Standar Etika Bisnis Dalam Surat Al Fatihah Sebagai pelaku usaha, kamu pasti sering dihadapkan pada persaingan dan pilihan sulit yang menguji integritas. Mencari panduan yang kokoh untuk menavigasi dunia bisnis yang dinamis menjadi sebuah kebutuhan.

Kita disini ingin mengajak kamu untuk melihat lebih dalam. Surat Al Fatihah, yang setiap hari kita baca dalam shalat, ternyata menyimpan standar etika bisnis dalam Surat Al Fatihah yang sangat relevan dan bisa menjadi kompas moral dalam menjalankan usaha.

Bukan sekadar teori, pemahaman ini menawarkan kerangka kerja praktis untuk membangun bisnis yang tidak hanya sukses secara materi, tetapi juga penuh keberkahan dan bernilai ibadah. Mari kita bedah bersama nilai-nilai dan prinsip etika bisnis yang terkandung dalam setiap ayatnya.


Fondasi Utama Relasi Bisnis: Dari Transaksi Menuju Kepercayaan

Bisnis yang langgeng adalah yang berhasil melampaui siklus jual-beli semata. Fokusnya bergeser pada cara membangun interaksi yang lebih manusiawi, yaitu relasi yang kuat. Relasi yang dimaksud disini adalah ikatan yang dilandasi oleh dua pilar penting: rasa nyaman dan rasa percaya.

Tanpa kedua hal ini, hubungan bisnis akan terasa kaku dan rapuh, mudah goyah oleh persaingan atau kesalahpahaman kecil. Lalu, bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya itu? Jawabannya terletak pada penerapan etika dalam berinteraksi.

Etika adalah kendaraan yang membawa kita menuju gerbang rasa hormat (respek), dan respek merupakan fondasi utama dari kepercayaan. Mustahil rasanya kita bisa percaya pada orang yang tidak kita hormati.

Hubungan keduanya bersifat timbal balik dan tidak terpisahkan; kamu tidak akan bisa menghormati orang yang tidak kamu percaya, dan sebaliknya, mustahil untuk percaya pada orang yang tidak kamu hormati. Oleh karena itu, mempraktikkan etika yang baik bukanlah sekadar pilihan, melainkan keharusan untuk kemajuan bisnis.

Baca Juga: Mau Presentasi Bisnis ke Investor tapi Grogi? Amalkan Doa Nabi Musa Ketika Dalam Kesulitan


Mengupas "Al-Fatihah" Sebagai Standar Etika Bisnis

Salah satu nasehat paling berharga yang bisa kita amalkan dalam membangun relasi muamalah (hubungan antar manusia) datang dari filosofi surat Al-Fatihah. Konsep ini bisa kita sebut sebagai "Jurus Etika Al-Fatihah". Prinsip utamanya sangat sederhana namun sering terlupakan: kalau mau meminta bantuan orang, jangan dari awal berinteraksi langsung meminta bantuannya.

Sebaliknya, fokuslah untuk berkenalan terlebih dahulu. Hal ini menjadi lebih penting ketika kamu sudah mengidentifikasi bahwa orang tersebut adalah sosok strategis yang jaringannya (network) sangat bermanfaat untuk bisnis, atau mungkin ia adalah seorang trader handal yang bisa mengenalkanmu pada buyer-buyer besar.

Saat kamu sudah membidik orang tersebut, gunakanlah standar etika bisnis dalam Surat Al Fatihah. Filosofi ini bisa kita pecah menjadi tiga tahapan sederhana namun penuh makna, yang mencerminkan struktur surat itu sendiri.

1. Mulai dengan Pujian yang Tulus (Inspirasi Ayat 1-3)

Inti dari tujuh ayat Al-Fatihah, tiga ayat pertamanya adalah murni pujian. Mulai dari Bismillahirrahmanirrahim (Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang), Alhamdulillahirabbil'alamin (Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam), hingga Arrahmanirrahim (Yang maha pengasih lagi maha penyayang). Semuanya adalah bentuk sanjungan yang tulus.

Dalam konteks bisnis, standar etika bisnis dalam Surat Al Fatihah ini diterjemahkan menjadi sebuah aksi nyata yang penuh makna. Sebelum kamu meminta sebuah proyek atau kerja sama, berikanlah kontribusi terlebih dahulu. Ini adalah inti dari tahap pujian.

