Di zaman yang terhubung secara digital ini, menentukan harga jual produk atau layanan bukan lagi sekadar hitung-hitungan biaya ditambah untung. Persaingan semakin ketat, dan konsumen pun semakin pintar dengan mudahnya akses informasi.

Menetapkan harga yang tepat adalah salah satu keputusan penting yang akan kamu buat. Ini bukan hanya tentang angka, tetapi juga bagaimana kamu memposisikan brand dan nilai yang ditawarkan kepada pelanggan. Berikut adalah 10 strategi penetapan harga kompetitif di era digital:

1. Harga Berbasis Nilai 

Strategi ini berfokus pada nilai yang dirasakan oleh pelanggan terhadap produk atau jasamu, bukan melulu soal biaya produksi dan harga kompetitor. Jika pelanggan merasa produkmu memberikan manfaat yang jauh lebih besar, mereka biasanya bersedia membayar lebih. 

Di era digital, persepsi nilai ini bisa kamu bangun melalui testimoni pelanggan yang positif, review produk yang meyakinkan di website atau marketplace, serta konten berkualitas yang menunjukkan keunggulan produk. Strategi ini cocok untuk produk atau layanan yang memiliki ciri-ciri unik yang sulit ditiru. Dengan begitu, kamu bisa mendapatkan margin keuntungan yang lebih sehat.

Baca Juga: 9 Cara Menentukan Harga Jual Produk yang Tepat, Dijamin Untung!

2. Harga Berbasis Kompetitor

Sesuai namanya, strategi ini melibatkan penetapan harga dengan mengacu pada apa yang dilakukan oleh kompetitor di pasar. Kamu bisa menetapkan harga sedikit di bawah, sama, atau bahkan sedikit di atas harga kompetitor, tergantung bagaimana kamu ingin memposisikan produk.

Di era digital, melakukan riset harga kompetitor menjadi jauh lebih mudah. Cukup dengan beberapa klik, kamu sudah bisa melihat harga produk serupa di berbagai platform e-commerce. Namun, hati-hati, jangan sampai terjebak dalam perang harga yang hanya akan menggerus profitabilitas. Pastikan kamu juga menonjolkan keunggulan lain selain harga yang terjangkau.

3. Harga Biaya-Plus

Ini adalah salah satu strategi penetapan harga kompetitif di era digital sering digunakan, terutama oleh bisnis yang baru mulai. Caranya adalah dengan menghitung total biaya produksi, kemudian menambahkan persentase markup tertentu sebagai keuntungan. 

Meskipun mudah diterapkan dan memastikan semua biaya tertutupi, strategi ini memiliki kekurangan karena kurang responsif terhadap permintaan pasar atau nilai yang dirasakan pelanggan. Di era digital, banyak software akuntansi sederhana yang bisa membantu menghitungnya secara efisien.

4. Harga Dinamis

 Pernahkah kamu memesan tiket pesawat atau kamar hotel secara online dan mendapati harganya berubah-ubah? Itulah contoh harga dinamis. Strategi ini menyesuaikan harga produk atau layanan secara real-time berdasarkan berbagai faktor, seperti tingkat permintaan, waktu pembelian, ketersediaan stok, hingga perilaku penelusuran pelanggan. 

Banyak platform e-commerce besar seperti Amazon atau marketplace lokal menggunakan algoritma canggih untuk menerapkan harga dinamis. Bagi UKM, ini mungkin lebih kompleks, tetapi bisa diterapkan dalam skala kecil, misalnya dengan menawarkan harga khusus pada jam-jam tertentu atau untuk produk yang stoknya menipis.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!

5. Model Freemium

Strategi penetapan harga kompetitif di era digital ini sangat populer untuk produk atau layanan digital. Kamu menawarkan versi dasar produk secara gratis (free) dengan fitur yang terbatas, sementara untuk mendapatkan akses ke fitur-fitur premium, pelanggan harus membayar. 

Contohnya banyak kita temui pada aplikasi mobile, software, penyimpanan awan (cloud storage), atau bahkan beberapa game online. Tujuannya adalah menarik sebanyak mungkin pengguna untuk mencoba produkmu. 

Jika mereka merasakan manfaatnya, ada kemungkinan besar mereka akan upgrade ke versi berbayar. Kunci keberhasilannya adalah memastikan versi gratis cukup menarik, namun versi premium menawarkan nilai tambah yang benar-benar penting.

