Gambar diambil dari https://blog.efmdglobal.org/

Kita sudah sering membahas tentang bagaimana sahabat UKM untuk melakukan dan meningkatkan ekspor. Tapi jangan lupa bahwa dalam perdagangan internasional, tidak hanya ada ekspor, tapi juga ada impor. Maka dari itu, penting bagi sahabat UKM untuk mengetahui tentang kegiatan impor ini.

Presiden Joko Widodo pernah mengatakan bahwa Indonesia saat ini masih terlalu bergantung terhadap barang impor. Bahan baku untuk produksi dalam negeri sebagian besar adalah impor. Tapi mengapa pelaku usaha masih terus melakukan impor? Bukankah pemerintah selalu inginnya kita mengurangi beban impor.

Baca Juga: UKM Bisa Siap Ekspor dengan Kenali 8 Hal ini

Jadi, kapankah kita sebagai pelaku UKM sebaiknya melakukan impor? Lalu, bagaimana caranya melakukan impor tersebut? Mari baca artikel ini untuk mencari tahu jawabannya.


Apa itu Impor?

Impor itu pada dasarnya kebalikan dari ekspor. Kegiatan impor didasari oleh UU No. 17 tahun 2006 yang mendefinisikannya sebagai “kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean dalam hal ini wilayah negara Republik Indonesia”. Sedangkan untuk definisi lengkapnya, Otoritas Jasa Keuangan mengartikan impor sebagai “pemasukan barang atau jasa dari luar negeri atau daerah pabean untuk diedarkan ke dalam negeri atau daerah lalu lintas bebas; jasa yang diterima dari luar negeri, seperti asuransi, transport, tenaga asing diperhitungkan juga sebagai impor”.

Bagi yang kurang memahami istilah pabean (dalam bahasa inggris disebut customs), pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan Bea Masuk pajak dalam rangka impor dan Bea Keluar untuk ekspor, yang dilakukan oleh Dirjen Bea dan Cukai di Indonesia. Jadi, setiap barang yang diimpor dilakukan pungutan negara berupa Bea Masuk berdasarkan regulasi terkait terhadap masing-masing produk.


Apa bedanya prosedur impor dibandingkan dengan ekspor?

Jika kita sudah memahami prosedur ekspor dengan lengkap, maka sejatinya kita juga sudah memahami prosedur impor. Bedanya, kita disini adalah sebagai pembeli atau importir, dengan mengimpor barang dari eksportir di luar negeri.

Namun, untuk memudahkan sahabat UKM untuk memahami bedanya antara prosedur impor dan prosedur ekspor ini. Ada baiknya melihat lima poin berikut ini.

Baca Juga: Potensi Ekspor Rempah-Rempah di Pasar Eropa

1. Perizinan

Sama halnya dengan eksportir, importir juga harus memiliki lisensi untuk bisa melakukan kegiatan impor, yaitu dengan API (Angka Pengenal Importir). Jika tidak memiliki ini, maka bisa juga dilakukannya dengan Undername (meminjam lisensi impor perusahaan lain).

2. Pengiriman Barang

Untuk kegiatan pengiriman barang, tidak bisa dibedakan mana yang lebih bertanggung jawab, eksportir atau importir. Karena itu semua tergantung dari Incoterms yang digunakan. Contohnya ketika memakai EXW atau FOB, maka importir lah yang lebih banyak mengurusi pengiriman. Sebaliknya, ketika memakai CFR atau CIF, maka pengiriman diurusi oleh eksportir.

3. Pengurusan Dokumen

Di dalam ekspor, kita sudah mengetahui berbagai dokumen untuk dipersiapkan, seperti Invoice, Packing List, Bill of Lading, SKA, dan lain-lain. Tetapi sebagai importir, kita biasanya lebih mengurusi dalam hal pembayaran seperti pembuatan L/C (Letter of Credit) dengan bank penerbit. Importir juga kebanyakan mengurusi dokumen kepabeanan impor. Tetapi ini juga tergantung dari Incoterms yang digunakan dan kesepakatan kerjasama.

