Sahabat Wirausaha, bayangkan sebuah negara yang telah membangun identitasnya dari secangkir teh. Jepang bukan hanya meminum teh; mereka merayakannya. Upacara minum teh, chanoyu, telah hidup lebih dari 400 tahun. Teh adalah simbol keramahan, ketenangan, dan kesopanan.

Lalu datang sebuah merek kopi instan dari luar negeri: Nescafé. Pada awal 1960-an, mereka memasuki pasar Jepang yang pada dasarnya sudah “penuh”—penuh budaya, penuh tradisi, penuh historisitas.

Di atas kertas, misi itu tampak mustahil. Namun puluhan tahun kemudian, sesuatu yang hampir tak terbayangkan terjadi. Jepang berubah menjadi salah satu konsumen kopi terbesar di dunia, dengan pasar bernilai miliaran dolar. Dilansir dari Statista, Konsumsi kopi per kapita naik dari kurang dari 1 kg per tahun pada 1960-an menjadi lebih dari 3,6 kg pada awal 2020-an. Dan di tengah transformasi itu, Nescafé berdiri sebagai salah satu brand yang paling berpengaruh.

Bagaimana sebuah produk “pendatang” mampu menggeser budaya yang telah hidup ratusan tahun?
Dan apa pelajaran penting yang bisa dipetik oleh UMKM Indonesia dari strategi besar ini?

1. Jual Kebiasaan, Bukan Sekadar Produk

Ketika Nestlé masuk ke Jepang, mereka tidak menempatkan kopi sebagai pesaing teh. Mereka justru memahami kenyataan bahwa teh adalah bagian dari jiwa masyarakat Jepang—dan tidak ada gunanya melawannya.

Karena itu, strategi mereka bukan menjual kopi, tetapi menjual ritual baru. Mereka memperkenalkan kebiasaan “coffee moment”: waktu istirahat sore, jeda singkat di kantor, atau momen hangat di pagi hari yang lebih ringkas dari upacara teh. Nescafé tidak memaksa kopi masuk ke budaya Jepang; mereka mencari celah kecil di kehidupan masyarakat yang bisa diisi oleh kebiasaan baru.

Kopi instan Nescafé diposisikan bukan sebagai minuman asing, tetapi sebagai bagian dari ritme kehidupan modern Jepang: cepat, rapi, sederhana. Ritual baru ini membuat kopi lebih mudah dipahami dan diterima.

Untuk UMKM, strategi ini mengajarkan bahwa konsumen membeli makna dan ritual, bukan sekadar barang. Produk yang melekat pada kebiasaan pelanggan akan lebih cepat tumbuh dan lebih tahan lama.

2. Adaptasi dengan Budaya Lokal adalah Fondasi Keberhasilan

Nestlé tidak pernah membawa kopi Barat ke Jepang apa adanya. Mereka menyesuaikannya. Masyarakat Jepang menyukai rasa yang lembut dan kemasan yang rapi. Maka Nescafé menghadirkan kopi instan yang lebih halus, dengan aroma ringan dan tingkat kepahitan yang ramah bagi pemula. Kemasan dirancang ringkas dan minimalis, warna disesuaikan dengan estetika Jepang yang bersih dan teratur.

Mereka juga memahami budaya praktis Jepang. Itu sebabnya stick pack—kopi instan sekali seduh—menjadi produk unggulan di negara tersebut. Semua disesuaikan dengan kebutuhan lokal, bukan kebutuhan pabrik global.

Bagi UMKM, pelajarannya sederhana namun penting: produk yang baik bukan yang paling otentik, tetapi yang paling sesuai dengan pelanggan. Adaptasi bukan mengurangi nilai, tetapi memperluas jangkauan.

Baca juga: 11 Ide Bisnis Kopi Kekinian Terbaru yang Bikin Usaha Cepat Berkembang

3. Komunitas sebagai Mesin Pertumbuhan yang Tidak Terlihat

Nestlé memiliki strategi yang jarang dibahas tetapi sangat menentukan: Nescafé Ambassador Program. Program ini muncul karena Nestlé memahami bahwa kantor adalah ruang sosial penting di Jepang. Siklus kerja yang cepat, istirahat pendek, dan budaya kolektif membuat kantor menjadi tempat terbaik untuk memperkenalkan kebiasaan baru.

Program ini tidak menggunakan influencer besar. Mereka memilih “duta kopi” dari orang biasa: staf kantor, resepsionis, pegawai administrasi, pekerja pabrik. Nestlé menyediakan mesin kopi kecil yang digunakan bersama. Ambassadornya membantu mengatur penggunaan, menunjukkan rasa, dan membangun kebiasaan minum kopi bersama.

