Sahabat Wirausaha, bisnis memang sebuah kegiatan yang tak selamanya menghasilkan untung tapi juga berpotensi memberikan kerugian. Ketika kerugian itu terjadi dalam jangka waktu lama, bukan tak mungkin kalau akhirnya bisnis tersebut jadi gulung tikar. Kalau sudah begini, si pemilik bisnis akan mengambil langkah terakhir yakni mengurus penutupan perusahaannya karena tak bisa lagi dilanjutkan.

Baca Juga: Apa itu Izin Edar?

Bicara soal penutupan perusahaan (lock-out), Hukum Perseroan Terbatas menjelaskan kalau hal itu merupakan hak dasar setiap pengusaha. Hanya saja tidak lock-out jadi tidak dibenarkan jika hal itu dilakukan pengusaha sebagai aksi balasan atas tuntunan normatif dari para pekerja.

Begitu pula perusahaan yang melayani kepentingan umum seperti rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendali telekomunikasi, penyedia tenaga listrik, pengolahan migas sampai kereta api tidak diperbolehkan melakukan lock-out. Lantas seperti apakah ciri dan tahapan penutupan perusahaan selain yang dikecualikan di atas bisa dilakukan? Simak terus ulasan artikel ini sampai selesai.


Tahapan Menutup Perusahaan yang Sudah Tak Bisa Dilanjutkan

Dalam dunia bisnis, penutupan perusahaan memang berkaitan dengan aktivitas pembubaran perusahaan sebagai badan hukum atau likuidasi. Dalam proses likuidasi ini, Sahabat Wirausaha harus melakukan pembayaran kewajiban kepada para kreditur dan membagikan aset ke pemilik saham.

Baca Juga: Hal yang UMKM Wajib Tahu Tentang Perizinan Usaha Berbasis Risiko

Menurut Cekindo, di Indonesia proses penutupan perusahaan sama dengan pendirian yang harus melewati sejumlah proses hukum. Hal ini diatur dalam UU (Undang-Undang) PT (Perseroan Terbatas) Nomor 40 Tahun 2007 bagian 142 tentang pengakhiran kegiatan, likuidasi sampai berakhirnya status perusahaan sebagai badan hukum.


Alasan Perusahaan Harus Ditutup

Jika Sahabat Wirausaha berpikir sebuah perusahaan harus ditutup karena bisnis mereka gagal, maka itu tidak sepenuhnya tepat. Pembubaran ini terjadi pada perusahaan yang memang tak bisa lagi dilanjutkan ketika sumber daya mereka berkurang, manajemen yang buruk hingga kondisi perekonomian memburuk. Berikut beberapa alasan yang membuat pengusaha membubarkan bisnis mereka:

  1. Adanya keputusan pembubaran dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) lewat konsensus bersama yang diikuti minimal ¾ pemilik saham
  2. Jangka waktu pendirian sesuai ketentuan dalam anggaran dasar yang sudah berakhir
  3. Adanya pencabutan izin usaha
  4. Keputusan pengadilan karena perusahaan tidak mampu memenuhi aturan hukum, termasuk di dalamnya akta pendirian yang bermasalah hingga operasional bisnis yang terhenti selama tiga tahun
  5. Keputusan pengadilan yang menyatakan kondisi perusahaan bangkrut dan tak mampu membayar biaya pailit
  6. Adanya pencabutan izin PT PMA (Penanaman Modal Asing) dan sudah melakukan likuidasi

Baca Juga: Cara Menghitung Nilai Perusahaan Untuk Negosiasi Penanaman Modal Ekuitas/Saham


Langkah-Langkah Penutupan Perusahaan

Setelah sejumlah alasan di atas ditemukan dalam sebuah perusahaan, maka pemilik bisnis bisa langsung memulai proses pengurusan lock-out. Dalam fase likuidasi ini, akan ada likuidator entah dari jajaran direksi, kalangan profesional hingga konsultan ahli yang bertanggung jawab melakukan pembayaran utang kepada kreditur. Likuidator sendiri dipilih lewat persetujuan pengadilan maupun RUPS dan kemudian melakukan tahapan berikut ini:

  1. Mengumumkan pembubaran perusahaan lewat surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat informasi pembubaran PT dan dasar hukum, nama likuidator, alamat serta prosedur dan periode pengajuan tagihan
  2. Mendaftarkan pembubaran ke Kementerian Hukum dan HAM dalam waktu maksimal 30 hari setelah lock-out efektif dijalankan
  3. Mendaftarkan sejumlah aset perusahaan dan kewajiban penyelesaian ke kreditur
  4. Melaporkan hasil akhir likuidasi keapda RUPS atau pengadilan supaya bisa disahkan
  5. Melakukan ratifikasi pelaporan likuidasi ke Kementerian Hukum dan HAM yang kemudian diikuti pengeluaran pengumuman di media berita dalam waktu maksimal 30 hari
  6. Pencatatan berakhirnya status hukum dan penghapusan nama perusahaan oleh Kementerian Hukum dan HAM

Baca Juga: Mengenal Perbedaan Pemilik dan Pengelola Perusahaan

Lantaran harus melewati sejumlah prosedur yang cukup rumit ketika Sahabat Wirausaha hendak menutup perusahaan, ada baiknya juga memperhatikan waktu hari kerja maksimal yang dibutuhkan untuk melakukan proses tersebut. Hal ini diatur pula dalam ayat 143 UU No. 40 Tahun 2007 yakni:

  • Akta pembubaran yang diterbitkan notaris (pertama) = maksimal 5 hari kerja
  • Publikasi koran yang pertama = maksimal 3 hari kerja
  • Persetujuan dari KemenkumHAM = maksimal 60 hari kerja
  • Pencabutan NIB (Nomor Induk Berusaha) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) di OSS (Online Single Submission) atau PBTSE (Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik) = maksimal 30 hari kerja
  • Pencabutan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SKT (Surat Keterangan Terdaftar) = maksimal 180 hari kerja
  • Pencabutan SPPKP (Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak) = maksimal 180 hari kerja
  • Akta pembubaran yang diterbitkan notaris (kedua) = maksimal 5 hari kerja
  • Publikasi koran yang pertama = maksimal 3 hari kerja
  • Persetujuan KemenkumHAM = maksimal 30 hari kerja
  • Publikasi koran yang ketiga = maksimal 3 hari kerja

Baca juga: Ragam skema jual beli saham perusahaan yang UKM perlu tahu

Dengan durasi waktu itu, maka normal bagi Sahabat Wirausaha untuk menghabiskan sekitar 1 – 1,5 tahun untuk mengurus penutupan perusahaan. Namun prosesnya bisa semakin cepat ketika pemilik usaha menggunakan jasa layanan lock-out yang tersedia di Indonesia. Jika semua proses likuidasi lancar dan adanya pencabutan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), perusahaan yang sudah tak punya eksistensi hukum tak harus membayar pajak.

Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.