Menemukan buyer di luar negeri merupakan salah satu kunci untuk memulai kegiatan ekspor. Ibarat cari jodoh, menemukan buyer atau pembeli yang cocok tidaklah mudah. Kalau sudah menemukan buyer yang cocok, komunikasi lebih mudah terjalin dan bisnis bisa bertahan dalam jangka panjang.

Bagaimana cara menemukan buyer di luar negeri? Dalam cerita inspirasi kali ini, Kang Aziz, pendiri LPNU Kabupaten Blitar akan membagikan pengalamannya menemukan buyer dan membaca peluang pasar di luar negeri dengan bantuan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Mari kita simak kisah lengkapnya.


Kiprah LPNU Kabupaten Blitar Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Lokal

Sahabat Wirausaha, mungkin kita sudah sering mendengar nama Nahdatul Ulama (NU). Lembaga ini merupakan salah satu organisasi Islam terbesar yang jumlah anggotanya telah mencapai lebih dari 90 juta orang dan tersebar di seluruh Indonesia.

Pada tahun 2015 lalu, NU membentuk Lembaga Perekonomian Nahdatul Ulama (LPNU) di setiap wilayah yang tugas utamanya adalah meningkatkan ekonomi warga Nahdliyin, sebutan untuk orang NU. Lembaga Perekonomian ini telah beroperasi di banyak wilayah di Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.

Baca Juga: Ragam Cara Mengembangkan Usaha Dengan Mengoptimalkan Dampak Sosial dan Pemberdayaan Komunitas

LPNU Kabupaten Blitar terbilang inovatif dalam menjalankan proses bisnisnya. Sejak tahun 2016, LPNU Kabupaten Blitar menggagas berbagai program kewirausahaan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat antara lain: Ngaji Bisnis, program talkshow wirausaha yang disiarkan setiap selasa malam bekerjasama dengan stasiun TV lokal; Konbisnu (Konsultasi dan Kontak Bisnis NU); Dewinu (Desa Wirausaha); Wiranu (Kreatif Mandiri NU); dan Tabana (Tabungan Nahdliyin).

Tentunya, kegiatan ini tidak akan berhasil tanpa peran Kang Aziz, Ketua LPNU Kabupaten Blitar. Sosoknya yang aktif, pekerja keras, senang bergaul, dan ramah merupakan kunci keberhasilan pengembangan program-program LPNU Kabupaten Blitar. Kang Aziz memang sudah lama akrab dengan dunia UMKM. Ia merupakan aktivis penggiat ekonomi desa yang kerap terlibat membantu pelaku usaha mikro di Blitar dengan memberikan pelatihan, konsultasi, dan motivasi kewirausahaan.

Kang Aziz juga berelasi dengan para pekerja buruh migran asal Blitar yang bekerja di Hongkong, Makau, Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi. Secara konsisten, ia mendorong rekan-rekan buruh migran agar memiliki perencanaan keuangan dan membuka usaha ketika kembali ke tanah air.

Baca Juga: Semut Nusantara, Membuka Peluang Naik Kelas Untuk Petani dan Komunitas Lokal


Bantu Pelaku Usaha Mikro Bertahan Selama Pandemi

Dampak pandemi benar-benar dirasakan hampir seluruh skala usaha, mulai dari usaha mikro, kecil, menengah, hingga besar. Rata-rata pendapatan pelaku usaha memang anjlok hingga 70-80% sebagai imbas dari situasi pandemi. Ada yang usahanya terpaksa harus mengurangi jumlah pekerja, ada juga yang sampai gulung tikar karena mengalami kerugian.

Beruntungnya sejumlah pelaku usaha mikro yang menjadi anggota sekaligus binaan LPNU Kabupaten Blitar masih bisa bernafas karena setiap bulan mereka rutin menerima pesanan dari toko oleh-oleh Indonesia di Hongkong. Meskipun permintaan dari pasar domestik surut, permintaan ekspor terus berlanjut.

Baca Juga: Pentingnya Memiliki Visi Dalam Menentukan Arah Pengembangan Usaha

Setiap bulan LPNU Kabupaten Blitar rutin mengirim 2-3 kontainer produk usaha mikro menuju Hongkong dan Makau. Produk makanan ringan seperti kerupuk ikan, keripik singkong, rempeyek, kacang goreng, dan makanan ringan lainnya memang kerap dicari diaspora dan buruh migran asal Indonesia yang menetap di sana. Mencicipi makanan ringan khas Indonesia itu memang bisa mengobati sesaat kerinduan akan kampung halaman selama bekerja di negara lain.

