Produk-produk UMKM di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menembus pasar ekspor. Dengan melakukan ekspor, UMKM berpotensi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, karena pasarnya akan menjadi semakin luas. Hanya saja, masih banyak yang tidak mengetahui dan memahami bagaimana prosedur dan mekanisme yang harus dilalui supaya produknya bisa dieskpor ke luar negeri.
Untuk menjawab keingintahuan para UMKM yang memiliki cita-cita untuk mengembangkan usahanya sampai ke pasar luar negeri, maka pada tanggal 4 Oktober 2019 ukmindonesia menyelenggarakan program rutin bulanan Bincang Bisnis UKM yang mengangkat tema ‘UKM Juga Bisa Ekspor’. Narasumber yang mengisi acara tersebut adalah Bapak Aryoko Mochtar (Tenaga Ahli Bidang Strategi Promosi dan Pemasaran FTA Center Kementerian Perdagangan), dan para UMKM yang telah mampu melakukan ekspor ke manca negara, yaitu Aling Nur Naluri (Salam Rancage) dan Zainal Abidin (Rayung Pelangi).
Berikut beberapa poin-poin utama yang penting bagi kita untuk mulai memahami seluk beluk ekspor.
Pemerintah Membantu UMKM yang Melakukan Ekspor melalui Free Trade Agreement (FTA) Center.
Bapak Aryoko memulai sesinya dengan mengingatkan para UKM bahwa kita telah masuk dalam era pasar global. Untuk mampu bertahan dari gempuran produk impor yang masuk pasar domestik, tanpa direncanakan kualitas produk dan proses bisnis kita harus sesuai dengan persyaratan kualitas para pemain global, meskipun kita melayani pasar dalam negeri. Oleh karena itu, -tanpa kita sadari- kita sudah bersaing dengan para produsen di seluruh dunia. Sehingga, menjadi pemain global bukan lagi menjadi pilihan, melainkan merupakan suatu keharusan bagi para pelaku usaha UKM dalam negeri untuk bisa tetap eksis di dunia perdagangan.
Dengan kita memasuki pasar global, kita diuntungkan karena terbuka akses untuk mendapatkan pelanggan-pelanggan baru yang berpotensi meningkatkan pendapatan danpertumbuhan dalam jangka panjang, mengingat besarnya pasar yang kita hadapi. Untuk itu tentunya kita harus mampu meningkatkan daya saing perusahan melalui peningkatan kualitas produk sesuai keinginan pelanggan.
Namun sebelum memperluas usaha dalam pasar global, kita harus memahami berbagai risiko dan mengukur diri apakah kita telah siap,untuk bertanding dalam pasar global.
Risiko yang perlu kita pertimbangkan antara lain:
- Fluktuasi mata uang yang kita gunakan
- Biaya adaptasi, mencakup biaya adaptasi produk serta komunikasi (alat promosi) yang mahal
- Hambatan Tarif dan non-tariff
- Pemerintahan yang tidak stabil karena situasi politik dan keamanan.
Sudah siap menghadapi berbagai risiko tersebut? Bila sudah, selanjutnya kita harus pertimbangkan faktor-faktor penentu keputusan memasuki pasar global, yang mencakup:
- Ekonomi - Potensi nilai pasar yang bisa menerima di negara tujuan ekspor (kondisi perekonomian)
- Hukum - Peraturan - peraturan untuk barang import di negara tujuan
- Politik - Situasi politik negara tujuan ekspor : keamanan, sanksi dari negara lain
- Budaya - Kesamaan budaya, penerapan Halal produk.
Selain ke empat faktor di atas, yang tak kalah penting adalah faktor negara tujuan. Pasti diawal memasuki pasar global kita bertanya-tanya, negara mana yang sebaiknya kita sasar sebagai pemula ekspor?
