Halo, Sahabat Wirausaha!
Setiap akhir tahun, ada satu pola yang hampir selalu berulang di seluruh Indonesia: konsumen menjadi lebih aktif mencari produk baru, lebih mudah membeli secara impulsif, lebih berani mencoba merek kecil, dan lebih sering menghabiskan waktu di platform digital untuk mencari inspirasi belanja. Fenomena ini terasa sangat kuat bahkan bagi pelaku UMKM kecil di daerah—mereka yang biasanya berjualan dengan ritme stabil, tiba-tiba kewalahan memenuhi permintaan.

Tetapi apa yang sebenarnya terjadi pada konsumen Indonesia di penghujung tahun? Mengapa perilaku mereka berubah, bukan hanya dalam hal “lebih banyak belanja”, tetapi juga dalam cara mereka menemukan produk, menilai kualitas, hingga mengambil keputusan pembelian?

Untuk memahami musim emas akhir tahun, kita perlu masuk lebih jauh ke dalam pola psikologis, sosial, teknologis, dan budaya yang membentuk keputusan belanja konsumen Indonesia masa kini.


Akhir Tahun Sebagai Titik Emosional Kolektif

Bagi banyak orang, akhir tahun bukan hanya penutup kalender, tetapi penutup perjalanan emosional. Meta dalam Holiday Season Insights 2024 menemukan bahwa konsumen Indonesia mengalami peningkatan emosi positif—seperti rasa syukur, pencapaian, nostalgia, dan kebersamaan—yang membuat keputusan belanja menjadi lebih ekspresif. Ketika emosi meningkat, konsumen merasa lebih “pantas” memberi hadiah kepada diri sendiri maupun orang lain.

Psikologi konsumen menjelaskan fenomena ini sebagai emotional-seasonal consumption, yaitu situasi ketika momen perayaan menciptakan ruang emosional tambahan yang mendorong pembelian. Pada titik ini, konsumen tidak hanya mencari barang dengan fungsi tertentu, tetapi barang yang bisa mewakili perasaan: kue premium yang menunjukkan perhatian, hampers yang menyampaikan apresiasi, lilin aromaterapi yang memberikan kenyamanan, atau dekorasi rumah yang membuat suasana lebih hangat.

Bagi UMKM, momentum ini penting karena konsumen menjadi lebih terbuka terhadap produk berbasis cerita, keunikan, dan sentuhan personal.

Baca juga: Ramai Menjelang Tahun Baru: Peluang Musiman yang Bisa Disulap Jadi Cuan UMKM


Pengaruh Tradisi dan Kekuatan Keluarga dalam Mendorong Konsumsi

Indonesia masih sangat dipengaruhi budaya komunal. Ketika keluarga besar merencanakan acara kumpul, konsumsi tidak lagi menjadi keputusan individu. Ia berubah menjadi kebutuhan kolektif. Seseorang yang biasa menghemat, bisa saja membeli makanan premium karena ingin memberikan kesan baik dalam acara keluarga. Orang tua rela membeli pakaian baru untuk anaknya karena ingin tampil rapi saat mengunjungi kerabat.

BPS pada laporan 2024 menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga untuk makanan siap saji dan hadiah meningkat tajam pada kuartal keempat, mencerminkan dorongan sosial untuk menjaga hubungan di akhir tahun. Dalam konteks budaya Indonesia, memberi hadiah bukan sekadar tradisi; itu adalah ekspresi kedekatan yang sangat dihargai.

UMKM yang memahami konteks budaya ini dapat menyesuaikan narasi produknya. Alih-alih sekadar menampilkan manfaat produk, mereka bisa menekankan peran produk dalam memperkuat momen kebersamaan.


Perubahan Pola Penemuan Produk: Dari Rekomendasi Teman ke Rekomendasi Konten

Dua tahun terakhir membawa perubahan besar dalam cara konsumen Indonesia menemukan produk. Jika dulu mereka mengandalkan saran teman atau keluarga, sekarang mereka mendapatkan inspirasi dari konten digital—ulasan kreator, video pendek, kompilasi ide hadiah, hingga unggahan estetis di Instagram dan TikTok.

Laporan e-Conomy SEA 2024 menemukan bahwa lebih dari 60% konsumen Indonesia membeli produk akhir tahun setelah melihatnya di media sosial. Konten tidak hanya menginformasikan, tetapi mempengaruhi perasaan. Ketika seseorang melihat video hampers cantik, cerita UMKM yang inspiratif, atau produk handmade yang dikemas dalam narasi emosional, keputusan belanjanya menjadi lebih cepat dan lebih spontan.

Hal ini juga menjelaskan mengapa merek kecil lebih mudah viral di akhir tahun. Konsumen tidak memandang ukuran brand; mereka memandang keterhubungan emosional melalui konten. UMKM yang mampu menampilkan cerita perjalanan usaha, kualitas produk, atau manfaat emosional sering mendapat perhatian jauh lebih besar dibanding brand besar yang tampil terlalu formal.