Abdul Aziz menceritakan jika ada 73 usaha mikro yang saat ini berpartisipasi dalam kegiatan ekspor. Dalam sebulan, taksiran rata-rata omset per unit usaha bisa mencapai 3-6 juta rupiah. Tentu saja itu nilai yang lumayan untuk membantu para usaha mikro terus bertahan selama pandemi.

Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Global Kemasan dan Label

Di Hongkong, produk-produk itu diperjualbelikan di toko milik diaspora Indonesia yang ada di sana. Pemiliknya adalah Bapak dan Ibu Chandra yang dulunya juga pernah menetap dari Blitar. Kesamaan asal daerah itulah yang menjadi salah satu faktor lancarnya jalinan kerjasama dengan LPNU Kabupaten Blitar. Tidak hanya sekedar menjual dan mengedarkan produk usaha mikro di tokonya, Ibu Chandra juga secara intens melakukan kurasi dan turun langsung memberikan arahan kepada pelaku usaha mikro Blitar.

“Produk yang mau masuk ke tokonya itu harus memenuhi standar, minimal perlu punya PIRT, kemasan harus aman, dan perlu mencantumkan informasi produk di kemasannya.” Jelas Kang Aziz.

Mengenai sistem pembayaran, jangan bayangkan proses pembayarannya lama seperti di toko ritel dan supermarket besar yang sampai 2-3 bulan baru bisa dicairkan. Sistem pembayarannya mudah dan sangat menguntungkan pelaku usaha mikro. “Ketika pesanan masuk, barang diterima dan siap kirim, uangnya langsung ditransfer keesokan harinya. Jadi sistem pembayarannya cepat sekali.”

Baca Juga: Potensi UMKM Purbalingga Menembus Pasar Ekspor

Di Hongkong, ada 180 ribu orang yang bekerja sebagai buruh migran. Selama satu bulan, rata-rata buruh migran mengeluarkan budget 500 Ribu Rupiah belanja makanan khas Indonesia, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun diberikan sebagai hadiah kepada majikan. Jika ada 180 ribu buruh migran, berarti ada potensi pasar sebesar 90 Milyar Rupiah untuk produk makanan ringan khas Indonesia.


Dukungan dari Komunitas Buruh Migran

Agar bisa mengekspor barang ke luar negeri, salah satu syarat utamanya harus kenal buyer di luar negeri. Ada beragam cara untuk terkoneksi dengan buyer yaitu dengan mengikuti pameran, mempunyai website dan media pemasaran online, atau berpergian ke negara lain dan mencari langsung buyer di sana.

Pertemuan antara Kang Aziz dengan Pak Chandra, pemilik toko Indonesia di Hongkong, memang terbilang unik. Ia mengenal Pak Chandra melalui para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Hongkong. Banyak orang Blitar yang bekerja sebagai TKI di Hongkong dan sudah mengenal baik Kang Aziz melalui ormas NU.

Baca Juga: 7 Model Bisnis Social Enterprise

Kang Aziz meminta bantuan rekan-rekan TKI untuk mencari distributor yang menjual produk Indonesia di Hongkong, untuk ditawari kerjasama sebagai pemasok produk UKM Blitar. Potensi pasar yang diperhitungkan sudah jelas di depan mata, yaitu para diaspora Indonesia yang bekerja sebagai TKI di sana.

Singkat cerita, Tim Alpha, nama yang digunakan Abdul Aziz untuk menyebut tim TKI yang berperan sebagai market intelligence di Hongkong, berhasil menemui Pak Chandra. Tim Alpha menjadi perantara terjalinnya kerjasama antara LPNU Kabupaten Blitar dengan Pak Chandra di Hongkong. The Power of Networking!

Bagi para pekerja migran, sosok Pak Chandra ini sudah tidak asing lagi. Ia disebut sebagai salah satu orang Indonesia sukses yang menjalankan bisnis di Hongkong. Pak Chandra memiliki sebuah toko yang menjual makanan ringan, restoran, dan jasa pengiriman uang ke Indonesia. Tokonya memang sudah biasa menjadi tempat singgah para buruh migran asal Indonesia yang ingin mencari produk asal Indonesia dan mengirim uang untuk sanak saudara di kampung.

Baca Juga: Mengenal Perbedaan Pemilik dan Pengelola Perusahaan

Kerjasama antara LPNU Kabupaten Blitar dan Pak Chandra pun terjalin dan terus berjalan hingga saat ini. Awalnya, produk yang dipasok berupa makanan ringan, kini sudah semakin variatif dan merambah distribusi makanan beku seperti bakso, tahu, dan sejenisnya.