Bila belum memiliki negara yang ingin membeli produk kita, sebaiknya kita memilih negara tujuan ekspor yang memiliki Free Trade Agreement (FTA) untuk mempersempit pilihan. Dengan bertransaksi dagang dengan negara yang telah memiliki FTA tersebut, barang ekspor akan lebih kompetitif karena tarif bea masuk yang rendah atau bahkan 0%.
Apa itu FTA? FTA adalah kesepakatan penghapusan tarif bea masuk untuk seluruh produk barang, serta menyepakati isu perdagangan jasa serta isu-isu perdagangan lainnya yang berlaku di ASEAN dengan Korea, India, China, Australia, Selandia Baru, Hongkong.
Contoh: alas kaki kode HS 6402.99.90 akan terkena tarif bea masuk 5% di Australia, namun tarifnya menjadi 0�lam ASEAN-Australia New Zealand FTA.
Bagaimana cara kita mengetahui informasi tentang penghapusan tarif tersebut? Kita dapat memperoleh informasi tersebut melalui FTA Center yang dibentuk oleh Pemerintah untuk membantu pelaku usaha khusus UMKM mengurangi hambatan tarif & non-tariff.
FTA memiliki tugas pokok & fungsi membantu UKM dalam memasuki dan mengembangkan pasar dengan tujuan peningkatan ekspor. Kementerian Perdagangan mempersiapkan FTA Center Kemendag di lima kota di Indonesia yaitu Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar. FTA Center Kemendag memberikan layanan konsultasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat, khususnya pelaku usaha, yang ingin mempersiapkan diri di era perdagangan bebas.
Jadi, jangan sungkan untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang potensi ekspor di FTA Center yaa…
Nah, apa lagi yang harus kita lakukan untuk mulai mempersiapkan ekspor? Untuk langkah awal, kita harus memenuhi persyaratan untuk menjadi eksportir, mencakup: telah berbadan hokum, memiliki NPWP dan memiliki Izin usaha (seperti: SIUP, Surat Izin Industri, Surat Penanaman Modal Dalam Negeri). Bila belum sanggup memenuhi seluruh persyaratan tersebut jangan kuatir, kita dapat tetap bertanding di pasar global, namun melalui ekspor tidak langsung. Ekspor tidak langsung adalah teknik di mana barang dijual melalui perantara/eksportis negara asal, kemudian dijual oleh perantara tersebut. Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap operasi di negara lain kurang. Jadi, tentukan cara melakukan ekspor sesuai kondisi perusahaan kita yaa…
Sambil menyusun rencana persiapan ekspor, ada baiknya kita mengintip kiat dan pengalaman perusahaan yang telah mampu menembus pasar global. Yuk, kita simak kisah dari Salam Rancage dan Rayung Pelangi.
Kualitas produk kita bagus? Silahkan Jual Mahal!
Mbak Aling dari Salam Rancage tak mau ketinggalan dalam memberikan tips berdasarkan pengalamannya bertarung di pasar global.
Salam Rancage memulai produksi dari keterbatasan. Lingkungan tempat Salam Rancage berdomisili tidak memiliki sumber daya alam unggulan, yang ada hanya kebun singkong, dimana para ibu-ibu bekerja mengupas singkong tersebut dengan upah hanya Rp 2.500/karung 50 Kg. Dan satu hari mereka rata-rata hanya mampu mengupas singkong sebanyak 3 karung, alias penghasilan mereka hanya Rp 7.500/hari. Selain itu banyak terdapat sampah yang tidak dikelola. Hal itu menyebabkan Salam Rancage berupaya menyulap barang-barang bekas, khususnya koran, menjadi sesuatu yang bernilai jual, denganberfokus pada pemberdayaan para perempuan, khususnya mungkin ibu-ibu di lingkungan terdekat.
