https://i.ytimg.com/vi/D0_ZkZlbF0Y/maxresdefault.jpg

Sumber gambar : Pawonnarasa.com

Jika bicara bisnis kue kering, peluang pasarnya seperti tak pernah gersang. Varian kue kering yang luas sukses memberi ruang kepada banyak pegiat UKM untuk terus berkembang dan berinovasi. Salah satu di antaranya adalah bisnis eggroll Pawon Narasa yang digawangi oleh Acep Nugraha Permana dan istri tercinta. Dimulai dari bisnis sampingan, saat ini Pawon Narasa bisa mencapai omzet lebih dari 50 juta rupiah di masa-masa menjelang hari raya Lebaran. Bagaimana perjalanan bisnis UKM inspiratif ini? Acep Nugraha, co-owner Pawon Narasa, membagikan kisah suksesnya pada UKM Indonesia .

Bisnis Sampingan Yang Sukses Menggaet Pelanggan

Pawon Narasa dirintis dari bisnis kue kering tradisional di tahun 2006, bermodal lebihan uang belanja rumah tangga sepasang suami istri muda. Proyek iseng-iseng ini dimulai Acep Nugraha dengan membawa kue kering buatan istri ke kantor dan menjualnya ke teman-teman sejawat. Tanpa disangka, produk Acep selalu ludes terjual dan banyak yang menanyakannya kembali. Kala itu, momennya memang pas di bulan Ramadhan dan penjualan terus menjadi stabil.

Bisnis ini menjadi lebih serius saat Acep dan istri ditawari untuk memproduksi Eggroll sebanyak 200 kg dengan bahan tepung terigu untuk dikirim ke kota Bandung pada tahun 2009. “Kami lalu mencoba menghitung kebutuhan modal dan perkiraan keuntungannya,” ujar Acep. Meskipun cukup menantang, namun Acep dan istri akhirnya setuju untuk mengambil tawaran tersebut. Modal yang mereka peroleh melalui pinjaman perorangan, kemudian digunakan untuk berbelanja alat masak, bahan baku, dan membayar sewa tempat produksi.

Baca Juga : Peluang Bisnis Kue Kering di Pasar Online

Dikatakan Acep, pesanan ini merupakan tantangan pertama mereka dalam berbisnis. “Tawaran untuk membuat kue ini termasuk mendadak dan harus selesai dalam tempo 1 bulan untuk 200 kg,” tuturnya. Mereka harus sigap menyiapkan alat, bahan, lokasi produksi, dan pegawai dalam waktu yang relatif singkat. Untunglah, pesanan ini bisa selesai tepat waktu dengan keuntungan yang lumayan. Setelah itu, Acep dan istri menjadi jauh lebih tertarik dengan produk kue semprong tradisional yang mereka buat. Mereka mulai mencari peluang pasar di Depok dengan menyediakan supply secara curah di beberapa toko kue dan pasar tradisional. Perlahan-lahan, usaha ini punya jangkauan yang lebih luas.

Saat itu, di tahun 2009 hingga 2015, jangkauan mereka masih terbatas di pasar tradisional dan produksi musiman di waktu menjelang Lebaran. Meski begitu, keuntungan yang diperoleh sudah cukup besar. “Mendekati lebaran omzetnya bisa lebih dari 50 juta (rupiah),” tutur Acep. Akhirnya, Acep yang memang masih bekerja kantoran di tahun 2009, memutuskan untuk berhenti bekerja di bulan Maret 2015 untuk fokus mengembangkan Pawon Narasa. Dalam menjalankan bisnisnya, Acep mengurus segala hal tentang branding, penjualan, dan marketing produk. Hal ini meliputi pembuatan logo, kemasan, media sosial, website dan mengurus toko di marketplace. Ia juga mengurusi pembenahan manajemen keuangan, stok bahan baku, stok barang jadi hingga operasional sehari-hari.

