Business people using digital devices isolated on white background

Berbeda dengan bisnis komersial, bisnis sosial menyatakan bahwa tujuannya adalah memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat rentan. Bisnis sosial tidak menempatkan pencarian keuntungan sebagai tujuan, melainkan sebagai cara untuk mendapatkan sumberdaya yang lebih banyak lagi untuk membantu memecahkan masalah. Pertanyaannya, bagaimana tujuan tersebut bisa dicapai?

Baca juga: Pola Struktur Organisasi bagi UMKM

Akan menjadi sangat mudah bila sejak awal pendiriannya seluruh pendiri menyepakati tujuan pemecahan masalah itu. Biasanya, kesepakatan tentang tujuan tersebut muncul karena dua hal. Pertama, para pendiri itu melihat sebuah permasalahan yang penting dan urgen untuk diselesaikan. Kedua, para pendiri mengetahui dan merasa bahwa mereka mampu untuk membantu memecahkan masalah tersebut.

Contohnya adalah cerita pendirian Grameen Bank oleh Muhammad Yunus. Ia melihat bahwa kemiskinan merupakan masalah yang sangat menonjol di masyarakat Bangladesh, termasuk mereka yang tinggal di dekat tempat Yunus tinggal dan mengajar. Ia kemudian mengetahui bahwa terbatasnya akses terhadap kapital merupakan penyebab mengapa masyarakat itu tetap miskin. Ia tak melihat masyarakat miskin sebagai pemalas, melainkan terus berupaya memperbaiki kondisi kesejahteraan dirinya, tetapi akses yang sulit terhadap kapital membuat upaya tersebut lebih kerap gagal.

Baca Juga: Cara Mengoptimalkan Kinerja Reseller

Yunus kemudian melihat bahwa sebetulnya dirinya bisa membantu memecahkan masalah ini. Dari penelitian yang dilakukannya, sangat jelas bahwa kebutuhan kapital itu tidaklah besar. Jadi, ia bisa menggunakan uangnya sendiri untuk dipinjamkan. Selain pinjaman uang, ia juga punya pengetahuan manajemen yang diajarkannya kepada para peminjam yang hampir seluruhnya perempuan itu. Dalam kurun waktu yang tak terlalu lama, ia mendapati bahwa pendekatannya memang membuahkan hasil yang menggembirakan. Ia kemudian siap membuat lembaga formal untuk aktivitasnya itu, dan melakukan peningkatan skala (scale up) bisnisnya.

Setiap cerita tentang bisnis sosial terkait dengan dua hal tersebut: masalah yang dihadapi masyarakat, dan peluang pemecahan yang dilihat oleh para pendiri perusahaan sosial. Terkadang masalah itu sedemikian jelasnya, seperti yang dilihat Yunus, tapi lebih sering membutuhkan penelitian yang lebih saksama sebelum benar-benar bisa terlihat dengan jelas. Peluang pemecahan biasanya mudah dilihat, karena terkait dengan karakteristik yang melekat pada para pendiri itu, tapi terkadang para pendiri juga membutuhkan bantuan pihak lain untuk menjadi komplemennya.

Baca Juga: Apa itu Business Model Canvas (BMC)?

Penting juga untuk diingat bahwa mungkin saja pemikiran tentang model bisnis sosial tidak datang sejak sebelum pendirian. Bisa jadi, perusahaan yang awalnya didirikan dengan model bisnis komersial kemudian mengalami transformasi. Biasanya, karena pemiliknya melihat bahwa diri dan perusahaannya bisa menyumbang lebih besar kepada masyarakat dibandingkan sebelumnya. Kalau hal ini terjadi, maka transformasi bisa dilakukan untuk membuat perusahaan mengadopsi model bisnis sosial.

Mungkin saja hal tersebut hanya perlu dilakukan dengan perubahan visi dan misi yang tidak radikal. Kalau ada sebuah rumah sakit yang tadinya beroperasi sebagai bisnis komersial hendak menjadi sebuah bisnis sosial, maka perubahan visi dan misi mungkin diperlukan terkait dengan bagaimana pasien dari kalangan tak mampu bisa diutamakan, dengan biaya yang disubsidi. Kalau ada sebuah restoran hendak berubah menjadi bisnis sosial, mungkin visi dan misinya bisa dibuat dikaitkan dengan layanan produk makanan dan minuman dengan nutrisi yang baik dan berharga terjangka untuk mereka yang berasal dari kelompok ekonomi lemah.

Baca Juga: Cara UMKM Menetapkan Target Usaha

Namun contoh-contoh itu biasanya hanya terjadi pada perusahaan keluarga atau perusahaan yang masih berskala kecil. Pada perusahaan publik serta yang berskala raksasa, perubahan tujuan menjadi bisnis sosial jauh lebih sulit dilakukan. Namun, kini ada banyak pengelola CSR di dalam perusahaan-perusahaan itu yang menjadi social intrapreneur. Mereka tetap bekerja dalam sebuah perusahaan komersial, namun mereka mengarahkan sumberdaya terbaik untuk benar-benar membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Mereka menggunakan seluruh kemungkinan yang ada—peluang bisnis, kesempatan kerja, dan projek pengembangan masyarakat—untuk membantu kelompok masyarakat rentan.

Lebih jauh daripada itu, para social intrapreneur bahkan memikirkan bagaimana mereka bisa mendukung pendirian berbagai perusahaan sosial. Mereka biasanya mengadakan lomba yang menghasilkan ide untuk menolong masyarakat dengan pendekatan bisnis, kemudian menyediakan hadiah berupa bimbingan manajemen dan modal awal untuk mewujudkan perusahaan sosial itu.

Baca Juga: Mengenal Perbedaan Pemilik dan Pengelola Perusahaan

Jelas, banyak jalan untuk mencapai tujuan bisnis sosial. Setiap orang yang tertarik membantu masyarakat rentan melalui pendekatan bisnis hanya perlu memikirkan jalan mana yang paling cocok untuk dirinya.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha


Sumber:

Artikel ini pernah dimuat di surat kabar KONTAN, pada tanggal 6 Agustus 2015.