Kelapa adalah tanaman yang paling sering dikenali dan dijumpai di masyarakat Indonesia. Penyebaran tanaman kelapa hampir di seluruh wilayah nusantara. Penduduk Indonesia tidak akan pernah mampu untuk hidup tanpa adanya kelapa. Tahukah sahabat UKM bahwa Indonesia adalah produsen kelapa terbesar di dunia?

Sayangnya, dengan keunggulan volume produksi kelapa ini, Indonesia masih kalah dengan negara-negara lain dalam mengekspor kelapa, terutama Filipina. Banyak yang tidak menyadari bahwa Indonesia memiliki kekuatan ekspor dari kelapa ini. Apalagi, banyak juga yang tidak mengetahui bahwa pohon kelapa dapat diolah semua bagiannya. Yuk kita bahas tentang potensi kelapa Indonesia dalam pasar ekspor.


Mengapa Kelapa?

Kelapa memiliki area perkebunan terluas di Indonesia, lebih luas daripada karet dan kelapa sawit, yaitu sekitar 26% dari total area perkebunan. Karena itulah, Indonesia merupakan negara produsen kelapa terbesar di dunia, senilai sekitar 18.3 juta ton per tahun. Negara produsen pesaing utama hanyalah Filipina dan India. Negara-negara lainnya hanya mampu memproduksi kelapa dibawah 3 juta ton per tahun. Indonesia memiliki kekuatan besar ekspor dalam hal volume produksi sehingga juga mampu menawarkan harga yang lebih kompetitif.

Baca Juga: Tips Jitu Untuk Sukses di Pameran Internasional

Jumlah Produksi Kelapa 5 Negara Tertinggi, 2018. Sumber: World Atlas

Alasan terpenting mengapa kelapa memiliki potensi besar untuk diekspor adalah karena manfaat tanaman kelapa tidak hanya terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa. Akan tetapi, seluruh bagian tanaman kelapa dapat diolah untuk berbagai keperluan. Berikut adalah beberapa contoh produk yang diolah dari masing-masing bagian tanaman kelapa:

  • Daun kelapa: Daun yang muda dapat digunakan sebagai pembungkus ketupat dan bahan baku obat tradisional. Daun yang tua dapat dianyam dan dipergunakan sebagai atap, lalu lidinya sebagai bahan sapu lidi untuk barang kerajinan.
  • Batang kelapa: Sebagai bahan baku furniture dan bahan bangunan.
  • Akar kelapa: Sebagai bahan baku pembuatan bir atau bahan baku pembuatan zat warna.
  • Air kelapa: Untuk minuman segar dan diproses lebih lanjut menjadi nata de coco, kecap kelapa, dan coco vinegar.
  • Sabut kelapa: Untuk bahan baku tali, anyaman keset, matras, jok kendaraan.
  • Tempurung kelapa: Sebagai gayung air dan mangkuk secara tradisional dan dapat diolah menjadi bahan baku obat nyamuk bakar, arang, briket arang, dan karbon aktif.
  • Daging buah kelapa: Dapat langsung dikonsumsi dan dapat diproses menjadi santan kelapa, kelapa parutan kering (desiccated coconut), serta semi virgin oil. Bahkan ini bisa diproses menjadi kopra (minyak kelapa) yang lebih lanjut menjadi minyak goreng, sabun, lilin, es krim, dan bahan baku produk oleokimia seperti fatty acid, fatty alcohol, dan gliserin. Tak hanya itu, ampas kelapa atau bungkil kelapa dapat menjadi bahan pakan ternak.
  • Nira kelapa: Cairannya dapat diproses menjadi gula kelapa, yang sudah diuji memiliki indeks Glycemic jauh lebih rendah daripada gula tebu.

Tapi perlu diingat, bahwa tidak semua produk kelapa ini berpotensi untuk diekspor. Ini dikarenakan jumlah konsumsi yang sudah sangat tinggi terhadap beberapa produk kelapa, khususnya untuk bahan memasak. Kita perlu melihat produk kelapa apa saja yang memiliki kapasitas berlebih serta nilai apresiasi tinggi di pasar ekspor.