6. Harga Langganan

Model bisnis berbasis langganan semakin menjamur di era digital. Pelanggan membayar biaya secara berkala, biasanya bulanan atau tahunan, untuk mendapatkan akses berkelanjutan ke produk atau layanan. 

Kita bisa melihatnya pada layanan streaming musik seperti Spotify, video seperti Netflix, software produktivitas, hingga box langganan produk fisik. Keunggulan utama dari strategi penetapan harga kompetitif di era digital ini adalah terciptanya aliran pendapatan yang lebih stabil dan bisa diprediksi, serta membangun loyalitas pelanggan dalam jangka panjang.

7. Harga Penetrasi

Jika kamu meluncurkan produk baru dan ingin segera merebut perhatian serta pangsa pasar, harga penetrasi bisa menjadi pilihan. Caranya adalah dengan menetapkan harga awal yang relatif rendah, bahkan mungkin dengan margin keuntungan tipis atau tanpa untung sama sekali.

Tujuannya untuk menarik sebanyak mungkin pembeli awal. Setelah produkmu dikenal dan memiliki basis pelanggan yang cukup, harga bisa dinaikkan secara bertahap. Strategi ini cukup efisien di pasar online yang ramai, namun perlu perhitungan cermat agar tidak merugi dalam jangka panjang dan pelanggan tidak lari saat harga mulai normal.

Baca Juga: Apa itu Volatilitas? Fenomena Harga Naik-Turun yang Bikin Pebisnis Ketar Ketir

8. Harga Skimming

Kebalikan dari harga penetrasi, harga skimming adalah menetapkan harga awal yang tinggi untuk produk baru yang inovatif, eksklusif, atau memiliki keunggulan teknologi yang belum ada tandingannya. 

Targetnya adalah para early adopter yang tidak terlalu sensitif terhadap harga dan ingin menjadi yang pertama memiliki produk tersebut. Seiring berjalannya waktu, ketika kompetitor mulai muncul atau antusiasme awal mereda, harga akan diturunkan secara bertahap untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas. Strategi penetapan harga kompetitif di era digital ini sering kita lihat pada peluncuran smartphone flagship dan gadget canggih.

9. Harga Psikologis

Strategi ini bermain dengan persepsi pelanggan untuk membuat harga tampak lebih menarik atau lebih terjangkau daripada yang sebenarnya. Teknik paling umum adalah menggunakan harga ganjil, misalnya Rp 99.900,- alih-alih Rp 100.000,-. Angka "9" di akhir seringkali memberi kesan harga lebih murah secara psikologis.

Contoh lain adalah menampilkan harga coret (strikethrough price) yang menunjukkan adanya diskon, atau menawarkan harga paket yang memberi kesan hemat. Di platform digital, tampilan harga seperti ini mudah diterapkan dan cukup efisien untuk mendorong keputusan pembelian.

Baca Juga: Strategi Psikologi Marketing, 7 Trik Jualan Tanpa Jualan Harga

10. Harga Paket

Dengan harga paket atau bundling, kamu menawarkan dua atau lebih produk atau layanan yang dijual bersama sebagai satu paket dengan harga total yang lebih murah dibandingkan jika pelanggan membelinya secara terpisah. Strategi ini bisa membantu meningkatkan nilai rata-rata transaksi per pelanggan (Average Order Value - AOV).

Selain itu, bundling juga bisa menjadi cara cerdas untuk memperkenalkan produk baru atau menjual produk yang kurang laku dengan menggabungkannya bersama produk yang lebih populer. Banyak website e-commerce menggunakan fitur rekomendasi "produk yang sering dibeli bersamaan" sebagai bentuk bundling halus.

Memilih strategi penetapan harga kompetitif di era digital yang paling pas memang tidak ada formula pastinya. Setiap bisnis itu unik, dengan ciri-ciri produk, target pasar, dan struktur biaya yang berbeda-beda. Apa yang berhasil untuk satu UKM belum tentu berhasil untuk UKM lainnya.

Kuncinya adalah memahami secara mendalam siapa pelanggan, berapa nilai yang mereka cari, dan bagaimana posisi kompetitor di pasar. Jangan ragu untuk melakukan riset pasar, menganalisis data penjualan, dan bahkan mencoba beberapa strategi berbeda dalam skala kecil untuk melihat mana yang memberikan hasil paling optimal. Fleksibilitas dan kemauan untuk beradaptasi adalah kunci penting di era digital yang dinamis ini.

Jika tulisan ini bermanfaat , silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.