advantage” memberikan pandangan berbeda untuk kita bahwa produk imitasi bisa pula memiliki dampak positif dan dapat menjadi salah satu strategi bisnis.
Meninjau Ulang Kembali Strategi Imitasi Bisnis Dalam Kegiatan Usaha
Dalam KBBI, imitasi diartikan sebagai sebuah tiruan atau barang bukan asli. Sedangkan kata mengimitasi diartikan sebagai sebuah proses meniru. Maka secara tidak langsung, produk imitasi adalah sebuah produk tiruan dari produk orisinal yang sudah ada.
Dalam perspektif lama, seorang pelaku imitasi memiliki keterbatasan dalam membuat produk. Salah satu istilah buruk yang cukup sering terdengar adalah copycat. Istilah tersebut menyiratkan produk imitasi tidak akan pernah lebih sukses dibandingkan produk orisinal. Kondisi ini memposisikan imitasi sebagai sebuah strategi yang lemah dan terbatas dalam menjalankan bisnis.
Akan tetapi, artikel ilmiah milik Hart dan rekan-rekannya memberikan pandangan berbeda. Menurut mereka, saat ini imitasi merupakan sebuah kegiatan yang wajar diaplikasikan pada berbagai lini bisnis. Dengan penggunaan yang bijak, strategi imitasi bisnis bahkan dapat menjadi awal yang baik untuk sebuah inovasi dan kreativitas. Hal ini yang dapat kita lihat pada negara Tiongkok. Imitasi yang banyak dilakukan oleh perusahaan di sana dapat kemudian dikonversikan untuk membuat sebuah inovasi produk.
Baca Juga: Garap Peluang Bisnis Makanan Sehat, Kisah Shinta Nurfauzia Dirikan Brand Mie Lemonilo
Konsep mengenai pentingnya strategi imitasi bisnis ini pernah disampaikan oleh ekonomi dari Harvard, Profesor Theodore Levitt, dalam artikelnya di tahun 1966 di Harvard Business Review yang berjudul Innovative Imitation. Pada artikel tersebut, Levitt menyatakan bahwa inovasi dan imitasi memiliki tempat sendiri dalam kegiatan usaha. Tidak selamanya perusahaan selalu perlu melakukan inovasi apabila melihat kebutuhan dan ketersediaan sumber daya. Dalam beberapa kasus, imitasi terhadap strategi yang sudah ada juga diperlukan untuk meningkatkan nilai perusahaan tanpa harus mengeluarkan sumber daya yang besar.
Dalam kegiatan bisnis, proses imitasi juga dapat dilakukan dengan alasan khusus. Beberapa perusahaan besar bisa melakukan replikasi terhadap produk-produk milik usaha yang lebih kecil. McDonald misalnya, mengeluarkan menu nasi uduk untuk memantik minat konsumen Indonesia. Dalam menjalankan bisnis start-up pun, pemodal biasanya akan meminta pemilik bisnis untuk membuat produk dengan menggunakan komponen teknologi yang sudah ada untuk kemudian digunakan sebagai bagian dari teknologi baru. Hal ini tidak terlepas dari kemudahan melakukan imitasi dibandingkan membuat produk yang benar-benar baru.
Pada dasarnya, mengimitasi tidak sesederhana meniru. Ada proses penyesuaian produk dan proses penyesuaian teknologi dengan yang dimiliki oleh perusahaan. Penyesuaian ini bahkan juga dapat disesuaikan dengan struktur dan strategi perusahaan. Hal ini tidak terlepas dari usaha manajemen untuk mengurangi kekurangan yang muncul dari produk yang ditiru.
Tantangan Yang Perlu Dihadapi Dalam Melakukan Strategi Imitasi Bisnis
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, imitasi bukannya tidak memiliki tantangan. Kemudahan dalam melakukan strategi imitasi juga memberikan dampak negatif. Sebagai contoh, dalam industri pakaian Sahabat Wirausaha mungkin mengenal brand Zara. Zara adalah sebuah produk pakaian kelas menengah ke bawah yang dibuat dengan konsep membuat ulang produk-produk desainer mode terkenal dengan harga yang lebih murah. Dengan kata lain, Zara melakukan imitasi produk dengan beberapa penyesuaian.