Dengan cara ini, kopi tidak hanya dipromosikan—kopi dihidupkan. Dari kebiasaan kecil itulah konsumsi kopi tumbuh. Pertumbuhan terjadi bukan karena iklan besar, tetapi karena kebiasaan sosial yang terus berulang.

Untuk UMKM, ini mengajarkan bahwa komunitas yang kuat lebih berharga daripada ribuan likes. Komunitas kecil yang loyal dapat menjadi motor pertumbuhan yang paling stabil.

4. Edukasi Pasar Menciptakan Kebutuhan Baru

Nestlé sadar bahwa memperkenalkan kopi di negeri teh membutuhkan edukasi. Maka mereka melakukan pendekatan jangka panjang: mengajarkan cara menyeduh, memperlihatkan resep, menghadirkan konten sederhana tentang menikmati kopi, hingga memperkenalkan rasa-rasa yang sesuai dengan lidah pemula.

Edukasi bukan kampanye sesaat; ia adalah rutinitas. Nescafé rutin memperlihatkan cara menikmati kopi dari sudut pandang yang mudah: “kopi untuk menemani pekerjaan”, “kopi ringan di pagi hari”, “kopi untuk teman membaca”. Mereka membangun alasan yang membuat orang Jepang ingin mencoba.

Pasar baru tidak datang secara natural; ia dibentuk melalui konsistensi edukasi. UMKM sering kali lupa bahwa banyak produk lokal sebenarnya punya nilai tinggi, tetapi pelanggan belum mengerti. Edukasi—baik melalui konten, demo, atau cerita—adalah jembatan yang menciptakan kesadaran dan akhirnya permintaan.

Baca juga: Kopi Spesialti: Rantai Nilai, Kualitas, dan Fakta di Balik Harga yang Lebih Tinggi

5. Visi Jangka Panjang Mengalahkan Segala Strategi Jangka Pendek

Transformasi besar ini tidak terjadi dalam satu dekade. Nestlé membutuhkan lebih dari 20–30 tahun untuk membuat kopi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jepang.

Mereka tidak tergesa-gesa. Tidak mengejar viral sesaat. Tidak mengejar tren yang cepat hilang. Mereka membangun dengan konsisten:

  • adaptasi rasa,

  • produk yang praktis,

  • komunitas kecil,

  • edukasi berkelanjutan,

  • pemasaran emosional yang lembut.

Hasilnya bukan hanya penjualan yang besar, tetapi perubahan budaya konsumsi. Kopi menjadi bagian dari identitas modern Jepang.

Untuk UMKM, strategi ini menegaskan satu hal: bisnis kecil pun membutuhkan visi panjang. Konsistensi jauh lebih penting daripada kehebohan sesaat. Brand yang kuat lahir dari kebiasaan yang dibangun hari demi hari, bukan dari satu momen viral.

Baca juga: Berbagai Macam Milk-Based Coffee: Dari Cappuccino hingga Kopi Susu Kekinian


Belajar dari Strategi Besar untuk Langkah UMKM yang Lebih Tajam

Sahabat Wirausaha, perjalanan Nestlé di Jepang bukan hanya kisah sukses brand global. Ini adalah pelajaran penting tentang memahami manusia, budaya, dan bagaimana produk bisa menjadi bagian dari kehidupan jika dibangun dengan penuh kesabaran dan strategi.

Untuk UMKM Indonesia, insight ini sangat relevan: bangun kebiasaan, pahami konteks lokal, rangkul komunitas, edukasikan pelanggan, dan siapkan strategi jangka panjang.

Jika merek besar bisa menggeser budaya yang berusia ratusan tahun, pelaku usaha kecil pun bisa membentuk kebiasaan baru di lingkungan, komunitas, dan pasar mereka sendiri. Perubahan tidak perlu besar. Yang penting: konsisten, relevan, dan dekat dengan manusia.

Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!

Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!

Referensi: 

  1. Nestlé Global – Nestlé in Japan: Company History. 2023

  2. Nippon.com – Japan’s Coffee Culture Boom. 2022

  3. Japan Times – How Nescafé Became Japan’s Favorite Coffee. 2021

  4. Nestlé Japan – Nescafé Ambassador Program Case Study. 2020

  5. Statista – Tea and Coffee Consumption Trends in Japan. 2023

  6. Konten Instagram @hermawanyoga – Ringkasan Strategi Nescafé Jepang. 2024