Baca Juga: Jitu Membidik Peluang Pasar dan Target Negara Ekspor


Performa Ekspor Produk Kelapa Indonesia


Performa Ekspor Beberapa Produk Kelapa Indonesia, 2018. Sumber: Trade Map ITC

Terdapat beberapa produk kelapa Indonesia yang perlu kita lihat performa ekspornya. Salah satunya, Indonesia adalah eksportir terbesar untuk kelapa segar dalam batok yang mencapai nilai 56 juta USD (setara 784 miliar Rupiah). Sayangnya, nilai jual yang sangat rendah membuat produk ini kurang direkomendasi untuk diekspor.

Lalu, Indonesia juga merupakan eksportir terbesar kedua, setelah Filipina, untuk produk kelapa parutan kering atau desiccated coconut senilai 170 juta USD (setara 2.3 triliun Rupiah). Meskipun memiliki nilai jual ekspor yang paling tinggi, performa ekspor produk ini dirasa sulit untuk ditingkatkan dikarenakan konsumsi dalam negeri Indonesia yang sudah begitu besar.

Di samping itu, Indonesia merupakan eksportir terbesar kedua untuk produk kopra (minyak kelapa) baik itu yang mentah maupun diolah. Pada tahun 2018 Indonesia mampu mengekspor produk kopra mentah dengan nilai 354 juta USD (setara 4,9 triliun Rupiah). Sementara itu, Indonesia mengekspor produk kopra yang diolah dengan nilai 368 juta USD (setara 5,1 triliun Rupiah). Indonesia hanya kalah dari Filipina untuk ekspor dua produk kopra ini. Tujuan terbesar ekspor Indonesia untuk produk kopra ini adalah Belanda dan Malaysia untuk produk kopra mentah, serta Amerika Serikat dan China untuk produk kopra olahan. Dengan nilai jual ekspor yang cukup tinggi, kopra atau minyak kelapa menjadi salah satu produk yang berpotensi untuk diekspor.

Baca juga: Visi dan Misi

Sementara itu, terjadi pertumbuhan ekspor signifikan pada produk gula kelapa sebesar 15% dari 2014-2018 yang mencapai nilai 63 juta USD (setara 882 miliar Rupiah). Fenomena ini bisa menjadi tanda bahwa adanya peningkatan permintaan gula kelapa di pasar ekspor sebagai alternatif pemanis bagi penderita diabetes dunia. Selain itu, nilai jualnya yang sangat tinggi (melebihi kopra) membuat produk ini sangat berpotensi untuk diekspor.

Untuk ekspor sabut kelapa, sayangnya Indonesia hanya hanya menempati posisi ke-9 dengan nilai hanya 11 juta USD (setara 154 miliar Rupiah) pada 2018. Padahal total nilai ekspor dunia untuk produk ini adalah 593 juta USD yang 42% pangsa pasarnya didominasi oleh India. Sabut kelapa merupakan komponen terbesar pada buah kelapa (sekitar 35%). Saat ini sabut kelapa hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada pengeringan kopra. Banyak yang mengira sabut kelapa hanyalah limbah, padahal terdapat peluang bisnis besar. Nilai jual produk sabut kelapa indonesia pun sangat rendah, di saat beberapa negara seperti Brazil dan Kenya mampu menjual produk ini dengan harga di atas 1,000 USD per Ton. Ini membuktikan bahwa Indonesia tidak mampu mengoptimalkan produk sabut kelapa ini.

Berdasarkan data performa ekspor tersebut di atas, diketahui terdapat beberapa produk kelapa yang menjadi prospek dalam pasar ekspor. Selanjutnya, kita akan membahas hanya produk olahan kelapa yang sangat prospek untuk digarap oleh industri kecil, yang tidak membutuhkan mesin dan teknologi tinggi dan volume besar tapi diapresiasi tinggi sekali oleh pasar ekspor. Produk tersebut adalah Virgin Coconut Oil (VCO) dan Gula Kelapa.


