Tahun lalu, film House of Gucci banyak dibicarakan sebagai sebuah drama biografi yang menampilkan kemewahan, intrik, dan pengkhianatan di balik salah satu brand fashion paling ikonik di dunia. Kita tidak hanya melihatnya sebagai tontonan, tetapi sebagai sebuah studi kasus bisnis yang kaya akan pelajaran. 

Kisah dinasti Gucci ini, dengan segala kerumitannya, menyajikan wawasan bisnis yang sangat relevan, khususnya bagi para pelaku UMKM di Indonesia yang sedang berjuang membangun dan mempertahankan warisan bisnisnya. Melalui kisah tragis House of Gucci, ada banyak pelajaran mahal yang bisa kamu petik untuk pengembangan usaha.


Sekilas tentang Drama dalam Film House of Gucci

Film House of Gucci yang disutradarai oleh Ridley Scott membawa kita masuk ke dalam pusaran kehidupan keluarga Gucci selama beberapa dekade. Cerita berpusat pada Patrizia Reggiani (diperankan oleh Lady Gaga), seorang wanita dari latar belakang sederhana yang ambisius dan berhasil menikah dengan Maurizio Gucci (diperankan oleh Adam Driver), salah satu pewaris takhta kerajaan fashion tersebut. 

Awalnya, hubungan mereka terlihat seperti dongeng, namun ambisi Patrizia yang tak terbatas perlahan-lahan menyulut api konflik di dalam keluarga. Inti dari drama dalam House of Gucci adalah benturan visi bisnis yang tajam. 

Di satu sisi, ada Aldo Gucci (Al Pacino), paman Maurizio, yang percaya pada strategi ekspansi masif dengan melisensikan brand Gucci ke berbagai produk. Tujuannya adalah meraup keuntungan sebanyak mungkin. 

Di sisi lain, Maurizio, yang awalnya ragu-ragu, perlahan terpengaruh oleh Patrizia dan kemudian memiliki visinya sendiri: mengembalikan kemewahan brand Gucci seperti sedia kala. Benturan antara "uang cepat" dan "nilai jangka panjang" inilah yang menjadi pemicu pengkhianatan, perebutan kekuasaan, dan akhirnya, tragedi yang mengguncang dunia fashion

Baca Juga: Mengupas The Founder: Dari Ide Brilian Jadi Kerajaan Bisnis, Ini Rahasianya


Pelajaran Bisnis dari Kisah House of Gucci untuk UMKM

Di balik semua intrik tersebut, tersimpan pelajaran bisnis yang sangat berharga. Berikut adalah poin-poin pelajaran utama dari film House of Gucci:

1. Pentingnya Menjaga Nilai Brand

Film House of Gucci secara gamblang menunjukkan betapa berbahayanya melupakan nilai inti sebuah brand. Demi keuntungan jangka pendek, Aldo Gucci mengizinkan nama Gucci ditempel di ribuan produk, dari cangkir kopi hingga pemantik api, yang sebagian besar berkualitas rendah. 

Akibatnya, citra Gucci sebagai brand mewah terkikis. Brand yang seharusnya eksklusif menjadi terasa pasaran dan bisa ditemukan dimana-mana, bahkan dalam bentuk produk palsu yang marak beredar. Ini adalah mimpi buruk bagi manajemen brand (brand management).

Pelajaran ini sangat penting untuk UMKM. Brand adalah asetmu yang paling berharga. Mungkin ada tawaran menarik untuk bekerja sama atau memproduksi barang dalam jumlah besar dengan kualitas seadanya demi keuntungan cepat. Namun, tanyakan pada dirimu sendiri: apakah ini sejalan dengan citra brand yang ingin kamu bangun? 

Kisah House of Gucci mengajarkan bahwa menjaga kualitas, konsistensi, dan citra adalah investasi jangka panjang. Jangan korbankan reputasi yang sudah kamu bangun dengan susah payah hanya untuk keuntungan sesaat.

2. Risiko Konflik Internal dalam Bisnis Keluarga

Kisah keruntuhan dinasti Gucci adalah contoh sempurna bagaimana konflik keluarga bisa menjadi racun yang menghancurkan bisnis dari dalam. Perseteruan antara Maurizio, Aldo, dan Rodolfo bukan hanya tentang strategi bisnis, tetapi juga dipenuhi ego, kecemburuan, dan rasa tidak percaya. 

Mereka saling menjatuhkan, membocorkan rahasia perusahaan, hingga berujung pada pengambilalihan paksa. Bisnis yang seharusnya menjadi warisan kebanggaan justru menjadi arena pertempuran keluarga.