4. Bea yang Dikenakan

Ketika mengekspor, pajak yang dikenakan adalah Bea Keluar, yaitu pungutan negara yang dikenakan pada barang-barang ekspor. Sedangkan sebagai importir, pajak yang kita harus bayar adalah Bea Masuk, yang merupakan pungutan oleh negara pada barang-barang impor berdasarkan BTKI (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia). Menurut PMK No. 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 terdapat 1147 item yang dikenakan Bea Masuk biasanya diantaranya barang mewah, dan lain sebagainya. Namun bea masuk dapat dibebaskan apabila nilai impor kurang dari nilai FOB USD 75.

Baca Juga: Potensi Ekspor Makanan Olahan Kemasan Dari Indonesia

5. Pemeriksaan Barang

Barang yang akan diekspor maupun diimpor sama-sama dilakukan pemeriksaan fisik terhadap barang tersebut beserta pemeriksaan dokumennya. Namun, berbeda dengan ekspor, pemeriksaan barang impor di Indonesia dikelompokan menjadi jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, dan jalur MITA prioritas maupun non-prioritas, yang menentukan prosedur pemeriksaan barangnya.


Mengapa dan kapan kita sebaiknya melakukan impor?

Terdapat beberapa motivasi/tujuan bagi para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan impor, diantaranya:

  1. Memperkenalkan produk baru yang tidak tersedia di dalam negeri
  2. Menyediakan produk berkualitas lebih tinggi daripada produk dalam negeri
  3. Mengurangi biaya produksi karena lebih murahnya bahan baku
  4. Meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar ekspor

Dengan tersedianya berbagai alternatif barang dan bahan baku dari pasar impor, pastinya kegiatan impor menghasilkan banyak keuntungan untuk pelaku usaha. Tapi tidak baik kan jika kita terus-menerus bergantung pada kegiatan impor demi mencari keuntungan semata. Apa jadinya nasib rekan-rekan UMKM kita lainnya yang selalu terkalahkan oleh produk impor.

Baca Juga: Peluang Pasar Apparel

Yuk kita bahas pro-kontra masing-masing motivasi/tujuan melakukan impor di atas. Manakah yang sebaiknya dilakukan?

1. Memperkenalkan produk baru yang tidak tersedia di dalam negeri

Begitu luasnya akses ke pasar impor membuat kita menemukan banyak produk inovatif yang potensial untuk dipasarkan ke dalam negeri. Apalagi, saat ini konsumen dimanapun menuntut untuk sesuatu yang baru dan inovatif. Bahkan, banyak yang berlomba-lomba untuk mengimpor produk baru brand ternama untuk dipasarkan di Indonesia.

Tapi, apakah sesuatu yang baru dan inovatif hanya berasal dari pasar impor? Oke, walaupun kita mengakui bahwa ide-ide yang inovatif itu berasal dari negara-negara maju. Kita harus sadar bahwa di dunia ini tidak ada yang 100% produk baru. Semua hanyalah memodifikasi produk yang sudah ada sebelumnya.

Baca Juga: Peluang Pasar Produk Mainan Anak

Jadi, intinya untuk dapat memasarkan produk yang baru, kita tidak musti mengimpornya dari luar negeri. Kita bisa mencontoh kesuksesan China yang menguasai perdagangan internasional. Mereka sukses memproduksi barang inovatif, yang sebetulnya hanya meniru atau mencontek produk dari negara maju lainnya, tapi dengan cara pintar atau yang disebut “smart copy”. Coba kita juga ganti mindset kita seperti yang dilakukan China. Yang harus kita lakukan hanyalah pelajari produk inovatif dari luar, lalu coba produksi sendiri dengan juga mengikuti kebutuhan pasar dalam negeri. Negara kita punya banyak pelaku UMKM yang mau diajak kerjasama sebagai produsen. Apalagi, Indonesia termasuk yang memiliki bahan baku yang berlimpah.