Kesuksesan konsep ini dapat terlihat ketika sebuah merek baru bernama Shein masuk dengan konsep serupa. Akan tetapi, dominasi kedua brand tersebut kemudian diikuti dengan munculnya banyak produk serupa dari negara Tiongkok yang menawarkan harga yang lebih terjangkau. Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan melakukan imitasi juga akan “mudah” untuk direplikasi oleh pihak lain. Karenanya, Sahabat Wirausaha harus memahami terlebih dahulu beberapa kelemahan dan peluangnya.
Kelemahan dan Peluang Strategi Imitasi Bisnis
Pertama, perlu diperhatikan kembali bahwa strategi imitasi bisnis itu lemah dan rentan. Produk yang dihasilkan cenderung sulit untuk diterima oleh konsumen karena telah memiliki produk yang serupa. Satu-satunya hal yang dapat menyelesaikan tantangan ini adalah dengan kekuatan yang dimiliki oleh pelaku usaha. Hal ini yang kemudian membuat produk imitasi cenderung lebih sukses saat diluncurkan oleh perusahaan besar terhadap perusahaan yang lebih kecil.
Kedua, mengimitasi sebenarnya adalah pilihan yang relatif mudah bagi perusahaan. Artikel dari Hart mengilustrasikan imitasi sebagai strategi dengan dua pilihan, yaitu “ya” dan “tidak”. Akan tetapi, bagaimana perusahaan akan menjalankannya, kapan, siapa dan imitasi seperti apa yang akan dilakukan memerlukan sebuah keahlian dan kemampuan tersendiri. Aspek-aspek tersebut yang kemudian menjadi pembeda antara pelaku usaha yang hanya melakukan imitasi tanpa strategi dan innovative imitation.
Aspek terakhir adalah kemampuan untuk mendukung imitasi itu sendiri. Pada beberapa kasus, imitasi terlalu dianggap mudah dengan asumsi bahwa perusahaan hanya perlu melakukan replikasi terhadap apa yang suda ada. Padahal, ketika Sahabat Wirausaha akan melakukan replikasi itu, terdapat berbagai konsekuensi berupa dampak produk imitasi tersebut terhadap sumber daya yang telah dimiliki oleh bisnis yang saat ini sudah berjalan.
Sebagai contoh, bagaimana Youtube membuat sebuah fitur short yang terinspirasi dari Tiktok. Kemampuan mereka menghubungkan produk utama mereka dan fitur tersebut menjadi salah satu kunci dalam menjadikan hasil imitasi menjadi sebuah kesuksesan. Pada akhirnya, kemampuan untuk menghubungkan antara sumber daya yang dimiliki dengan produk hasil imitasi juga akan menjadi kunci.
Baca Juga: 6 Aplikasi Dompet Digital Untuk Meningkatkan Kinerja Bisnis UMKM, Ini Daftarnya!
Mengintip Strategi Imitasi Bisnis Pada Mie Gacoan dan Djoes Kode
Untuk lebih memahami strategi imitasi bisnis, kita dapat melihat beberapa usaha yang sekarang tengah naik daun. Salah satunya adalah Mie Gacoan. Melansir dari halaman resminya, bisnis ini resmi berdiri pada tahun 2016. Sebelumnya, sudah terdapat produk serupa di Kota Malang, tempat kios pertama Mie Gacoan didirikan, yaitu restoran Kober Mie atau Mie Kober.
Memanfaatkan konsep mie pedas yang kala itu sedang viral di lingkungan masyarakat, Mie Kober telah sukses menjual produknya sejak tahun 2010. Fakta ini yang kemudian membuat mereka menyatakan diri sebagai pelopor dan bukan pengekor.
Apabila dilihat dari sisi produk, kedua brand tersebut membawa produk yang sama, yaitu mie pedas. Keduanya juga menggunakan berbagai istilah yang cukup unik seperti, Mie Setan, Mie Iblis dan Es Genderuwo dan sama-sama berasal dari Kota Malang. Sekilas, dapat terlihat bahwa Mie Gacoan melakukan imitasi dari produk Mie Kober yang sudah lebih dulu ada.
Kasus lain yang cukup menarik adalah Djoes Kode yang belakangan ini kiosnya menyebar di berbagai lokasi di sekitar Jakarta. Sebelum Djoes Kode didirikan pada tahun 2023 di kawasan Gading Serpong, Tangerang, sebuah usaha sejenis dengan nama Es Kode telah berdiri di Pasar Lama, Tangerang semenjak 1960. Seperti Jus Kode yang belakangan viral, Es Kode juga menjual minuman berupa jus segar dengan isi yang cukup banyak.