Di Indonesia, banyak UMKM yang merupakan bisnis keluarga. Kedekatan hubungan seringkali membuat batasan antara profesional dan personal menjadi kabur. Pelajaran dari House of Gucci sangat jelas: tetapkan struktur yang profesional sejak awal. 

Definisikan peran dan tanggung jawab setiap anggota keluarga dengan jelas. Buatlah mekanisme pengambilan keputusan yang adil dan utamakan komunikasi terbuka yang sehat. Profesionalisme bukan berarti menghilangkan kehangatan keluarga, tetapi memastikan bisnis bisa berjalan secara objektif dan berkelanjutan.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!

3. Beradaptasi dengan Pasar Tanpa Kehilangan Jati Diri

Ketika Maurizio Gucci mengambil alih kendali, ia menyadari bahwa brand Gucci sedang sekarat karena citranya yang sudah usang dan pasaran. Ia mengambil langkah berani untuk beradaptasi. Ia menghentikan semua lisensi murah, membeli kembali saham keluarga, dan yang terpenting, merekrut desainer muda bernama Tom Ford

Keputusan ini terbukti menjadi titik balik yang menyelamatkan Gucci dari jurang kehancuran dan menjadikannya relevan kembali di dunia fashion. Namun, cara Maurizio melakukannya sangat serampangan dan emosional, membuat perusahaan terlilit hutang besar. Pelajaran bagi UMKM adalah pentingnya keseimbangan. 

Kamu harus bisa beradaptasi dengan perubahan zaman, tren pasar, dan teknologi baru agar bisnis tetap relevan. Inovasi itu wajib. Akan tetapi, semua perubahan itu harus dilakukan secara strategis dan terukur, tanpa menghilangkan jati diri yang menjadi kekuatan utama brand kamu. Film House of Gucci menunjukkan bahwa niat untuk berubah itu baik, tetapi eksekusi yang buruk bisa sama berbahayanya.

4. Bahaya Ambisi Pribadi yang Mengalahkan Visi Bisnis

Karakter Patrizia Reggiani dalam House of Gucci adalah simbol dari ambisi pribadi yang destruktif. Awalnya, ia mungkin tulus ingin membantu mengangkat nama Gucci. Namun, ambisinya dengan cepat berubah menjadi hasrat untuk mengontrol, memiliki status, dan kekayaan. 

Setiap keputusannya didorong oleh ego, bukan oleh apa yang terbaik untuk masa depan brand Gucci. Hal yang sama juga terjadi pada anggota keluarga lainnya yang lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada kesehatan perusahaan.

Ini adalah pengingat keras bagi setiap pendiri UMKM. Sangat mudah untuk terjebak dalam perangkap ego, terutama ketika bisnis mulai berhasil. Visi dan misi bisnis yang sudah kamu terapkan di awal harus selalu menjadi kompas utama dalam mengambil setiap keputusan. 

Ketika tujuan pribadi seperti kekayaan, status, atau kekuasaan mulai mengalahkan tujuan kolektif perusahaan, saat itulah bisnismu sedang berada di jalan yang sangat berbahaya. Kisah House of Gucci adalah bukti nyata bagaimana ambisi yang salah arah bisa berujung pada kehancuran total.

Baca Juga: 10 Game Ajarkan Wirausaha: Cara Seru Belajar Manajemen & Strategi Bisnis

5. Pentingnya Perencanaan Suksesi yang Matang

Salah satu akar masalah terbesar dalam film House of Gucci adalah tidak adanya rencana suksesi kepemimpinan yang jelas. Kekuasaan dan kepemilikan saham berpindah tangan bukan melalui sebuah transisi yang terencana, melainkan melalui kematian, manipulasi, dan perebutan paksa. 

Kekacauan ini menciptakan ketidakstabilan yang luar biasa dan membuat perusahaan rentan terhadap pengambilalihan oleh pihak luar, yang pada akhirnya benar-benar terjadi.

Pada akhirnya, House of Gucci lebih dari sekadar film tentang fashion. Ini adalah sebuah cermin yang merefleksikan kerapuhan sebuah bisnis besar ketika fondasi utamanya—seperti nilai brand, keharmonisan internal, dan visi jangka panjang—diabaikan. 

Bagi kamu para pegiat UMKM, kisah House of Gucci memberikan pelajaran yang sangat berharga: membangun bisnis yang hebat bukan hanya soal produk yang bagus, tetapi juga soal mengelola brand, manusia, dan visi dengan bijaksana. Semoga dengan belajar dari kesalahan dinasti Gucci, kamu bisa membangun bisnis yang tidak hanya sukses, tetapi juga berkelanjutan untuk tahun-tahun mendatang.

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.