Topik soal skincare overclaim mendadak trending dan jadi perbincangan netizen. Selain jadi tahu sisi "gelap" industri skincare di Indonesia, banyak konsumen yang akhirnya menyadari mereka perlu hati-hati terhadap iming-iming iklan. 

Perbincangan tentang skincare overclaim ini bermula dari akun Dokter Detektif di Tiktok yang membahas tentang berbagai merek skincare lokal yang beredar di Indonesia. Di beberapa postingannya, sang dokter melakukan uji lab terhadap beberapa produk skincare lokal dan mengungkapkan jika klaim yang disampaikan pada kemasan tak sesuai dengan kandungan produk yang sesungguhnya. 

Tujuh tahun belakangan memang semakin banyak brand-brand skincare lokal bermunculan. Peluang bisnis ini menggiurkan lantaran semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga penampilan lewat perawatan kulit sehingga banyak produk lokal yang coba peruntungan di bisnis ini. Tapi sayangnya, animo masyarakat ini menjadi celah bagi praktik marketing yang kurang bertanggung jawab alias overclaim


Skincare Overclaim Apakah Tindakan Ilegal?

Praktik overclaim adalah tindakan suatu brand yang memberi janji atau klaim berlebihan terhadap produk yang dijualnya. Contohnya, ada brand X yang mengatakan bahwa produk skincare-nya memiliki kandungan Retinol 1%, tetapi kenyataannya kadar retinol dalam produk itu hanyalah 0,05% atau tidak sesuai klaim yang disampaikan. 

Secara prinsip, praktik overclaim ini dilarang karena menimbulkan keyakinan yang salah tentang fungsi produk alias menyesatkan konsumen. Ketika membeli suatu produk, tentu konsumen mengharapkan hasil sesuai yang dijanjikan brand dalam iklan. Skincare overclaim tidak bisa menepati janji karena kandungan produknya memang tidak sesuai dengan yang disampaikan.

Tindakan ini jelas ilegal atau bertentangan dengan hukum sebab bisa menimbulkan kerugian terhadap konsumen. Hal ini melanggar UU Perlindungan Konsumen, seperti tercantum dalam pasal berikut:  

Pasal 8 huruf f dalam UU Perlindungan Konsumen

"Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut."

Pasal 19 ayat 1 dan 2 UU Perlindungan Konsumen

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, berupa:

1. Pengembalian uang
2. Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya
3. Perawatan kesehatan
4. Pemberian santunan yang sesuai

Selain itu, pelaku usaha skincare overclaim juga bisa kena sanksi pidana. 

Pasal 61 dan 62 UU Perlindungan Konsumen

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).


Risiko Keberlangsungan Bisnis

Praktik skincare overclaim tentu punya risiko tersendiri bagi bisnis. Awalnya konsumen yang percaya dengan iklan, sangat antusias membeli produk. Tapi, setelah tahu ternyata produk yang mereka beli tidak sesuai klaim, konsumen akan sangat kecewa sehingga berdampak pada reputasi bisnis dalam jangka panjang. 

Hal inilah yang terjadi kepada salah satu brand skincare lokal berinisial D. Setelah mendengar review dari Dokter Detektif bahwa brand D terbukti melakukan overclaim, beberapa netizen mengungkapkan kekecewaannya. Ada yang memberi komentar pedas, bahkan ada juga yang terang-terangan mengungkapkan kekecewaannya dengan membuang produk skincare merek D itu ke kotak sampah melalui konten yang mereka unggah di Tiktok. 

Pemilik brand D juga mengeluhkan jika banyak pembeli yang akhirnya membatalkan produk yang sudah dipesan. Tak sedikit produk yang diretur sudah dalam kondisi rusak sehingga ia menanggung kerugian besar.  

Belakangan diketahui jika pemilik brand mempercayakan 100% proses produksi pada maklon skincare dan tak benar-benar tahu kandungan produk yang sesungguhnya. Pemilik brand akhirnya menyadari jika produksi dilakukan pihak lain, sebaiknya tidak percaya seratus persen. Pengecekan lab secara rutin harus dilakukan untuk memastikan jika maklon tidak merubah kandungan skincarenya tanpa sepengetahuan.

Nah, kejadian ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi semua pelaku bisnis agar berhati-hati dalam memberikan klaim produk. Sebagai pemilik bisnis, kita harus paham benar kandungan produk yang kita jual dan bersikap jujur memberikan informasi kepada konsumen. 

Sumber foto: Popmama

Referensi: 

  1. UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 
  2. CNN Indonesia