Menagih Hutang dalam Islam

Menagih Hutang Dalam Islam Bagi sebagian orang, urusan piutang terasa rumit. Apalagi jika harus menagih hutang dalam islam, kadang kita khawatir menyinggung atau justru melanggar nilai-nilai agama. Dalam dunia usaha, piutang menjadi hal yang wajar terjadi. Tapi bagaimana bila hutang tidak kunjung dibayar?

Apakah boleh ditagih? Tentu boleh. Namun, Islam mengajarkan adab dan cara yang berlandaskan kasih sayang serta keadilan. Lantas, seperti apa sikap terbaik saat menghadapi hal ini? Mari kita bahas 8 cara menagih hutang dalam Islam yang bisa kamu terapkan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan usaha:

1. Pastikan Waktu Penagihan Sudah Sesuai Janji

Langkah pertama sebelum menagih adalah mengecek ulang kesepakatan. Apakah hutang itu memang sudah jatuh tempo? Jika belum waktunya, sebaiknya tunggu terlebih dahulu. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

"Dan jika (orang yang berhutang) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia lapang." (QS. Al-Baqarah: 280). Ini menjadi dasar kuat bahwa dalam menagih hutang dalam islam, kejelasan waktu menjadi syarat utama. Jangan sampai tergesa-gesa. Bahkan, kalau bisa memberi tenggang waktu tambahan, itu lebih baik.

Contohnya, jika seseorang berjanji membayar pada tanggal 10, maka tagihan sebaiknya dilakukan setelah tanggal tersebut. Bahkan jika mungkin, beri kelonggaran beberapa hari sambil tetap menjaga komunikasi yang baik.

Baca Juga: Bisnis Halal dalam Perspektif Islam: Meraih Keberkahan di Setiap Transaksi

2. Gunakan Nada dan Bahasa yang Lembut

Cara berbicara sangat berpengaruh dalam proses penagihan. Dalam Islam, kelembutan dalam bertutur adalah akhlak yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW. Meski kamu berada di posisi yang berhak menagih, bukan berarti boleh menggunakan nada tinggi apalagi menghakimi.

Contoh kalimat yang bisa kamu ucapkan: "Aku tahu kamu pasti sedang banyak urusan. Tapi aku ingin ingatkan soal pinjaman kemarin. Kalau memang bisa, aku ingin tahu kapan kira-kira bisa kamu cicil."

Kalimat seperti ini terdengar lebih manusiawi. Dalam dunia usaha, pendekatan ini bisa mempertahankan relasi jangka panjang. Lebih baik menghindari kata-kata seperti “Kamu sudah janji!”, atau “Kapan kamu bayar?” karena bisa memperkeruh suasana.

3. Jangan Menegur di Depan Orang Lain

Menegur secara terbuka bisa memalukan pihak yang berutang. Bahkan jika kamu merasa kesal, Islam melarang menyampaikan aib orang lain di muka umum. Maka dari itu, menagih hutang dalam islam dianjurkan untuk dilakukan secara pribadi.

Kamu bisa menghubungi lewat pesan chat pribadi atau mengajak bertemu secara santai. Misalnya saat minum kopi bersama, lalu membicarakan hutang itu dengan tenang. Ini lebih baik daripada menulis komentar di media sosial atau mengumumkan di grup publik. Menjaga harga diri orang lain termasuk bentuk akhlak mulia yang bisa mendatangkan berkah.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!

4. Lakukan Pengingat Secara Bertahap dan Berkala

Menghubungi orang yang berhutang secara berkala diperbolehkan, asalkan dilakukan dengan sopan. Tapi jika terlalu sering dan dengan nada memaksa, justru bisa dianggap menekan. Misalnya, setelah penagihan pertama tidak ditanggapi, kamu bisa menunggu 5–7 hari lalu kembali mengingatkan dengan nada ramah. Gunakan pendekatan seperti:

"Aku hanya ingin follow up kabar soal pinjaman. Kalau memang belum bisa hari ini, mungkin kamu bisa beri kabar kapan bisa mulai melunasi sebagian?"

Menagih hutang dalam islam mengajarkan untuk tidak mempersulit urusan orang lain, namun tetap menjaga hak diri sendiri. Jadi, penagihan secara berkala sah-sah saja selama tidak menyinggung perasaan orang yang sedang kesulitan.

5. Tawarkan Pilihan Pembayaran Bertahap

Terkadang, pihak yang berutang tidak bisa membayar sekaligus. Disinilah pentingnya kamu sebagai pihak pemberi pinjaman menawarkan pilihan pembayaran bertahap. Ini sesuai dengan prinsip saling membantu dalam Islam.

