Sahabat Wirausaha, apakah kalian sebagai pemilik bisnis merasa kalau dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir ini perekonomian tampak lesu? Salah satu indikator yang paling terlihat jelas adalah bagaimana daya beli masyarakat melemah. 

Jika kalian merasa hal itu tengah dialami, maka mungkin bisa saja itu adalah tanda-tanda deflasi. Bahkan menurut BPS (Badan Pusat Statistik) seperti dilansir CNN Indonesia, Indonesia dilaporkan mengalami deflasi pada Mei - Agustus 2024.

Saat deflasi terjadi, memicu kondisi turunnya penghasilan masyarakat, pertumbuhan ekonomi terhambat, investasi anjlok hingga pengangguran meningkat. Dalam kondisi deflasi, Sahabat Wirausaha tentu harus berpikir inovatif agar bisnis tetap berjalan. Salah satunya adalah mulai melirik strategi jualan starling. Seperti apa fenomena ini berjalan? Yuk, simak penjelasannya!


Pentingnya Harga Terjangkau Saat Penjualan Lesu

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kondisi penjualan yang lesu tentu jadi masalah bagi setiap pebisnis. Bahkan menurut Eko Listiyanto selaku Direktur Pengembangan Big Data INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), deflasi selama empat bulan berturut-turut ini adalah pertanda ada masalah dalam daya beli masyarakat Indonesia. Hal ini tentu berbeda jauh dengan kuartal I dan II tahun 2024 saat pasca Pemilu dan Lebaran sehingga pemerintah harus segera mencari solusi. 

Daya beli masyarakat yang anjlok ini mayoritas terjadi di kelompok menengah yang memang banyak menjadi penggerak perekonomian negara. Disebutkan mayoritas penurunan daya beli terbesar dialami oleh kelompok pengeluaran Rp2,1 juta - Rp3 juta dan kelompok Rp4,1 juta - Rp5 juta per bulan.

Tak heran jika Alphonzus Wijaja selaku Ketua DPP APPBI (Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia) menyebutkan bahwa alokasi uang yang dipegang kelompok menengah semakin kecil. Dampaknya, pola belanja mereka pun berubah sehingga lebih memilih produk-produk dengan harga terjangkau sehingga bukan tanpa alasan kenapa toko-toko seperti Miniso, KKV dan DIY yang menjual item harian dengan harga murah-meriah masih tetap mampu menjaga omzet, seperti yang juga terlihat dari penjual starling.

Kenapa begitu? Karena membeli minum starling sangatlah terjangkau yakni Rp5.000 – Rp10.000 saja per item. Strategi jualan starling inilah yang dilakukan oleh brand Jago Coffee di mana beberapa produk ditawarkan mulai dari Rp8.000. Coba bandingkan dengan produk dari kedai-kedai kopi kekinian lain yang menjual dengan harga Rp20 ribuan, Jago Coffee jelas lebih murah meriah.

Dengan harga yang tak membebani penghasilan dalam kondisi perekonomian lesu, tak heran kalau pembeli Jago Coffee datang dari berbagai lapisan masyarakat mau kalangan pekerja, mahasiswa, pelajar sekolah menengah, hingga masyarakat umum lain. Hal ini tentu wajib Sahabat Wirausaha cermati, karena terbukti kalau harga jual terjangkau sangat penting demi menjaga daya beli masyarakat sehingga bisnis tetap berjalan dalam perekonomian sulit.

Namun tetap, Sahabat Wirausaha tak boleh melupakan kualitas produk sekalipun harga jualnya murah. Bagaimana solusinya? Dengan menyediakan produk dalam ukuran lebih kecil, sampai mencapai distributor penyedia bahan baku yang menawarkan sistem supply barang lebih menguntungkan.

Baca Juga: Brand Terkenal Mulai Pakai Konsep Starling, Strategi Diversifikasi Bisa Makin Cuan?


Inovasi Konsep Jualan Jadi Solusi Dongkrak Daya Beli

Starling merupakan kependekan dari starbike keliling. Istilah starbike jika diucapkan mirip dengan brand kedai kopi asal Amerika Serikat, Starbucks, tapi sebetulnya merujuk pada penjualnya yang menggunakan sepeda angin (onthel) alias bike lalu berkeliling. Starling ini sudah ada sejak tahun 2002 alias 22 tahun silam, seperti dilansir Smesco. Bahkan di daerah Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat sana, sudah ada Kampung Starling lantaran banyak penduduknya berprofesi sebagai penjual minuman keliling. 

foto: Aisyah Sekar Ayu Maharani/KOMPAS

Sehingga jika disimpulkan, berjualan secara starling pada dasarnya bukanlah sesuatu yang baru beberapa tahun ini ramai dilakukan. Hanya saja jika melihat dari segi tampilan penjualnya, para penjaja starling memang tampak ‘jadul’ dan kurang menarik konsumen. Kelemahan dari starling konvensional inilah yang dibenahi oleh Jago Coffee dan sejumlah brand minuman kelas menengah ala cafe (mayoritas kopi) seperti Sejuta Jiwa, Haus! sampai Xiboba.  

Mirip dengan para penjual starling pada umumnya, sejumlah brand ini memasarkan produk minuman ala cafe (mayoritas kopi) mereka menggunakan gerobak yang didorong dengan sepeda. 

Jago Coffee bahkan membuatnya makin modern karena armada starling mereka berjualan memakai seragam, gerobak yang eye catching sampai menggunakan sepeda listrik. Inovasi yang dilakukan meski berdasarkan konsep jualan jadul inilah yang membuat bisnis mampu bertahan dalam kondisi ekonomi lesu.