“Khusus untuk pengiriman frozen food kini rutin dilakukan setiap Hari Kamis. Karena makanan beku tidak tahan lama, jadi pengirimannya kita atur lewat udara.” Kata Kang Aziz.

Mengingat biaya kirim udara melalui salah satu ekspedisi lokal Indonesia relatif tinggi yaitu mencapai 300-400 Ribu Rupiah per kilonya, Kang Aziz terpikir untuk membuat usaha ekspedisi sendiri yang didukung oleh Pak Chandra dan dikelola secara mandiri oleh LPNU. Saat ini ekspedisi sudah beroperasi dan melayani pengiriman barang dari Indonesia ke Hongkong, dengan biaya kirim yang jauh lebih murah sebesar 50 Ribu Rupiah per kilonya.


Memotivasi TKI Untuk Berwirausaha

Sejak tahun 2016, Kang Aziz kerap melakukan perjalanan bisnis bersama dengan pelaku usaha mikro Blitar. Tujuannya untuk membuka wawasan pelaku usaha tentang kondisi pasar dan membaca peluang pasar konsumen luar negeri.

“Kami pernah melakukan kunjungan ke lima negara dan bayar perjalanan sendiri-sendiri Kami ke Bangkok untuk melihat pameran hortikultura, lalu pergi ke Shenzen Tiongkok. Di Tiongkok, kami sewa bis dan keliling kota. Saya juga mengajak teman-teman buruh migran yang ada di Tiongkok untuk ikut serta. Lalu kami melanjutkan perjalanan ke Hongkong dan mengunjungi toko orang Indonesia yang ada di sana.” Cerita Kang Aziz.

Baca Juga: Tips Jitu Untuk Sukses di Pameran Internasional

Selama kunjungan bisnis, Kang Aziz mengajak pelaku usaha berdialog tentang produk yang diperjualbelikan dan perilaku konsumen di negara yang dikunjungi. Mereka mendiskusikan banyak topik, mulai dari kemasan, jenis produk, selera konsumen, harga, hingga cara promosi.

Di sela-sela kunjungan itu, Kang Aziz juga membuat acara pelatihan wirausaha untuk memotivasi para buruh migran supaya melakukan perencanaan keuangan dan memiliki motivasi wirausaha. “Setelah menerima gaji, kalau bisa disisihkan sebagian untuk ditabung, jangan dibelanjakan dan dikirim semuanya untuk keluarga di kampung. Dari tabungan itu nanti bisa digunakan sebagai modal untuk memulai usaha. Para buruh migran kita arahkan supaya mereka tidak jadi TKI terus. Mereka perlu membuat rencana supaya ke depan mereka bisa balik ke kampung halaman dan menjalankan bisnis sendiri. Bekerja sebagai TKI itu hanya untuk mengumpulkan modal.” Kata Kang Aziz.

Baca Juga: Mengenal Ragam Standar Produk Ekspor

Sekitar 40% dari 73 pelaku usaha mikro yang kini turut mengekspor produk ke luar negeri merupakan mantan buruh migran yang dulunya pernah bekerja di luar negeri sehingga tahu apa saja produk yang paling banyak dicari dan dibutuhkan di luar negeri. Program motivasi wirausaha dan pendampingan ekspor yang dilakukan LPNU Kabupaten Blitar terhadap buruh migran terbukti sukses menginspirasi mereka untuk kembali ke kampung halaman dan memulai bisnis rumah tangga.

Setelah menyimak cerita di atas, apakah ada di antara Sahabat Wirausaha yang tertarik mengikuti jejak Kang Aziz menjadi eksportir produk-produk UMKM di luar negeri?

Modal dasarnya ada dua, yaitu mempersiapkan produk dan mencari buyer di luar negeri. Untuk mengekspor, ternyata kita tidak harus punya produksi sendiri. Kita bisa berkerjasama dengan UMKM lain dan menjual produknya ke luar negeri.

Baca Juga: Roa Judes, Menduniakan Sambal Khas Manado

Jangan sepelekan kekuatan berjejaring ya Sahabat Wirausaha. Jika punya kenalan rekan-rekan atau saudara yang tinggal di luar negeri, kita bisa minta bantuan mereka agar dicarikan peluang pasar yang ada.

Tertarik menyimak tips tentang ekspor lebih lanjut? Sahabat Wirausaha dapat membaca rangkuman tipsnya di artikel Sebelum Mengekspor, UMKM Perlu Memperhatikan Hal Ini.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.