Kamu bisa katakan: "Kalau memang belum bisa lunas semua, aku tidak masalah kalau kamu mencicil dulu semampunya. Yang penting ada niat dan kabar."

Memberikan pilihan seperti ini bisa membuka jalan penyelesaian. Bahkan, dalam banyak kasus usaha kecil, skema cicilan seringkali menjadi solusi yang saling menguntungkan. Apalagi kalau kamu sedang mengatur arus kas, menerima sebagian lebih baik daripada tidak sama sekali.

Baca Juga: Pahami Bisnis Haram dalam Islam: Menjauhi LaranganNya Demi Membangun Penghasilan yang Berkah

6. Sertakan Bukti Tertulis atau Catatan dengan Cara yang Sopan

Kadang kala, seseorang lupa bahwa ia punya hutang. Maka penting bagi kamu menyimpan catatan atau bukti transaksi. Entah itu kuitansi, pesan singkat, atau nota tertulis. Namun dalam menagih hutang dalam islam, menyampaikan bukti harus dengan cara halus. Hindari terkesan menuduh dan menyalahkan. Kamu bisa bilang:

"Aku sertakan lagi data pembicaraan dan catatan pinjamannya ya, supaya kita sama-sama ingat rincian awalnya." Ini akan memperjelas komunikasi dan menghindarkan dari salah paham, apalagi jika pinjaman tersebut tidak dibuat secara tertulis sebelumnya.

7. Selipkan Doa Baik Saat Menagih

Satu hal yang sering dilupakan saat menagih hutang dalam islam adalah mendoakan orang yang sedang berhutang. Padahal, dengan menyelipkan doa, kamu bukan hanya menyampaikan pesan secara halus, tapi juga menunjukkan niat yang baik.

Doa bisa kamu sampaikan secara langsung seperti: "Semoga Allah mudahkan urusanmu dan berkahi usahamu, supaya bisa segera lunas dan semuanya jadi ringan." Kalimat seperti ini bisa meluruhkan beban psikologis peminjam. Ia akan merasa didukung, bukan ditekan. Dan bukan tidak mungkin, niat baikmu justru mempercepat pelunasan.

8. Gunakan Pihak Ketiga Jika Perlu

Jika semua pendekatan sudah dilakukan dan tidak membuahkan hasil, maka Islam membolehkan penggunaan perantara. Ini bisa berupa orang yang dipercaya kedua pihak, seperti keluarga, pemuka agama, atau bahkan tokoh lingkungan.

Tujuan dari mediasi ini adalah membantu menyelesaikan masalah tanpa emosi. Tapi kamu tetap harus memastikan bahwa orang yang dilibatkan bersifat netral, bisa menjaga privasi, dan tidak menyebarluaskan masalah ini.

Mediasi juga bisa menjadi jalan bagi peminjam untuk menyampaikan kendalanya secara terbuka. Siapa tahu, ada solusi lain yang bisa ditemukan bersama. Ingat, Islam mengajarkan penyelesaian yang damai dan menghindari perpecahan.

Baca Juga: Peluang Bisnis Syariah: Meraup Cuan Berkah di Tengah Tren Halal yang Meningkat


Kapan Harus Bersabar dan Kapan Harus Tegas?

Menagih hutang dalam islam adalah hak, namun tetap dibarengi dengan kewajiban menjaga sikap. Ada saatnya kamu perlu bersabar, terutama jika memang ada itikad baik dari pihak peminjam. Tapi jika justru tidak ada kabar, menjauh, atau malah memusuhi saat ditagih, kamu boleh mengambil langkah yang lebih tegas tetap dalam batas syariat.

Kamu juga bisa menuliskannya sebagai pengalaman dalam kontrak usaha ke depan. Mencantumkan tanggal jatuh tempo, konsekuensi jika terlambat, atau perjanjian tertulis bisa menjadi pelajaran berharga bagi kamu sebagai pelaku usaha.

Jadi kesimpulannya, roses menagih hutang dalam islam tidak hanya menuntut hak, tapi juga menjaga nilai adab, empati, dan kejelasan. Dalam dunia usaha, kamu tentu punya hak untuk menagih. Tapi jangan sampai niat menagih justru merusak silaturahmi. Jika kamu melakukannya dengan cara yang benar, hubungan baik tetap terjaga dan keberkahan pun tetap hadir dalam usaha.

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.