Inovasi-inovasi modern inilah yang akhirnya membuat strategi jualan starling ala Jago Coffee lebih menonjol, berbeda, dan makin disukai oleh masyarakat. Hal ini juga bisa menjadi masukan bagi Sahabat Wirausaha bahwa dalam berbisnis tak ada konsep yang benar-benar baru. Sehingga kalian bisa mengadaptasi konsep yang telah ada, tapi tetap memberikan inovasi kekinian sehingga menjadikan produk bisnis jadi unik dan berdampak positif ke omzet.

Baca Juga: Strategi Bisnis Jago Coffee, Sajikan Kopi Berkualitas Dengan Konsep Starling di Ibukota


Branding yang Kuat Lewat Perluasan Wilayah Jual

foto: Instagram Jago Coffee

Apa yang membuat starling tetap mampu bertahan kendati banyak kedai-kedai kopi dan minuman lain yang lebih modern adalah mobilitas mereka sangatlah luas. Karena dengan berkeliling, Sahabat Wirausaha akan bisa menemukan tempat-tempat pasar potensial seperti lingkungan perkantoran saat jam makan siang, pusat-pusat keramaian di pagi atau malam hari seperti area stasiun atau terminal, stadion di hari Minggu, hingga gedung-gedung konser. 

Dengan penawaran harga produk yang terjangkau dan mudah ditemukan di mana-mana, para starling jelas tetap akan jadi pilihan utama konsumen dibandingkan harus masuk ke dalam kedai-kedai atau cafe.

Hal inilah yang bisa Sahabat Wirausaha terapkan, di mana saat daya beli menurun para pebisnis harus menggunakan konsep ‘jemput bola’. Sehingga calon konsumen yang mungkin awalnya batal membeli produk minuman karena lokasi penjual jauh, bisa mengubah pikirannya karena si penjual sudah berkeliling dan melintasi wilayah tempatnya berada. Tak heran kalau akhirnya strategi jualan starling yang meluaskan cakupan bisnis ini membuat Jago Coffee sampai memperoleh pendanaan miliaran Rupiah.

Dilansir Daily Social, Yoshua Tanu selaku co-founder Jago Coffee menjelaskan kalau pendanaan yang didapat perusahaannya lebih dari sekadar dorongan finansial, tapi bentuk kepercayaan untuk berinovasi lebih jauh dan wilayah lebih luas. Jika hingga April 2024, Jago Coffee baru mencakup 7% dari keseluruhan wilayah Jakarta, ke depannya mereka memasang target 50% hingga akhir 2024. Tak main-main, mereka bahkan berencana menambah depo jadi 15 unit dan armada starling dari 300 jadi 1.500 orang.

Apa kunci yang membuat Jago Coffee bisa tetap berkembang di tengah perekonomian tidak stabil? Memulai penjual terlebih dulu di area-area terdekat, lalu memperluas wilayah dengan memetakan pasar-pasar potensial ketika branding makin kuat.

Baca Juga: 7 Tips Bisnis Anti Rugi, UMKM Perlu Lakukan Ini


Menu Variatif Jadi Kunci Strategi Jualan Starling

foto: Haus! Indonesia

Nah, hal terakhir yang menjadi strategi jualan starling Jago Coffee dan diikuti oleh beberapa brand minuman kekinian lain adalah keberadaan menu yang variatif. Kendati misi perusahaan adalah membuat kopi dinikmati seluruh kalangan, mereka juga menawarkan produk-produk non-kopi. 

Sama seperti Jago Coffee, menu variatif juga dilakukan oleh Haus! lewat pilihan premium series, classic series, choco series, yakult series, cheese series, creamy series, ice cream, boba series, tea series, coffee series, sampai silky pudding.

Sahabat Wirausaha jelas bisa mengikuti langkah brand-brand tersebut atau penjual starling konvensional. Coba perhatikan, bagaimana para starling di Jabodetabek sampai memiliki banyak sekali gantungan minuman sachet di sepeda mereka sehingga konsumen dapat memilih sesuai keinginan. Untuk itulah penting membuat gerobak yang mampu memuat menu variatif tapi tetap tidak menyulitkan dibawa berkeliling.

Bagaimana? Terbukti kan kalau meskipun tetap mengusung strategi jualan starling, brand-brand tersebut masih melakukan berbagai inovasi sehingga bisnis mereka tetap tampil unik. Sebuah bukti kalau meski starling, tetap harus dikelola modern agar omzet makin melimpah sehingga ketika daya beli masyarakat Indonesia menurun, bisnis kalian tetap mampu bertahan bahkan mencetak cuan melimpah. Jadi, yuk makin inovatif dalam berbisnis seperti Jago Coffee dan Haus!.

Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan di share ke rekan-rekan Sahabat Wirausaha. Follow juga Instagram @ukmindonesia.id untuk update terus informasi seputar UMKM. 

Referensi:

  1. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240910051726-532-1142740/ekonom-sebut-deflasi-4-bulan-beruntun-bukti-daya-beli-rakyat-ri-turun
  2. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240905123014-8-569360/beban-usaha-tinggi-daya-beli-anjlok-ekonomi-ri-2024-sulit-capai-5
  3. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240809202258-92-1131376/kenapa-daya-beli-masyarakat-indonesia-menurun
  4. https://smesco.go.id/berita/konsep-starling-makin-amazing
  5. https://bithourproduction.com/blog/mengupas-strategi-jago-coffee/
  6. https://dailysocial.id/post/pendanaan-seri-a-jago-coffee