Prospek Produk Virgin Coconut Oil (Minyak Kelapa Murni)

Dari data performa di atas, produk kopra atau minyak kelapa merupakan produk kelapa yang patut dioptimalkan lebih lagi potensi ekspornya. Salah satu produk minyak kelapa yang bernilai tinggi di pasar ekspor adalah VCO yang beberapa tahun belakangan ini permintaan pasarnya meningkat pesat. VCO bukanlah produk komoditas seperti minyak kelapa konvensional karena dijual dengan harga premium yang jauh lebih tinggi, meskipun tetap mengikuti perkembangan harga minyak kelapa konvensional. Di berbagai supermarket negara-negara Amerika Serikat dan Eropa, VCO dipasarkan dengan tag “cold-pressed” dan termasuk produk premium yang populer. Bandingkan dengan situasi di Indonesia, bahwa VCO masih tidak diapresiasi tinggi oleh pasar.

Baca Juga: Mengenal Harga Patokan Ekspor

VCO sendiri memiliki citra kuat di pasar ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Eropa, sebagai minyak yang sehat. Hal ini dikarenakan kandungan lauric acid nya yang tinggi (sekitar 50%) dan tidak ada trans-fatty acid. Ditambah, kandungan PFA nya (polyunsaturated fatty acid) lebih rendah daripada minyak nabati lainnya. Sehingga, VCO terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dan obesitas. Khasiat VCO diuji juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan menanggulangi penyakit virus seperti HIV. Inilah yang menyebabkan permintaan besar dan meningkat di pasar global. Meskipun pasar ini spesifik untuk orang-orang yang sadar akan kesehatan, ini memiliki prospek bagus di masa mendatang terutama di negara-negara maju. VCO dapat dikonsumsi secara langsung atau sebagai minyak goreng dan bahan makanan. Selain itu, VCO juga dapat dijadikan bahan kosmetik.

Namun, tidak sembarang produk VCO dapat berpotensi masuk pasar ekspor terlebih pada negara-negara maju. Terdapat standar kualitas yang harus dipenuhi. Minyak VCO harus didapatkan secara murni dari kelapa segar. Prosesnya bisa saja mekanis, tapi tanpa ada perubahan kimia. VCO kualitas tinggi haruslah beraroma dan berbau seperti kelapa, tidak tengik, dan mudah cair. Lalu, secara visual harus jernih, bening, dan tanpa warna. Terdapat dua standar kandungan penting yang akan diperiksa oleh calon pembeli/importir: 1) Kandungan moisture tidak melebihi 0.5%; 2) Kandungan lauric acid sekitar antara 40-50%.

Berdasarkan data ITC, pasar yang paling potensial saat ini untuk mengekspor produk VCO Indonesia adalah Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat merupakan importir terbesar pada 2018 yang mencapai 487 juta USD. Bahkan, Amerika Serikat memiliki potensi pasar yang begitu besar terhadap permintaan VCO Indonesia yang diestimasikan sebesar 218 juta USD. Juga masih terdapat 58% potensi pasar tersebut yang belum terealisasikan senilai 127 juta USD (setara 1.8 triliun Rupiah). Sayangnya, saat ini produk VCO Indonesia belum siap (dari segi standar dan sertifikasi) untuk diekspor ke pasar Eropa yang sebetulnya juga memiliki potensi besar bagi produk VCO.

Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Produk Ekspor


Prospek Produk Gula Kelapa

Selain VCO, produk kelapa lainnya yang memiliki apresiasi sangat tinggi di pasar ekspor adalah gula kelapa. Permintaan gula kelapa meningkat pesat di negara-negara maju sebagai alternatif pemanis yang baik bagi penderita diabetes. Hampir semua orang di dunia ini percaya bahwa rendahnya kandungan Indeks Glycemic di gula kelapa (35) dapat memperlambat peningkatan tingkat gula, yang akan menurunkan diabetes. Apalagi, gula kelapa dapat dikonsumsi secara global seperti pada pembuatan kue dan sebagai pemanis untuk kopi dan teh. Gula kelapa juga memiliki citra kuat sebagai gula yang lebih alami prosesnya daripada gula konvensional.

Banyak yang rancu antara gula kelapa dan gula aren. Meskipun warnanya sama-sama merah, tapi mereka berdua diproduksi dari tanaman yang berbeda. Gula yang diproduksi dari pohon aren tidak memiliki potensi kuat untuk diekspor karena memiliki bau dan aroma yang kuat. Sehingga gula aren tinggi sekali tingkat konsumsinya dalam negeri karena sering dipakai untuk memasak dan membuat kue tradisional. Gula kelapa ini berpotensi untuk diekspor karena aroma dan baunya lebih fleksibel untuk dikonsumsi di dunia, dan konsumsi dalam negeri tidak setinggi gula aren. Untuk bentuknya, gula kelapa kristal lebih banyak permintaan ekspornya dikarenakan lebih mudah mengkonsumsinya seperti gula konvensional.

Lagi-lagi, produk gula kelapa untuk dapat berpotensi masuk pasar ekspor harus memenuhi berbagai standar kualitas. Aspek terpenting dari kualitas gula kelapa adalah menjaga infeksi dan ragi seminimal mungkin. Lalu, biasanya kandungan sebagian besar dari moisture dan sucrose tapi perlu minimal kandungannya bagi invert sugar, protein, gums, dan mineral. Lalu, warna juga harus seimbang: tidak boleh terlalu terang atau terlalu gelap. Konsistensi tekstur juga penting, karena seharusnya tidak terlalu keras tapi agak remuk. Sertifikasi sistem manajemen juga diperlukan untuk dapat diterima di pasar internasional mengingat gula kelapa adalah produk olahan bukan komoditas mentah.

Baca Juga: Meningkatkan Daya Saing Ekspor dengan Mengkomunikasikan Prinsip ‘Sustainability’

Apa saja negara yang potensial untuk mengekspor gula kelapa Indonesia? Jerman dan Amerika Serikat, merupakan dua negara importir terbesar untuk produk gula kelapa dengan nilai impor pada 2018 masing-masing adalah 129 juta USD dan 128 juta USD. Lalu, sebenarnya terdapat ruang potensi ekspor besar yang belum terealisasi di negara Amerika Serikat (79 juta USD) dan Jerman (27 juta USD), dan negara-negara Eropa barat lainnya. Sayangnya, saat ini produk gula kelapa Indonesia masih sedikit kapasitas produksinya dan belum banyak yang mampu memenuhi standarnya. Sehingga, saat ini kapasitas dan standar produk hanya mampu berpotensi diekspor pada negara-negara tetangga ASEAN, yang ujung-ujungnya mereka juga akan mengekspor ulang ke negara-negara maju. Sedih kan.


Fokus pada Pemenuhan Standar Organik

Sebelumnya, kita melihat bahwa sebenarnya potensi produk VCO dan gula kelapa tidak optimal dikarenakan kurangnya pemenuhan standar. Apakah sebenarnya standar yang paling penting untuk dipenuhi tersebut? Selain karena kurang terpenuhinya standar kualitas dan sistem manajemen, standar organik sangat diperlukan oleh pembeli/importir negara-negara maju.

Alasannya adalah kelapa merupakan tanaman yang penanamannya sudah secara alami. Sehingga banyak konsumen, yang sebagian besar sadar akan kesehatan, mengharapkan standar organik pada produk yang diolah dari kelapa. Produk-produk kelapa dianggap premium karena bersifat organik. Sayangnya, proses pengolahan di Indonesia belum memenuhi standar organik. Ini banyak yang membuat eksportir produk VCO dan gula kelapa terhambat untuk dapat mengekspor ke calon pembeli/importir di negara-negara maju.

Baca Juga: Menerapkan Pelabelan (Labelling) yang Layak dalam Standar Ekspor

Seperti yang kita tahu, bahwa tren organik berkembang pesat di pasar dunia terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, dan Eropa Barat. Produk tidak dapat dilabeli “organik” jika minimal 95% bahan baku belum memenuhi standar organik, seperti tidak menggunakan pestisida kimia, pupuk buatan, dan GMO dalam proses produksi dari awal sampai akhir. Meskipun saat ini SNI mengeluarkan sertifikasi organik, sayangnya ini belum diakui secara internasional, sehingga eksportir produk organik harus memproses sertifikasi organik melalui badan-badan sertifikasi yang diakui oleh negara tujuan ekspor.