Berbeda dengan Djoes Kode, Es Kode memiliki konsep untuk tidak membuka cabang sama sekali. Hal ini untuk menekankan orisinalitas dari mereka yang dimiliki. Es Kode juga merupakan bisnis yang telah melalui beberapa generasi dan kemudian berpindah tempat di Jalan KH. Soleh Ali No. 109, Tangerang. Uniknya, saat ini Djoes Kode justru membuka kios di Pasar Lama, yang sebelumnya merupakan lokasi awal Es Kode. Seperti kasus Mie Gacoan, Djoes Kode juga bisa dikatakan melakukan imitasi terhadap produk yang sudah ada.
Terlepas dari pro dan kontra terhadap strategi imitasi bisnis tersebut, Sahabat Wirausaha dapat melihat bagaimana strategi tersebut berjalan dalam kegiatan usaha. Merujuk pada pembahasan di atas, Mie Gacoan dan Djoes Kode menyadari bahwa terdapat tantangan dalam melakukan imitasi. Hal ini yang kemudian membuat mereka melakukan beberapa penyesuaian untuk menghasilkan imitasi yang inovatif.
Keduanya menyadari bahwa imitasi adalah sebuah hal yang lemah sehingga mereka kemudian menggunakan sumber daya yang mereka miliki untuk menutupi kelemahan tersebut. Kedua bisnis tersebut menggunakan modal yang mereka miliki untuk melakukan ekspansi kios dalam rangka membangun brand mereka di telinga masyarakat. Mereka juga bahkan menggunakan influencer untuk memastikan bahwa produk mereka bisa dikenali dengan cepat.
Selanjutnya, mereka juga menggunakan strategi dan penetrasi yang tepat dalam melakukan imitasi. Djoes Kode misalnya, mereka tidak hanya menawarkan minuman dan makanan saja, tetapi juga menawarkan tempat berkumpul bagi para pembelinya. Pendekatan yang digunakan oleh Djoes Kode ini membuat mereka memiliki nilai tambah dibandingkan bisnis yang mereka tiru.
Hal serupa juga dilakukan Mie Gacoan, dengan menyediakan tempat yang nyaman disertai dengan kemudahan mempertimbangkan mekanisme pembelian melalui daring. Kedua hal ini membuat brand mereka viral dan memiliki tempat tersendiri bagi para pembeli.
Mie Gacoan dan Djoes Kode juga menyadari bahwa produk mereka dapat mudah diduplikasi oleh kompetitor. Hal ini yang kemudian membuat mereka juga terus menjaga mutu. Hal ini terbukti dalam beberapa tinjauan dari para food vlogger yang menunjukkan bahwa kualitas rasa dari kedua produk tersebut cukup baik. Dipadukan dengan beberapa aspek di atas, status sebagai pemimpin pasar untuk produknya masing-masing akan relatif mudah dijaga mengingat rasa adalah bagian terpenting dari produk makanan.
Nah, dengan membaca tulisan ini, Sahabat Wirausaha bisa lebih mengetahui bagaimana imitasi juga dapat dimanfaatkan untuk menjadi sebuah strategi bisnis. Tetapi ingat ya, strategi imitasi bisnis bukan sekedar meniru, tetapi juga memasukkan inovasi terhadap produk atau layanan yang dipelajari dari kompetitor atau pihak lain.
Jika tulisan ini bermanfaat , silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.
Referensi:
- Posen, Hart E. and Ross, Jan-Michael and Wu, Brian and Benigni, Stefano and Cao, Zhi, Reconceptualizing Imitation: Implications For Dynamic Capabilities, Innovation, And Competitive Advantage (August 22, 2022). Academy of Management Annals, Forthcoming , Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=4197355
- Levitt, Theodore, Innovative Innovation (September, 1966) Harvard Business Review, https://hbr.org/1966/09/innovative-imitation
- Dojes Kode, https://juskode.id/
- Kober Mie, https://kobermie.id/
- Mie Gacoan, https://miegacoan.com/
- Merahputih.com, Es Kode Tangerang, Jus Legendaris yang Tidak Buka Cabang di Mana pun (June 20, 2023) https://side.merahputih.com/dn/es-kode-tangerang-jus-legendaris-yang-tidak-buka-cabang-di-mana-pun