Mengapa ekspor? Selain karena pendapatan yang lebih besar, pasar ekspor memberikan apresiasi yang besar bagi para ibu-ibu yang diberdayakan. Selain itu, bila telah terbiasa masuk ke pasar ekspor maka kualitas produk kita akan terus meningkat, karena pasar global adalah pasar yang ‘kejam’ dan tidak mentolerir kesalahan sekecil apapun. Cacat sedikit bisa dikembalikan atau di-reject. Dengan mengekspor sebenarnya kita membiasakan diri untuk memproduksi dengan standar yang tinggi. Dan standar yang tinggi, akan menghasilkan apresiasi yang tinggi.
Salam Rancage memulai ekspor dari jumlah yang sedikit, tanpa mengetahui seluk beluk ekspor, sertamenganggap ekspor itu prosesnya rumit. Namun setelah mencoba dan mengikuti berbagaiprosedurnya,ternyata mereka mampu melakukannya, dan terus meningkatkan penjualan ekspornya.
Mbak Aling menyampaikan bahwa hal utama yang harus kita perhatikan adalah kualitas produk dan tampilan produk. Harga menjadi tidak masalah bila kita mampu memproduksi barang yang berkualitas. Yang kedua adalah value addednya, bahwa setiap produk memiliki ciri khas dan kisah tersendiri. Kita harus mampu menampilkan sebanyak mungkin kekuatan dan keunikan produk kita. Karena itu, Salam Rancage melakukan investasi berupa penelitian tentang produk seperti apa yang disukai oleh pembeli dari masing-masing negara tujuan ekspor, serta serius menggarap produknya agar ‘berkelas’. Demi mencapai hal tersebut, Salam Rancage bekerjasama dengan para product designer dari ITB yang merancang desain produknya sehingga tampak unik dan memiliki cita rasa tinggi.
Walaupun membutuhkan ekstra usaha, Salam Rancage tetap berupaya meningkatkan ekspornya agar tercipta sustainability business, karena sustainability business akan menghasilkan sustainability impact, dan sustainability impact akan melahirkan sustainability community.
Hanya untung Sedikit?? Tidak masalah. Tetap kita Sikaaatttt!!!
Kisah yang disampaikan bang Jay (Zainal Abidin) dari CV Rayung Pelangi tak kalah unik.Rayung Pelangi telah melakukan ekspor sapu ke manca negara. Sapu? Ya, sapu yang dipakai untuk menyapu salju yang diekspor antara lain ke Taiwan, Korea, dan Jepang. Ini tentu tidak main-main, tidak mungkin sapu bisa menembus pasar global kalau tidak memenuhi kualitas yang super.
Yang menarik adalah filosofi Rayung Pelangi dalam mengelola usahanya, yang dilakukan secara social enterprise. Dalam pembuatan setiap kontainer sapu yang diekspor (setara 30 ribu sapu), melibatkan sekitar 300 orang pengrajin.Walaupun Rayung Pelangi mengenakan harga yang jauh lebih murah dibandingkan harga pasar di negara tujuan ekspor, namun itu tidak menjadi masalah, karena hal terebut justru mengakibatkan order terus berdatangan. Bahkan Rayung Pelangi sempat mengalami kesukaran untuk memenuhi seluruh pesanan yang datang, baik karena keterbatasan jumlah pekerjadan juga karena kekurangan bahan baku berupa tangkai sourgun (gandum). Untuk masalah bahan baku, Rayung Pelangi telah mengatasinya dengan menyediakan lahan untuk menanam bahan bakunya.
Sebagai social enterprise, Rayung Pelangi membagi keuntungan kepada 4 pihak, yaitu: untuk Rayung Pelangi (30%), pengrajin (30%), masyarakat (30%) dan Dompet Dhuafa (10%). Rayung Pelangi merasa yakin bahwa doa dari berbagai pihak yang merasa diuntungkan dengan keberadaan Rayung Pelangi lah yang menyebabkan usahanya terus bergulir dan mampu memberi manfaat untuk sebanyak-banyaknya pihak.
Demikianlah rangkuman singkat dari sesi bincang bisnis kami yang lalu.
Semoga artikel ini bermanfaat untuk menambah wawasan Anda menuju Usaha Kreatif Mendunia, ya!