Baca juga: Peluang Bisnis Makanan Akhir Tahun: Menu yang Selalu Dicari di Musim Liburan


Konsumen Memandang Akhir Tahun Sebagai Kesempatan untuk Memulai Ulang

Ada dorongan psikologis yang menarik ketika seseorang berada pada penghujung tahun. Banyak konsumen merasa perlu memperbaiki atau menyempurnakan berbagai aspek kehidupan mereka sebelum memasuki tahun baru. Mereka membeli planner, jurnal, alat penyimpanan rumah, perlengkapan olahraga, produk perawatan diri, hingga alat memasak untuk mendukung resolusi baru.

McKinsey pada SEA Consumer Pulse 2024 menyatakan bahwa konsumen Indonesia memiliki aspirasi “renewal mindset” yang lebih kuat dibanding negara tetangga. Hal ini membuat pembelian akhir tahun tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga persiapan. Konsumen membeli produk yang membuat mereka merasa lebih siap, lebih rapi, atau lebih percaya diri memasuki tahun baru.

Bagi UMKM, ini berarti produk yang tidak berkaitan langsung dengan perayaan, tetapi berkaitan dengan “awal tahun yang baru”, memiliki peluang besar untuk menarik minat pembeli.


Peran Bonus dan Peningkatan Keyakinan Konsumen dalam Memicu Pengeluaran

Bonus tahunan dan THR memiliki pengaruh besar dalam perilaku belanja. Bank Indonesia dalam laporan IKK Triwulan IV 2024 mencatat bahwa optimisme konsumen berada pada titik tertinggi menjelang akhir tahun. Ketika seseorang menerima bonus, persepsinya tentang kemampuan finansial berubah. Ia lebih berani mencoba produk baru, membeli barang premium, atau memesan layanan yang biasanya dianggap mahal.

Dalam teori mental accounting, bonus diperlakukan berbeda dari gaji bulanan. Ia masuk kategori “uang ekstra” yang boleh digunakan lebih bebas. Karena itu, UMKM yang menjual produk premium atau personalisasi sering mengalami peningkatan permintaan yang lebih tajam dibanding kategori lainnya.

Belanja yang didorong oleh keyakinan finansial ini juga menciptakan pola pembelian yang lebih spontan. Konsumen tidak hanya membeli untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi untuk memberikan pengalaman lebih baik kepada diri sendiri atau keluarga.

Baca juga: Mengapa Akhir Tahun Menjadi Musim Emas bagi UMKM Indonesia? Memahami Pola Konsumen di Era Digital


Live Commerce dan WhatsApp Business Mempercepat Pengambilan Keputusan

Di era sebelumnya, konsumen membutuhkan waktu lebih lama untuk mempertimbangkan pembelian. Kini, keputusan tersebut bisa terjadi dalam hitungan menit. Live commerce, misalnya, menciptakan ruang interaksi langsung antara penjual dan pembeli. Konsumen dapat melihat produk digunakan secara real time, mendengar penjelasan penjual, dan merasakan urgensi karena stok terbatas.

WhatsApp Business juga memainkan peran penting. Banyak konsumen merasa lebih nyaman bertransaksi melalui chat karena bisa bertanya, meminta foto tambahan, atau negosiasi kecil. Menurut NielsenIQ 2025, lebih dari 40% UMKM Indonesia menerima order akhir tahun melalui chat, menunjukkan bahwa keintiman dalam komunikasi menjadi nilai tambah bagi UMKM kecil.

Digitalisasi membuat keputusan pembelian lebih cepat, lebih spontan, dan lebih akrab—sesuatu yang sangat cocok dengan karakter UMKM yang dekat dengan konsumennya.

Baca juga: Mengelola Arus Kas di Pengujung Tahun agar UMKM Tetap Kuat Memasuki Awal Tahun Baru


Apa yang Bisa Dipahami UMKM dari Semua Pola Ini?

Ketika kita menggabungkan seluruh faktor—emosi, budaya, bonus, digitalisasi, mobilitas, dan aspirasi tahun baru—kita melihat bahwa akhir tahun adalah periode ketika konsumen berada pada kondisi paling siap untuk mengambil keputusan belanja. Mereka tidak hanya ingin membeli barang; mereka ingin merasa lebih baik, lebih terhubung, dan lebih siap menghadapi tahun baru.

UMKM yang mampu membaca pola ini dapat merancang strategi yang lebih efektif. Produk dapat dikemas dengan narasi emosional, layanan dibuat lebih hangat, dan kehadiran digital diperkuat dengan konten otentik. Konsumen akhir tahun tidak mencari sekadar produk; mereka mencari pengalaman kecil yang memberi rasa lega, bahagia, dan berarti.

Dalam lanskap seperti ini, UMKM memiliki peluang besar untuk menonjol. Bukan karena ukuran usaha mereka, tetapi karena kemampuan mereka menghadirkan sentuhan personal yang tidak dimiliki oleh brand besar.

Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!

Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!

Referensi:

  1. Meta. Southeast Asia Holiday Season Insights, 2024.

  2. Google, Temasek & Bain & Company. e-Conomy Southeast Asia Report, 2024.

  3. NielsenIQ Indonesia. Connected Consumer Report, 2024–2025.

  4. McKinsey & Company. SEA Consumer Pulse, 2024.

  5. Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Pengeluaran Rumah Tangga dan Aktivitas Sosial, 2024.

  6. Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen Triwulan IV, 2024.

  7. Dhar, R. & Wertenbroch, K. (2000). Hedonic and Utilitarian Consumption Theory.

  8. Thaler, R. (1985). Mental Accounting.