Indonesia mencatat kinerja ekspor sekitar USD 163 Milyar pada 2020 lalu. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ASEAN dan sumber daya alam yang melimpah, capaian ini tentu belum optimal karena masih di bawah capaian 4 negara ASEAN lain dimana Singapura (USD 390,7 Milyar), Vietnam (USD 264,6 Milyar), Thailand (USD 246,1 Milyar), dan Malaysia (USD 238,1 Milyar).

Jika ditelisik, kontribusi UMKM terhadap capaian ekspor tersebut juga masih rendah. Kementerian Perdagangan mengklasifikasikan eksportir UMKM adalah eksportir yang nilai ekspornya kurang dari 50 Milyar per tahun, dimana tercatat sekitar 13,000 UMKM yang melakukan ekspor, atau baru sekitar 0.02% dari total 64 juta UMKM. Secara kontribusi nilai ekspornya juga masih rendah, yaitu sekitar 15.7%, lebih rendah daripada Singapura (41%), Thailand (29%), atau Tiongkok mencapai (60%).


Kendala UMKM untuk Ekspor

Mengapa partisipasi UMKM kita ke rantai pasok global melalui ekspor masih rendah? Pertama, mayoritas pelaku UMKM belum memiliki pengetahuan seputar ekspor secara komprehensif, terutama terkait peluang pasar, legalitas, dan standar mutu produk yang diharapkan oleh para buyer global, yang bisa berbeda-beda antar negara.

Kedua adalah kapasitas. Fakta bahwa sekitar 99.6% UMKM di Indonesia merupakan Usaha Mikro dengan omset per tahun Rp2 miliar ke bawah (PP no.7/2021) dan mayoritas dikelola perorangan, tentunya membatasi skala produksi yang bisa dihasilkan. Ketika upaya promosi berhasil memancing pesanan skala besar, mereka justru tidak sanggup. Kalau pun memaksakan kesanggupannya, acap kali kualitas produknya menjadi turun.

Ketiga, kualitas produknya belum terbukti memenuhi standar mutu yang diharapkan oleh para buyer global. Standar mutu ini bermacam-macam. Untuk produk agribisnis, ada sertifikat Good Agricultural Practices (GAP), Forest Stewardship Council (FSC), atau sertifikasi dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Untuk produk pangan olahan, sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) adalah yang paling diterima banyak negara. Belum lagi standar-standar sekunder terkait label-label organik, eco-friendly, sustainable fashion, fair trade, vegan, free animal cruelty, dan sebagainya. Adapun semua sertifikasi ini memakan biaya yang cukup mahal, dan tentunya cukup memberatkan jika pelaku Usaha Mikro kecil harus membayarnya sendiri.

Terkait kapasitas, sebenarnya fasilitasi akses agar pelaku Usaha Mikro Kecil bisa bermitra dengan organisasi atau perusahaan agregator, konsolidator, atau perusahaan eksportir lainnya, bisa jadi solusi. Namun, tetap saja, untuk bisa mengagregasi produk dari banyak pelaku usaha Mikro Kecil menjadi suatu brand bersama, standar mutu yang sama juga harus diterapkan. Terkadang, bukan hanya edukasi dan mentoring yang perlu diberikan, perusahaan konsolidator sampai harus melakukan intervensi penyediaan bahan baku, metode produksi, sampai melakukan quality control ketat agar produk yang dihasilkan mitranya bisa sesuai dengan standar yang diinginkan buyer.

Upaya tersebut jelas memakan waktu yang lama dan biaya yang juga tidak sedikit, akhirnya menjadi penyumbat yang membuat skema kemitraan bisnis antara perusahaan agregator dengan Usaha Mikro Kecil menjadi sulit direplikasi di banyak lokasi.


Urgensi Dukungan untuk Pendampingan Standar Mutu

Kementerian Koperasi dan UKM RI mencanangkan target kontribusi ekspor UMKM dapat meningkat menembus 17% pada 2024. Tentunya dibutuhkan langkah strategis dan inovatif untuk mencapai ini, dan pastinya, harus beyond seremonial.

Anggaran untuk subsidi bunga KUR yang terbukti tidak berdampak signifikan dalam meningkatkan produktivitas usaha, mungkin bisa direalokasi agar bisa menyediakan lebih banyak dukungan untuk membantu biaya sertifikasi bagi UMKM, dan juga biaya pendampingan persiapan sertifikasinya. Tentunya, harus diberikan bagi UMKM yang lulus mekanisme seleksi tertentu.

Selain itu, dukungan juga diperlukan untuk perusahaan-perusahaan agregator dan konsolidator, sehingga sumbatan berupa mahalnya biaya dan lamanya pendampingan bisa menjadi lebih ringan. Harapannya, agar lebih banyak perusahaan ikut turun tangan melakukan pendampingan standar mutu secara sukarela, sebagai bagian tak terpisahkan dari model operasional bisnisnya. Terutama, karena masih banyak juga perusahaan agregator/konsolidator ini merupakan perseroan atau bahkan koperasi yang skala bisnisnya juga masih UKM (omset masih di bawah Rp50 miliar per tahun).

Adapun, bentuk dukungan yang paling dibutuhkan oleh perusahaan agregator tersebut sebenarnya adalah daftar valid calon UMK, Kelompok Petani, Koperasi, atau Kelompok Usaha potensial yang sudah memiliki standar mutu tersebut. Tak hanya itu, profil lengkapnya juga dibutuhkan, agar perusahaan agregator dapat yakin bahwa pemilik UMK atau anggota koperasi tersebut juga memiliki mental maju, alias siap kerja keras menghasilkan produk sesuai kualitas dan kuantitas yang diharapkan buyer. Jika daftar ini ada, maka, mereka tidak perlu melakukan pendampingan dari nol atau dari hulu, dan bisa fokus pada pendampingan untuk menembus akses pasar saja.


Kolaborasi Pendampingan

Minimnya basis data dan kurangnya monitoring dan evaluasi pada banyak program pelatihan atau “pendampingan” pemerintah pusat maupun daerah membuat bentuk dukungan berupa daftar UMK atau koperasi potential tersebut masih sulit disediakan. Terkadang, dukungan fasilitas pameran ataupun sertifikasi dialokasikan pada pelaku usaha secara kurang tepat sasaran, akibat metode seleksi yang juga tidak transparan.

Maka dari itu, kami mencoba melakukan langkah awal untuk menyediakan daftar tersebut, yaitu melalui program katalog digital www.ukmjuwara.id. Melalui katalog ini, diharapkan banyak pihak yang ingin mendukung UMKM tak perlu lagi memancing di “lautan”, melainkan bisa memilih di “akuarium” yang sudah diisi oleh ikan-ikan cantik. Semoga, langkah nyata ini dapat memantik lebih banyak kolaborasi untuk pendampingan standar mutu. Bukan hanya agar lebih banyak UMKM yang bisa ekspor, tapi juga agar bisa jadi raja di tanah air kita sendiri.

Referensi:

  1. https://www.kemendag.go.id/id/pers/kemendag-siap-cetak-ukm-eksportir-baru-melalui-kolaborasi-antar-kementerian-dan-lembaga-1
  2. https://www.idxchannel.com/economics/kalah-dari-thailand-kontribusi-umkm-terhadap-ekspor-indonesia-capai-15-persen
  3. Modul UMKM Bersiap Go Global, ukmindonesia.id - bisa di akses di https://tumbu.co.id/video