2. Menyediakan produk berkualitas lebih tinggi daripada produk dalam negeri

Kita boleh akui bahwa standar-standar produk dalam negeri masih kalah jauh daripada produk impor. Tapi apakah kalian tahu bahwa banyak produk-produk brand ternama tapi buatan Indonesia? Kita bisa lihat contohnya pada Adidas dan Nike yang banyak produk aslinya dijual di luar adalah Made in Indonesia. Kualitasnya pun juga terstandarisasi dan diakui oleh konsumen internasional. Dalam sektor makanan, sudah banyak juga produk pertanian berstandar organik yang dipasarkan di Eropa dan Amerika Serikat, yang berasal dari Indonesia.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Seafood

Apa artinya itu semua? Itu berarti sebetulnya bisa kita memproduksi barang dengan kualitas tinggi, tanpa harus mengimpor dari negara luar. Hal terpenting adalah kita mau mempelajari mengenai standarisasi. Khususnya standar yang diakui secara internasional. Memang dibutuhkan usaha yang keras sampai bisa memproduksi produk berkualitas tinggi. Namun, lebih baik kita mengangkat derajat produk buatan Indonesia bukan.

3. Mengurangi biaya produksi karena lebih murahnya bahan baku

Kita sudah melihat bersama bahwa produk-produk dari pasar impor, khususnya China yang mampu menawarkan harga yang sangat rendah. Oke, untuk masalah harga ini, bahan baku asal Indonesia belum mampu mengalahkannya. Ini semua dikarenakan teknologi dan skala produksi kita yang belum mumpuni.

Akan tetapi ingat, mahalnya harga bahan baku juga termasuk salah satunya karena panjangnya rantai pasokan (supply chain). Khususnya pada pertanian, banyak sekali rantai tengkulak yang akhirnya membuat harga bahan baku menjadi sangat mahal. Jadi untuk membuat harga bahan baku yang murah, ternyata bisa loh untuk dicoba memotong rantai pasokan ini dengan langsung membelinya ke petani dan produsen di rantai awal.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Teh

Sudah banyak petani kita yang mengeluh karena pelaku usaha lebih memilih bahan baku impor yang lebih murah. Jika memang masalahnya ternyata di teknologi dan skala produksi, maka itu tugas kita untuk membantunya sehingga produksinya dapat menjadi lebih efisien. Alternatif lainnya, adalah membantu para petani dan produsen untuk konsolidasi sehingga skala produksinya sangat besar sehingga efisien.

Maka dari itu, impor memang tepat dilakukan untuk menghemat biaya produksi. Namun, sebaiknya, impor dijadikan alternatif terakhir untuk mencari bahan baku lebih murah. Ini terkecuali untuk impor teknologi/mesin yang memang masih sangat terbatas di Indonesia.

4. Meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar ekspor

Alasan mengapa Indonesia kalah daya saing di pasar ekspor adalah karena masih kalah di harga dan kalah di kualitas. Harga kita seringkali tergolong lebih mahal daripada negara-negara pesaing dari tetangga kita, seperti Vietnam dan Thailand, tapi kualitas juga tidak lebih baik.

Baca Juga: Roa Judes, Menduniakan Sambal Khas Manado

Pertama, ketersediaan teknologi/mesin menjadi salah satu faktor kenapa produksi kita tidak lebih efisien dan tidak lebih baik. Sedangkan, kebanyakan teknologi/mesin tersebut memang hanya tersedia di pasar impor. Kedua, bahan baku juga krusial dalam masalah daya saing ini. Terkadang tidak banyak bahan baku di dalam negeri yang berkualitas tinggi namun harganya terjangkau. Bahkan, juga ada beberapa industri yang bahan bakunya belum optimal untuk diambil di Indonesia, seperti Tekstil yang bahan bakunya mayoritas dari China, padahal industrinya memiliki potensi besar di pasar ekspor.