Kamu bisa membantu mereka dengan keahlianmu, memberikan masukan yang membangun untuk usaha mereka, atau sekadar memuji pencapaian mereka dengan tulus. Tunjukkan bahwa kehadiranmu benar-benar membawa nilai positif, bukan hanya menjadi seorang penonton.

Saat kamu diberi kesempatan atau ditugaskan mengerjakan sesuatu, kerjakan dengan sebaik-baiknya. Dengan begitu, kamu secara perlahan membangun citra sebagai pribadi yang suportif dan bisa diandalkan, bukan hanya seorang oportunis yang datang saat ada maunya.

2. Berikan Pengakuan atas Keunggulannya (Inspirasi Ayat 4-5)

Setelah memuji dengan memberikan kontribusi, dua ayat selanjutnya adalah bentuk pengakuan atas kehebatan dan kekuasaan. Ayat seperti Maliki yaumiddin (Raja di hari kemudian) adalah pengakuan kekuasaan, sementara Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in (Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan) adalah bentuk pengakuan total.

Dalam dunia bisnis, standar etika bisnis dalam Surat Al Fatihah ini berarti kamu harus secara sadar dan rendah hati mengakui bahwa calon mitra atau relasimu memiliki sesuatu yang lebih hebat darimu. Keunggulan itu bisa bermacam-macam bentuknya; entah itu jaringan (network) yang lebih luas, pengalaman yang lebih matang, atau pengaruh yang lebih besar di komunitasnya.

Mengakui bahwa "kamu jauh lebih hebat daripada saya" dalam aspek-aspek tertentu bukanlah tanda kelemahan. Sebaliknya, itu adalah tanda kerendahan hati dan sebuah pemahaman yang cerdas. Ini menunjukkan bahwa kamu menghargai posisi mereka, menghormati pencapaian mereka, dan memahami nilai unik yang bisa mereka tawarkan kepadamu.

Gabung jadi Member ukmindonesia.id buat update terus info seputar UMKM dan peluang usaha!

3. Sampaikan Permintaan dengan Pantas (Inspirasi Ayat 6-7)

Barulah di dua ayat terakhir, setelah serangkaian pujian dan pengakuan tulus disampaikan, permohonan diajukan: Ihdinash shiratal mustaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Ini adalah bagian "meminta pertolongan", yang merupakan puncak dari interaksi ini.

Ketika kamu sudah membangun fondasi yang kokoh dengan kontribusi nyata (tahap pujian) dan pengakuan yang tulus (tahap pengakuan), maka proposal kerja sama atau permintaan bantuan yang kamu ajukan akan jauh lebih pantas.

Permintaanmu tidak lagi terdengar seperti permintaan kosong yang hanya menguntungkan dirimu. Peluang untuk diterima pun menjadi jauh lebih besar karena kamu tidak datang dengan tangan kosong.

Kamu datang dengan rekam jejak itikad baik, kontribusi positif, dan rasa hormat yang sudah terbangun sebelumnya. Inilah seni meminta yang didasari oleh standar etika bisnis dalam Surat Al Fatihah, sebuah pendekatan yang memastikan permintaanmu didengar dan dihargai.

Baca Juga: Doa Pagi Pembuka Rezeki, Awali Hari Wirausaha dengan Spiritualitas dan Optimisme

Pada akhirnya, standar etika bisnis dalam Surat Al Fatihah mengajarkan kita sebuah pendekatan yang sangat humanis sekaligus strategis dalam membangun relasi. Ini bukan tentang menjadi manipulatif atau berlaku tidak tulus dengan pujian palsu. Sebaliknya, ini adalah tentang mengubah pola pikir secara mendasar, dari "apa yang bisa kita dapatkan dari orang ini?" menjadi "apa yang bisa kita berikan terlebih dahulu?".

Dengan membangun relasi di atas fondasi kontribusi (pujian), kerendahan hati (pengakuan), dan presentasi yang baik, kamu tidak hanya akan mendapatkan mitra bisnis, tetapi juga sahabat dalam berjuang. Inilah cara membangun sebuah bisnis yang tidak hanya kuat secara finansial, tetapi juga berkelanjutan dan kaya akan kepercayaan.

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM.