Sebagai negara perkembang, kita semua tentu paham bahwa pertanian dan perkebunan menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Dan dari kedua sektor itu, Indonesia banyak menghasilkan komoditas unggulan yang akhirnya bisa menjadi produk ekspor dan mendatangkan devisa negara.

Dalam data yang dirilis Kemendag, ada 10 produk ekspor unggulan yang mayoritas di antaranya berasal dari pertanian dan perkebunan. Komoditas itu adalah kopi, minyak kelapa sawit, kakao, karet dan produk karet hingga furniture. Kopi ada di posisi kedua sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia tepat di bawah udang.

Baca Juga: Tips Sukses Ekspor Berdasarkan Hasil Penelitian

Beberapa negara yang jadi tujuan ekspor kopi Indonesia adalah Brasil, Spanyol, Italia, Turki, Argentina, Inggris, India, China, Thailand, Jepang, Vietnam, Pakistan, Malaysia, Hong Kong, Sri Lanka, Bangladesh, Mesir, Iran hingga Amerika Serikat. Bahkan perusahaan kedai kopi terbesar di dunia yang berasal dari Amerika Serikat, Starbucks, menggunakan biji kopi Indonesia. Setidaknya tiga jenis biji kopi negeri ini dipakai Starbucks yakni biji kopi Arabika asal Sumatera Utara, robusta dan gayo dari Aceh.

Fakta ini kemudian ditegaskan Anthony Cottan selaku CEO Starbucks Indonesia kepada Kompas. Di mana menurut Cottan, biji kopi Sumatera menjadi yang paling digemari konsumen Starbucks di dunia. Hal inilah yang membuat nilai ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat semakin meningkat. Seperti apa potensi ekspornya? Simak terus ulasannya dalam artikel berikut ini.

Baca Juga: Langkah-langkah Persiapan Memulai Ekspor


Kebutuhan Kopi AS Terus Meningkat Sejak 2012

Sumber: Christina Rumpf/UNSPLASH

Dalam jurnal Universitas Diponegoro yang disusun oleh Rea Efraim Purba berjudul Analisis Ekspor Kopi Indonesia ke Amerika dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Amerika memang merupakan kawasan pengkonsumsi kopi terbesar di dunia yang membuatnya sangat berpotensi sebagai pasar ekspor biji kopi Indonesia. Bahkan dalam periode waktu 2002-2006, volume ekspor kopi Indonesia ke AS meningkat hingga 157,4%.

Kendati begitu hingga periode 2006-2008, ada penurunan volume ekspor kopi Indonesia ke AS sebesar 22,5%. Naik-turunnya nilai ekspor ini diduga disebabkan oleh berbagai hal mulai dari harga rata-rata kopi, kurs Rupiah terhadap Dollar AS, pendapatan AS hingga kisaran konsumsi kopi di Amerika Serikat.

Baca Juga: Sistem Distribusi, Perizinan dan Logistik Ekspor

Berstatus sebagai negara eksportir kedua terbesar di dunia, perekonomian Negeri Paman Sam ini memang sangat digdaya. Namun itu tidak menutupi fakta bahwa mereka juga masih aktif sebagai importir terutama dalam komoditas kopi. Dalam Market Brief Kopi yang dirilis Kemendag, impor kopi AS bahkan lebih besar daripada ekspornya. Di tahun 2012 saja, AS mengimpor kopi hingga US$6,5 miliar yang 20,64% di antaranya berasal dari Brasil dan 13,82% lainnya dari Kolombia.

10 besar negara asal impor kopi AS memang didominasi kawasan Amerika Latin kecuali Vietnam (9,37%), Indonesia (6,11%) dan Jerman (2,04%). Bahkan kala itu dalam waktu tiga tahun selama 2010 – 2012, ada peningkatan ekspor kopi Indonesia ke AS sebesar 29,95% dengan jumlah akhir senilai US$399,5 juta

Baca Juga: Mempersiapkan Kemasan (Packaging) untuk Memenuhi Standar Ekspor

Berdasarkan data International Trade Center, tren impor AS sejak 2012 memang diprediksi terus meningkat. Bahkan setidaknya hingga tahun 2017, konsumsi kopi per kapita di AS mampu melambung hingga 0,2% setiap tahunnya. Jika dibedakan secara demografi, survei yang dilakukan NCDT (National Coffee Drinking Trends) pada tahun 2012, terkumpul data konsumen kopi di AS seperti ini:

  • 38,7% konsumen kopi berumur 40-59 tahun
  • 28,2% konsumen kopi berumur 60 tahun ke atas
  • 24,7% konsumen kopi berumur 25-39 tahun
  • 14,3% konsumen kopi berumur 13,24 tahun

Setidaknya ada dua jenis biji kopi utama yang diminati konsumen AS yakni arabika yang punya kualitas terbaik dan robusta yang sering digunakan sebagai bahan kopi instan. Fakta ini jelas menguntungkan karena Indonesia menurut Departemen Pertanian AS merupakan produsen kopi arabika keempat terbesar dan produsen kopi robusta ketiga terbesar di dunia.

Baca Juga: Tips Petani dan Nelayan Modern Indonesia Menuju Pasar Ekspor

Salah satu varian biji kopi arabika Indonesia yang begitu digandrungi publik AS dan tentunya dunia adalah kopi luwak arabika. Diproduksi lewat perantara binatang luwak dan berjumlah terbatas, tak heran kalau biji kopi luwak arabika ini punya harga yang sangat tinggi dan termasuk jenis kopi eksklusif di AS.

Tak heran kalau akhirnya berdasarkan data Kemendag, ekspor kopi Indonesia ke AS sudah terlihat melambung sejak 10 tahun lalu. Tercatat pada Januari 2012, ada peningkatan sebesar 68% dibandingkan periode sama di tahun 2011. Sebagai pasar utama kopi Indonesia, nilai ekspor kopi ke AS bisa mengambil porsi 40% dari keseluruhan dengan andalannya adalah biji-biji kopi arabika yang mayoritas dipasok dari Mandailing, Sumatera Utara.

Baca Juga: Menentukan Target Negara untuk Ekspor

Pranoto Soenarto selaku Ketua Bidang Industri dan Spesialiti AEKI menjelaskan kalau produksi kopi arabika Mandailing mencapai 120 ribu ton – 150 ribu ton per tahun, jauh lebih besar daripada arabika Jawa yang cuma 10 ribu ton – 12 ribu ton per tahun, maupun arabika Toraja di kisaran 4.000 ton. Dengan banderol harga pada tahun 2012 mencapai US$6 – 7 per kilogram, harga kopi arabika Indonesia lebih mahal daripada kopi arabika Brasil di kisaran US$5,5 – 6 per kilogram.


Indonesia Terus Genjot Ekspor Biji Kopi ke AS

Sumber: Ivy Aralia Nizar/UNSPLASH

Setelah mencapai nilai ekspor yang menjanjikan di tahun 2012, perdagangan biji kopi Indonesia ke AS memang mengalami kondisi fluktuatif di tahun-tahun kemudian. Dari informasi Nus Nuzulia Ishak selaku Dirjen Pengembang Ekspor Nasional Kemendag kepada Liputan6, nilai pasokan ekspor kopi ke AS di tahun 2015 mencapai US$255,76 juta. Di mana jumlah ini mengalami penurunan dari tahun 2014 yang menyentuh US$323,22 juta.

Baca Juga: Tips Memilih Jasa Forwarder Ekspor yang Tepat

Demi mendongkrak nilai ekspor, kala itu Indonesia terlibat dalam pameran kopi spesial di AS yakni SCAA (Specialty Coffee Association of America) yang digelar bulan April 2016. Pasokan kopi asal Indonesia sendiri terdiri dari tiga macam yaitu biji kopi yang tidak disangrai, biji kopi yang disangrai dan biji kopi yang disangrai tanpa kafein. Tentu supaya bisa diterima pasar AS, biji-biji kopi Indonesia memang harus lolos seleksi SCAA.

Tiga tahun kemudian, kopi-kopi khas dan premium Indonesia kembali tampil di GSCE (Global Speciality Coffee Expo (2019). Saat itu selama pameran berlangsung, Reza Pahlevi sebagai Atase Perdagangan Washington DC menyebutkan kalau Indonesia berhasil mencatat transaksi potensial sebesar US$26,3 juta. Cukup menggembirakan karena kala itu buyer tak hanya berasal dari AS tapi juga dari Belanda, Rusia, China, Swiss, Peru, Paraguay dan Kanada.

Baca Juga: Pendampingan Standar Mutu Untuk Meningkatkan Kontribusi Ekspor UMKM

Beberapa jenis biji kopi hijau (biji kopi mentah) yang ditawarkan di GSCE 2019 adalah kopi arabika sumatera yang berasal dari Gayo, Lintong, Solok Minang dan Kerinci. Lalu ada juga biji kopi preanger Jawa Barat, Toraja, Flores, Ciwidey hingga Bali. Tak cuma biji kopi hijau, ada juga beberapa merek varian olahan kopi seperti roasted whole bean, pour over coffee bags dan single serve pods.


Pandemi, Ekspor Kopi Indonesia ke AS Semakin Menjanjikan

Sumber: Nguyen Tong Hai Van/UNSPLASH

Ketika pandemi Covid-19 terjadi sejak tahun 2020, perekonomian global memang terkena dampak yang sangat serius termasuk AS. Hal ini sempat membuat ekspor kopi Indonesia di awal wabah corona muncul begitu limbung. Namun tidak butuh waktu lama, kopi negeri ini kembali menjadi pilihan unggulan pasar AS.

Setidaknya dalam pameran kopi terbesar di AS yakni SCE (Speciality Coffee Expo) 2021 di negara bagian New Orleans, Indonesia meraup potensi transaksi sebesar US$7,15 juta seperti dilansir Antara. Dari total impor kopi AS di tahun 2020 yang mencapai US$5,53 miliar dari seluruh dunia, ekspor kopi Indonesia ke negara adikuasa di tahun itu menyentuh US$234 juta, bahkan sudah mencapai US$135,5 juta pada bulan Agustus 2021.

Baca Juga: Potensi Ekspor Biji-bijian

Kabar ini pun langsung ditanggapi positif oleh TPPE (Tim Percepatan dan Pemulihan Ekonomi) Kemenlu, terutama setelah memperoleh laporan membaiknya ekspor kopi dari lima Konjen RI di AS yang memberikan potensi ekonomi Indonesia. Apa saja? Berikut beberapa di antaranya seperti dilansir Warta Event:

  1. Menurut Konjen Simon D.Sukarno, kawasan pantai barat AS seperti negara bagian San Fransisco, Seattle dan Portland merupakan wilayah berkembangnya budaya kopi sehingga jadi potensi pasar menjanjikan untuk Indonesia
  2. Perlunya perluasan jangkauan distribusi ke berbagai coffee shop/coffee roaster yang menurut Atase Perdagangan Wijayanto harus menggunakan kopi dengan nilai tambah seperti sertifikasi Indikasi Geografis untuk organik atau jenis kopi lain
  3. Inovasi Konjen Arifi Saimandari untuk mendirikan Kafe Dangdut di New York sebagai outlet kopi Indonesia pertama di AS, yang diresmikan Menparekraf Sandiaga Uno pada September 2021
  4. Rencana virtual bisnis antara pengusaha AS dan pengusaha eksportir kopi RI yang dikoordinasi oleh Konjen Andre Omer Siregar di Houston dan Saud Krisnawan di Los Angeles
  5. Digelarnya webinar secara periodik antara Konjen RI dengan para pengusaha kopi nasional yang difasilitasi TPPE
  6. Penambahan kemitraan oleh Konjen Meri Binsar Simorangkir dari Chicago dengan mengajak dua perusahaan importir yakni Collectivo dan Intelligensia untuk berbisnis kopi dengan eksportir Indonesia

Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Produk Ekspor

Melalui berbagai rumusan dalam acara yang digelar ASKI (Asosiasi Kopi Indonesia) itu, diharapkan kalau pasar kopi Indonesia yang pada Januari – Mei 2021 sempat anjlok 23% dibandingkan periode sama di tahun 2020 akan semakin membaik. Karena bagaimanapun juga, AS tetap menjadi pasar ekspor kopi yang sangat potensial bagi Indonesia.

Tak heran kalau akhirnya pada Oktober 2021, Kemendag melepas ekspor kopi sebesar tiga kontainer ke AS dari Belift Green Beans yang bernilai US$300 ribu (sekitar Rp4,5 miliar). Bagas Hapsoro selaku Tim Diplomasi Kopi Kemenlu juga menegaskan kalau pihaknya akan selalu memberikan highlight atas ekspor kopi ke AS lantaran berkaitan dengan berbagai trend dan masalah kopi global, seperti dilansir Rakyat Merdeka.

Baca Juga: Jitu Membidik Peluang Pasar dan Target Negara Ekspor

Di mana menurut Bagas, peluang biji kopi arabika di tingkat global masihlah tinggi. ICO (International Coffee Organization) bahkan melaporkan kalau harga kopi arabika tidak pernah turun selama pandemi Covid-19. Hingga pertengahan Agustus 2021, neraca perdagangan Indonesia dengan AS mencatatkan surplus sebesar US$7,7 miliar (sekitar Rp107,8 triliun).

Presiden Jokowi bahkan menyebutkan kalau dibandingkan sektor lain, sektor pertanian khususnya kopi memang tidak mengalami dampak berarti selama wabah corona. Jika pertumbuhan sektor lain mencatatkan angka negatif, sektor pertanian selama triwulan I-2021 justru meraih 2,9%.

Tak cuma dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar saja, peluang ekspor kopi negeri ini ke AS juga bisa dilakukan oleh koperasi atau mungkin pebisnis kelas menengah hingga skala UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Di mana menurut Ivan Hartanto selaku CEO Belift Coffee dan Belift Green Beans, banyak orang AS yang sampai mendatangi perkebunan-perkebunan kopi di Toraja dan Flores, yang membuat peluang koperasi menjadi eksportir kopi tetap terbuka lebar.

Baca Juga: Mengenal Harga Patokan Ekspor


Hambatan dan Solusi Kegiatan Ekspor Kopi Indonesia ke AS

Sumber: Jeremy Bezanger/UNSPLASH

Melihat potensi kopi Indonesia di pasar AS yang cukup menjanjikan, tentu bisa menjadi peluang bisnis sektor pertanian-perkebunan yang patut dicoba oleh Sahabat Wirausaha. Bahkan hingga pertengahan tahun 2022 ini, pujian akan kualitas biji kopi Indonesia tetap juga berdatangan dari Starbucks.

Anthony McEvoy selaku Pimpinan PT SCI (Sari Coffee Indonesia) sebagai pemegang lisensi resmi Starbucks di Indonesia, menegaskan kalau biji kopi Indonesia tetaplah yang terbaik di dunia, seperti dilansir Republika. Menurut McEvoy, Sumatera Single Origin masih jadi kopi berkualitas terbaik yang dipilih Starbucks dan digunakan untuk produk espresso di gerai-gerai Starbucks di berbagai negara.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kopi

Kendati berbagai pujian itu memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir kopi terbesar di dunia, tetap saja tak menutup kemungkinan adanya segmentasi atas kemampuan Indonesia yang masih berstatus sebagai negara berkembang, untuk menyediakan kopi olahan sesuai ciri khas Indonesia.

Dalam jurnal penelitian yang diterbitkan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta secara online, Indonesia dianggap belum bisa mampu bergerak jauh menyediakan kopi olahan. Karena memang mayoritas ekspor kopi Indonesia hingga saat ini yakni 90% di antaranya adalah biji kopi mentah. Tentu cukup miris ketika produk espresso yang merupakan olahan kopi asal Italia, menggunakan biji kopi impor negara lain.

Minimnya pengalaman dalam menyajikan kopi-kopi olahan, menjadikan pasar ekspor kopi Tanah Air belum digarap maksimal. Bandingkan dengan Vietnam yang juga eksportir kopi ke AS, mempunyai kesepakatan akses pasar internasional dengan Uni Eropa. Jika diperjelas lebih mendetail, berikut beberapa hambatan industri ekspor kopi di Tanah Air yang wajib diketahui:

Baca Juga: Potensi UMKM Purbalingga Menembus Pasar Ekspor

1. Aspek Kompetitif

Sebagai eksportir kopi terbesar di dunia, Brasil memang mempunyai sejumlah keunggulan yang patut dipelajari oleh Indonesia. Sejauh ini, kopi-kopi arabika Brasil dianggap berkualitas tinggi yang didorong dengan angka produksi dan ekspor yang fantastis. Tak heran kalau 20,64% pasar kopi AS dikuasai oleh Brasil dengan berbagai varian kopi arabikanya. Sedangkan Indonesia, produksi kopi negeri ini 80% dikuasai kopi robusta yang sebetulnya kurang diminati pasar AS.

2. Aspek Keadaan

Setidaknya ada dua kendala utama dalam ekspor kopi Indonesia ke AS yakni masalah bahan baku yang mana Indonesia lebih banyak menyediakan robusta, dibandingkan arabika. Hal ini dipicu karena budidaya kopi arabika memang lebih banyak menghabiskan biaya, tenaga dan waktu, sampai kondisi pasca panen. Lantaran petani-petani kopi Indonesia mayoritas terbatas modal dan proses masih tradisional, menjadikan biji kopi arabika produksinya belum maksimal.

Baca Juga: Apa itu Bill of Lading?

Selain masalah bahan baku, kurangnya akomodasi pemerintah terhadap produsen kopi seperti peralatan mesin dan aneka teknologi mulai dari pengering, pengupas hingga sortasi biji kopi, membuat kopi-kopi mentah Indonesia yang memang berkualitas tinggi belum bisa dihasilkan. Kondisi ini mungkin tak terjadi di produsen skala besar, tapi jadi masalah di pelaku bisnis kopi kelas menengah hingga level UMKM.

3. Aspek Penawaran dan Permintaan

Dengan total luas perkebunan kopi di Indonesia sekitar 1,2 juta hektar, 96% di antaranya merupakan perkebunan rakyat yang dikelola petani kecil dan baru lainnya milik swasta serta pemerintah dalam bentuk PTP Nusantara. Kendati luasnya begitu besar dan mampu memenuhi permintaan ekspor AS, eksportir Indonesia masih kewalahan karena rendahnya kemampuan SDM petani lokal dalam industri inovasi olahan kopi.

Baca Juga: Cost, Insurance, dan Freight (CIF)

Belum lagi cuaca buruk yang melanda Indonesia seperti tahun 2011 lalu, membuat produksi biji kopi Tanah Air anjlok drastis. Ditambah dengan meningkatnya konsumsi kopi nasional, membuat pasar ekspor terpaksa dikurangi demi memenuhi kebutuhan lokal. Karena itulah lagi-lagi pemerintah harus mulai memberikan pelatihan dan pemberdayaan pada petani kopi lokal, agar mampu menjaga kualitas dan kuantitas produksi kopi negeri.

4. Aspek Pendukung

Hambatan terakhir dari ekspor kopi Indonesia ke AS yang wajib Sahabat Wirausaha ketahui berasal dari aspek pendukung. Di mana mayoritas petani kopi lokal menjual hasil kebun mereka kepada eksportir kopi atau perusahaan-perusahaan pengolahan kopi yang merupakan pebisnis besar. Menjadi masalah karena untuk menjadi pebisnis kopi terutama seorang eksportir, ada sejumlah standar mutu yang ditetapkan oleh Kemendag, sekaligus berbagai perizinan.

Baca Juga: Bea Masuk

Mulai dari SPEK (Surat Persetujuan Ekspor Kopi) sampai pengakuan sebagai Eksportir Kopi Sementara dari Dirjen Kemendag Luar Negeri. Berbagai regulasi ini rupanya menjadi penghambat pasar ekspor kopi Indonesia. Belum lagi berbagai kebijakan standar label dan produksi yang ditetapkan pemerintah AS mulai dari FDA, FD&CAct sampai Fair Packaging & Labelling.

Ke depannya jika seluruh hambatan ini bisa teratasi, biji kopi Indonesia tentu bisa makin berkualitas. Mampu memenuhi kebutuhan nasional dan pasar ekspor, sehingga menjadikannya sebagai salah satu komoditas unggulan negeri ini.

Jika Sahabat Wirausaha merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman lainnya. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.