Jika sahabat UKM memang harus mengimpor untuk meningkatkan daya saing di pasar ekspor, maka ini hal yang tepat untuk dilakukan. Karena itulah, pemerintah juga memiliki program KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) yang memudahkan impor untuk motivasi/tujuan ini. Penasaran? Yuk kita bahas selanjutnya.

Baca Juga: Potensi UMKM Purbalingga Menembus Pasar Ekspor


Apa itu KITE?

KITE merupakan kepanjangan dari Kemudahan Impor Tujuan Ekspor. Dari nama programnya, kita sudah bisa melihat bahwa ini ditujukan bagi impor yang hasil produksinya diekspor.

Menurut Dirjen Bea Cukai, terdapat dua fasilitas KITE:

  1. Fasilitas pembebasan bea masuk dan PPN impor tidak dipungut atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor
  2. Fasilitas pengembalian bea masuk atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor. Pengertian Bea Masuk termasuk bea masuk tambahan seperti bea masuk anti dumping, bea masuk pembalasan, bea masuk safeguard, dan bea masuk imbalan.

Seperti itulah penjelasan singkat dari KITE ini. Setiap badan usaha industri manufaktur yang berorientasi ekspor berhak menggunakan fasilitas KITE, asalkan telah memiliki NIPER (Nomor Induk Perusahaan), yaitu suatu nomor identitas yang diberikan kepada Perusahaan untuk dapat memanfaatkan fasilitas KITE.

Baca Juga: Mengenal Harga Patokan Ekspor

Untuk mendapatkan NIPER ini, caranya mudah hanya dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama (KPU) yang mengawasi lokasi pabrik atau tempat pengolahan berada. Terdapat beberapa syarat dan kriteria yang harus dipenuhi dalam pemberian NIPER yang diatur dalam PER-04/BC/2014 untuk NIPER Pembebasan dan PER-05/BC/2014 untuk NIPER Pengembalian.

Fasilitas KITE ini memiliki ketentuan batasan atau kuota untuk jumlah bahan baku yang dapat diimpor. Besarannya adalah kapasitas produksi yang tercantum dalam Izin Usaha Industri perusahaan. Jadi bila perusahaan memiliki lebih dari 1 pabrik dan telah terdaftar dalam data entitas perusahan maka kapasitas produksi sebesar total dari seluruh jumlah kapasitas produksi dalam IUI-nya. Lalu, jenis bahan baku yang dapat dimintakan fasilitas harus berkaitan dengan hasil produksi dan jenis industri perusahaan serta telah tercantum dalam database NIPER tentang Rencana Kegiatan Produksi.

Baca Juga: Jitu Membidik Peluang Pasar dan Target Negara Ekspor

Untuk lebih jelasnya mengenai program fasilitas KITE ini, dapat membaca lebih lengkapnya di situs Dirjen Bea dan Cukai dengan klik disini. Kita akan coba membahas persyaratan dan prosedur pengajuan KITE ini di artikel lain.

Sebagai penutup artikel ini, sahabat UKM memang bisa mendapatkan manfaat dengan melakukan kegiatan impor. Namun pastikan bahwa kegiatan impor kita ini tidak merugikan produk dalam negeri. Akan lebih baik jika kegiatan impor kita terkait dengan produksi barang ekspor kita. Karena dengan melakukan impor bertujuan ekspor, kita tidak hanya bisa mendapatkan fasilitas subsidi impor dari program KITE, namun juga tetap membantu meningkatkan devisa negara kita.

Baca Juga: Memantau Peluang Pasar Ekspor melalui Platform Alibaba

Jadi, memang benar kita masih bergantung dengan bahan baku dan teknologi/mesin dari pasar impor. Tapi, ketergantungan impor ini haruslah kita ubah untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur kita di pasar ekspor.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Referensi: Kompas.com, Dirjen Bea dan Cukai, Misterexportir.com