Produk utama Pawon Narasa adalah eggroll alias kue semprong. Sebuah kue tradisional dari tepung beras dan terigu yang cukup populer sebagai camilan tradisional. Di tahun 2015 ini juga, mereka mulai berpikir untuk mengekspansi bisnis agar produk yang dijual bisa menjadi penghasilan bulanan dan tidak hanya laku secara musiman. Sejak itu, pasutri ini mulai mengembangkan produk mereka menjadi kemasan-kemasan retail yang lebih cantik dan menarik pasar baik di offline maupun online. Hasilnya sungguh memuaskan. Saat ini, bisnis eggroll Pawon Narasa sudah berkembang pesat. Produk-produk mereka tersebar di 17 outlet di Bogor, 3 outlet di Jakarta, dan 9 outlet di kota Depok.

Baca Juga : Labuana, Citarasa Khas Tepung Weluh Untuk Kudapan Ringan

Beralih ke Bahan Baku Tepung Lokal Indonesia

Salah satu yang diterapkan Acep dalam mengembangkan bisnisnya adalah dengan mulai beralih ke bahan baku non-terigu. “Sementara istri saya fokus di pengembangan produk yang tadinya hanya produk berbahan terigu, beralih ke produk non-terigu (gluten free) dengan menggunakan bahan tepung sorgum, ubi ungu, singkong dan talas,” ujarnya.

Inovasi ini tercipta bukan tanpa alasan. Mereka berpikir, bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, dan tidak seharusnya kue-kue tradisional terlalu bergantung pada tepung terigu yang dibuat dari gandum impor. Dilansir dari Databooks milik Katadata.co.id, data milik Asosiasi Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) menyatakan bahwa di tahun 2017, volume impor gandum Indonesia naik sekitar 9% menjadi 11,48 juta ton dibanding tahun sebelumnya. Nilai impor ini diperkirakan mencapai 2,65 miliar dolar Amerika. Impor gandum terbesar Indonesia berasal dari Australia, yang mencapai 4,23 juta ton alias sekitar 37% dari total impor keseluruhan. Sementara urutan kedua dan ketiga ditempati Ukraina dan Kanada. Ironisnya, sekitar 64% dari total impor tersebut justru digunakan oleh industri kecil. Antara lain untuk pembuatan usaha bakery, biskuit, cake, hingga kue basah.

Padahal, menurut Acep, di dalam negeri terdapat banyak bahan-bahan lokal yang bisa jadi substitusi seperti tepung talas, tepung singkong, tepung ubi ungu , dan tepung sogum. Di Indonesia, Sogum lebih banyak dikenal dan digunakan sebagai bahan pakan ternak. “Namun, ternyata bijinya bisa dijadikan tepung yang diolah menjadi aneka kue kering yang citarasanya tak kalah enak dengan bahan baku tepung,” jelas Acep. Dan inilah salah satu keunikan produk-produk kue tradisional milik Pawon Narasa. Mereka lebih memanfaatkan tanaman-tanaman lokal untuk pengolahan bahan baku tepung. Selain lebih sehat karena berbahan gluten free, mereka juga mempromosikan penggunaan bahan lokal non-impor.

Baca Juga : 8 Jenis Inovasi yang Efektif Untuk Menaikkan Skala UMKM

Berani Merambah ke Pasar Online

D tahun 2017, Pawon Narasa mulai merambah ke marketplace online. Namun di kala itu, mereka masih meraba-raba karena tidak tahu karakter marketplace itu seperti apa yang laku di area kue kering. Akhirnya, Acep dan istri lebih berfokus pada penjualan offline, dengan produk andalan berupa eggroll gluten-free yang benar-benar masih baru di pasaran.

Sejak pandemi melanda Indonesia, penjualan offline menjadi sangat terpukul dengan pembatasan-pembatasan yang diberlakukan. Banyak toko-toko yang ditutup, dan banyak pesanan diretur. Saat itu, barulah Pawon Narasa benar-benar masuk ke penjualan online. Kebetulan, ada beberapa mitra yang menjual produk mereka secara online, salah satunya adalah Indonesia Mall yaitu official store yang dibentuk BRI untuk menjual produk-produk UKM. Mereka bekerjasama dengan marketplace dalam negeri, seperti Blibli dan Tokopedia, dan juga dengan marketplace luar negeri di Malaysia dan Singapore. Dari penjualan online ini, Acep dan istri mulai melek digital.