Terlebih lagi, produk biasanya akan memiliki keunggulan produk yang lebih tinggi jika memiliki standar fairtrade. Kesejahteraan petani benar-benar diperhatikan oleh konsumen gula kelapa. Selain dengan sertifikasi, komunikasi standar Fairtrade bisa dengan “story” mengenai pemberdayaan petani dan dokumentasi harga yang transparan. Baca selengkapnya mengenai standar organik dan fairtrade di artikel Standar Khusus Ekspor.


Strategi Tembus Pasar Ekspor Produk Kelapa

Berikut adalah strategi-strategi yang sebaiknya dilakukan untuk mengoptimalkan potensi ekspor produk kelapa Indonesia, khususnya pada VCO dan gula kelapa:

  • Targetkan secara spesifik ke segmen produk kesehatan dan segmen produk natural/organik.
  • Lakukan kerjasama dengan Importir khusus menjual produk organik. Pemenuhan standar kualitas dan sertifikasi organik diperlukan dalam hal ini.
  • Usahakan mengikuti pameran dagang internasional khusus produk organik, seperti Biofach.
  • Kedepankan informasi detail mengenai kandungan produk. Lalu, untuk lebih menarik informasi keunggulan produk kelapa seperti manfaat produk, sertifikasi, dan cerita tentang daerah asal produksi penting untuk dikomunikasikan. Informasi-informasi ini perlu dicantumkan pada kemasan, company profile, website, serta platform sosial media.
  • Optimalkan online marketing di era digital saat ini untuk mendapatkan calon pembeli/importir. Sudah terbukti bahwa website dan sosial media yang memiliki performa SEO yang baik serta informasi yang deskriptif dapat membantu eksportir untuk dihubungi oleh calon pembeli/importir.
  • Pertimbangkan berbagai platform trading site yang tersedia saat ini yang membantu mempertemukan dengan calon pembeli/importir secara online. Contoh platform yang sangat populer adalah alibaba.com. Juga terdapat organic-bio.com dan flocert.net untuk memasukkan direktori usaha yang bersertifikat Organik dan Fairtrade.

Baca Juga: Mengidentifikasi Peta Persaingan Supaya Bisnis Tetap Unggul

Kita sudah mengetahui bersama bahwa kelapa di Indonesia memiliki beberapa produk olahan yang berpotensi untuk diekspor. Disini kita sudah membahas bahwa VCO dan gula kelapa memiliki potensi besar dan nilai jual tinggi di pasar negara-negara maju. Tapi sebenarnya, produk-produk kelapa lainnya juga memiliki potensi cukup kuat untuk diekspor. Ingat, bahwa olahan kelapa dapat diserap dalam segala industri mulai dari otomotif, furniture, konstruksi, kimia, dan banyak lainnya. Jadi, jangan berfokus bahwa kelapa hanya bisa diekspor air dan buahnya. Terutama, produk berpotensi lainnya adalah produk olahan sabut kelapa.

Namun, disini kita juga mengetahui bahwa potensi kuat ekspor produk kelapa harus diimbangi dengan pemenuhan standar kualitas dan sustainability. Ini yang menjadi tantangan sulit dalam optimalisasi potensi ini. Perlu untuk kita bersama-sama membantu petani kelapa dalam edukasi standar dan akses modal sehingga mampu memproduksi produk olahan kelapa yang bernilai tinggi di pasar global. Niscaya produk olahan kelapa Indonesia mampu meningkatkan devisa negara kita secara signifikan.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Referensi:

  1. Kementerian Perdagangan RI (2017): Warta Ekspor Optimalisasi Bahan Baku Kelapa.
  2. Kementerian Perdagangan RI (2017): Warta Ekspor Peluang Ekspor Gula Semut.
  3. ILO: Kajian Kelapa
  4. CBI: Exporting Palm Sugar
  5. CBI: Exporting Virgin Coconut Oil
  6. Rinaldi, Banu (2019): Export Plan Development for Market Entry of Indonesian Agri-Food SMEs to Germany