eFishery, salah satu startup unicorn akuakultur dari Indonesia, pada tahun 2025 ini ternyata memiliki skandal yang merugikan ribuan pembudidaya ikan dan udang. Adapun skandal tersebut terungkap melalui praktik kecurangan finansial yang berlangsung selama bertahun-tahun, yang terbongkar sekitar akhir tahun 2024 lalu.
Akibat dari kecurangan tersebut, banyak dari pembudidaya yang bermitra dengan eFishery dari segi pakan, pembiayaan, dan akses pasar kini harus menanggung kerugian besar. Contohnya seperti Imad Rahmatillah, seorang petani ikan nila yang harus kembali ke tingkat produksi yang lebih rendah. Penurunan produksi ini juga berdampak pada penghasilannya yang anjlok dari Rp5 juta-Rp6 juta, menjadi Rp2 juta-Rp3 juta per kolam.
Selain itu, nasib serupa juga dialami oleh Ajad Sudrajad, seorang petani udang yang memanfaatkan teknologi eFeeder dari eFishery. Aplikasi eFeeder yang tiba-tiba berhenti beroperasi membuat Ajad terpaksa untuk beralih ke pemberian pakan secara manual, sehingga ia kesulitan mencari pemasok baru. Kondisi ini juga turut membuat para petani lainnya kelimpungan, sampai mereka ikut mencari cara sendiri untuk melanjutkan budidaya mereka.
Pengakuan Pemilik eFishery: Memanipulasi Data Keuangan Perusahaan Sejak 2018
Skandal eFishery ini sejatinya sudah mulai terkuak pada November 2024, melalui whistleblower yang mengungkap adanya kejanggalan finansial pada startup tersebut. Audit internal menemukan bahwa eFishery ternyata memiliki 2 (dua) laporan keuangan: laporan internal yang menunjukkan kerugian signifikan, sementara laporan eksternal menampilkan gambaran menguntungkan untuk menarik investor.
Gibran Huzaifah, pendiri sekaligus CEO eFishery, mengakui telah memanipulasi data keuangan sejak tahun 2018 lalu. Praktik manipulasi tersebut juga termasuk menggelembungkan Gross Merchandise Value (GMV), dengan memasukkan transaksi dari agen dan pemasok sebagai bagian dari pendapatan perusahaan.
Melalui kesempatan wawancara yang sama, Gibran juga mengungkapkan alasan dirinya memanipulasi laporan keuangan. Ia mengaku, ide manipulasi tersebut itu muncul setelah ia berdiskusi dengan sesama pendiri usaha rintisan bidang teknologi atau startup Indonesia lainnya.
”Mereka mengatakan bahwa mereka memanipulasi angka-angka. Mereka memiliki beberapa ’growth hacking initiatives’ yang mereka lakukan dan biasanya mereka melakukannya sebelum penggalangan dana,” kata Gibran, seperti dilansir dari Kompas.id.
Perlunya Intervensi Pemerintah untuk Mengembalikan Stabilitas Industri Perikanan
Pakar Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Suhana, menanggapi bahwa skandal eFishery ini tidak hanya berdampak pada individu petani, tetapi juga merusak ekosistem bisnis perikanan secara keseluruhan. Bahkan, skandal tersebut juga berpotensi menghilangkan kepercayaan investor pada sektor ini. Maka, ia menyerukan perlunya intervensi pemerintah untuk membangun kembali semangat para pelaku budidaya, agar dapat mengembalikan stabilitas di industri perikanan.
“Jadi dampaknya tidak hanya kepada si pembudidaya. Akan tetapi, juga kepada penampung atau pembeli daripada aksi produksi dari para pembudidaya. Sehingga, perlu memang perhatian dalam jangka pendek terutama,” ujar Suhana, seperti dilansir dari Tirto.id.
Lebih lanjut, menurut Suhana pelaku swasta yang nantinya ingin turut membangun kembali ekosistem perikanan budidaya yang tertata, maka perlu menjaga kepercayaan dari sisi investor maupun pembudidaya ikan. Kepercayaan inilah yang akan sangat mempengaruhi arah investasi budidaya perikanan, di mana semua pelaku usaha tentunya menginginkan ke arah yang lebih baik.
“Nah, swasta juga penting untuk menjaga kepercayaan karena dampaknya ini tidak hanya buat swasta itu sendiri, terutama iklim investasinya ini yang perlu diantisipasi. Karena dampak rambatannya cukup besar,” pungkas Suhana.
Referensi : Tirto.id, Kompas.id
Sumber Gambar : Javatekno.co.id