Meskipun masih meraba-raba, mereka bertekad bulat untuk menjalankannya. Produk Pawon Narasa sejatinya juga ada di semua marketplace, tidak hanya Tokopedia dan Shopee, agar memperkuat keberadaan produk di mesin pencarian. Memulai penjualan online memang benar-benar membutuhkan data. Acep sendiri memulai penjualan online dengan minim data dan perkembangannya cukup lambat. Strategi dan pengembangan akan membutuhkan data tersebut.

Baca Juga : Mengumpulkan Data Untuk Inovasi Bisnis Kuliner

Melalui data yang ada, kita jadi bisa tahu apa saja produk yang sedang diminati masyarakat saat ini, sehingga lebih mudah dalam menentukan produk yang jadi andalan. Bagaimana kita penetrasi pasar lebih dalam, bisa dibaca melalui data. Begitu pula dengan apa-apa yang kita butuhkan dalam mengembangkan produk dan bisnis kita sendiri. Jangan sampai kita hanya menggunakan insting atau asumsi sendiri.

Dalam membangun kanal penjualan online, Pawon Narasa memperkuat branding melalui media sosial dan menghubungkannya dengan platform e-commerce. Memperkuat branding di media sosial sangat penting untuk mempromosikan produk dan membuat calon pembeli sadar akan kehadiran produk kita.

Pawon Narasa merupakan produk kue kering dan karenanya dari pengemasan harus pas serta hati-hati. Selain menggunakan kardus atau boks yang pas, kita juga harus siap dengan ganjalan. Ganjalan bisa dengan gulungan koran, bubblewrap, dan potongan kertas atau busa. Pastikan produknya tidak goyang ke sana kemari selama pengiriman. Harus dipadatkan sebisa mungkin. Pengiriman dan pengemasan sangat penting, “Kebanyakan review dan rating di marketplace sebagian besar tentang kedua hal tersebut. Jika barang hancur saat datang, meskipun ini salah pihak kurir, namun yang akan diberi bintang jelek adalah lapak kita sebagai penjual. Jadi, sebisa mungkin packaging harus sempurna sebelum dikirim,” papar Acep.

Baca Juga : 7 Alasan Kenapa UKM Perlu Berbisnis Online

Bagaimana cara Pawon Narasa melebarkan sayap ke berbagai platform online?

Penting untuk mengkomunikasikan brand kita kepada pelanggan. Pawon Narasa sudah lebih dulu memiliki mitra-mitra yang hadir di e-commerce dan tinggal memanfaatkannya. Acep juga lebih banyak riset di Instagram, dengan mencari mitra baru lewat mitra yang ada. Dengan cara ini, ia pernah berhasil membangun kerjasama dengan Lemonilo. Selain itu, Pawon Narasa juga membuka harga paket-paket, untuk event-event tertentu. Harganya pun lebih murah dibandingkan beli satuan, sehingga menarik pelanggan.

Banyak hal yang bisa Sahabat Wirausaha pelajari dari kisah Acep Nugroho sepanjang membesarkan Pawon Narasa. Acep dan sang istri menghasilkan ide bisnis menarik dari visi yang baik untuk dunia kue kering kedepannya. Strategi mereka dalam melebarkan penjualan ke berbagai platform online dan mengubah bentuk kemasan menjadi lebih efisien juga patut diacungi jempol. Yuk, jangan ragu untuk ikut mewujudkan visimu menjadi UKM Naik Kelas!

Baca Juga : Tren Belanja Online dalam Era New Normal


Referensi :

Wawancara dengan Acep Nugraha, Co-Owner dari Pawon Narasa

Webinar Pojok Pasar Online bertajuk “Raih Kemenangan Bisnis Kue Kering Saat Ramadhan” yang ditayangkan di kanal YouTube UKM Indonesia (17 Juni 2021).

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/22/berapa-impor-gandum-indonesia