Indonesia merupakan negara dengan luasan lautan yang dapat dikelola hingga 5,8 juta Km2. Sudah barang tentu rakyatnya tak asing lagi dengan komoditas hasil tangkapan laut dan perikanan. Sebagian kecil dari hasil maritim itu lahirlah nama-nama olahan masakan khas Nusantara seperti sop ikan, asam pedas, arsik, cakalang fufu, mangut, gulai, palumara dan masih banyak lagi. Selain untuk dikonsumsi, ikan dan seafood juga kerap dikomersilkan karena hasilnya yang menggiurkan. Jika komoditas ini dikatakan berlimpah, apakah ikan dan seafood Nasional dapat berbicara banyak di kancah internasional? Tanpa basa-basi tentu jawabannya adalah sangat bisa.

Alasannya karena hasil tangkapan laut Indonesia dikagumi dunia internasional. Besar harapannya setelah membaca artikel ini, sahabat wirausaha bakal mengetahui seberapa potensi ekspor sektor perikanan dan seafood Indonesia. Termasuk kiat-kiat untuk menembus pasar ekspor.

Baca Juga: UKM Bisa Siap Ekspor dengan Kenali 8 Hal ini


Ikan dan Seafood Indonesia Dipuji Negara Lain

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) negara tetangga sudah lama memberikan dua jempol pada hasil tangkapan perikanan dan seafood Nasional. Tak usah jauh-jauh, negara kepulauan yang memiliki populasi 5.61 juta jiwa, Singapura belum lama ini menyatakan kekagumannya pada komoditas laut dan hasil tangkapan perikanan Indonesia. Negara Singa mengagumi hasil tangkapan seperti udang, cumi dan sotong, tuna, marlin, swordfish, mahi-mahi, surimi, hingga filet ikan ekor kuning asli Indonesia. Tak kalah ketinggalan, Amerika Serikat (AS) juga menjadi salah satu negara dengan tujuan utama ekspor produk kelautan dan perikanan Nusantara. Negara Paman Sam berkontribusi sebesar 772,59 juta USD terhadap total nilai ekspor pada caturwulan I tahun 2021. Kemudian Tiongkok dengan 246,69 juta USD dari total nilai ekspor.

Dan yang terakhir negara Jepang dengan angka 190,70 juta USD. Lalu menyusul negara ASEAN sebesar 189,89 juta USD, kemudian Uni Eropa 83,64 juta USD, dan Australia sebesar 38,29 juta USD. Disebutkan, negara-negara diatas menggemari hasil tangkapan seperti udang bernilai ekspor mencapai 725,98 juta USD. Lalu tuna - cakalang - tongkol atau yang disingkat TCT dengan nilai ekspor 228,55 juta USD. Kemudian cumi - sotong - gurita (CSG) dengan nilai ekspor 178,87 juta USD, dan rajungan - kepiting - rumput laut (RKR) bernilai ekspor 93,02 juta USD.

Baca Juga: Melihat Potensi Ekspor bagi UKM Indonesia

Yang paling terbaru ketika nelayan di ujung pulau Indonesia bagian Barat, Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh berhasil mengekspor gurita secara perdana ke negeri Sakura Jepang. Dibantu PT Perikanan Indonesia (Perindo), Provinsi Serambi Mekah berhasil mengirimkan 10 ton gurita untuk tahap pertama. Dan akan terus berlanjut di angka 15 ton setiap bulannya hingga tahun 2022. Estimasi nilai ekspornya tak tanggung-tanggung. Bisa mencapai Rp25 miliar hingga tahun 2022, dikutip dari kontan.co.id.

Sayang, dengan kondisi yang teramat menguntungkan seperti itu, ekspor untuk kategori produk ikan, udang-udangan, siput, cumi-cumi Indonesia tahun 2020 berada di urutan 11 dunia, menurut ITC-Trade Map.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kopi


Daftar eksportir untuk produk ikan, udang-udangan, siput dan hewan invertebrata air lainnya, 2020. Sumber: ITC-Trade Map

Meskipun tak masuk lima besar, sahabat wirausaha tak perlu bersedih. Pasalnya, tingkat ekspor perikanan Indonesia mengalami peningkatan sekaligus naik dua tingkat lalu bertengger di urutan delapan dunia sebagai penyandang gelar eksportir utama produk perikanan tahun 2020. Semua itu tak terlepas dari nilai ekspor hasil perikanan Indonesia yang mencapai 5,2 miliar USD dibandingkan tahun 2019. Hasil tersebut berlawanan dengan negara tetangga yang aktifitas utamanya adalah pengekspor ikan. Hasil kerja keras mereka itu menurun jika dibanding di tahun yang sama. Tiongkok misalnya, ekspor perikanannya turun 7,8 persen, Norwegia turun 7,5 persen, Vietnam turun 2,1 persen, India turun 15,1 persen, Thailand turun 2,2 persen, lalu Ekuador turun 1,5 persen.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Seafood


Pandemi Pengaruhi Konsumsi Ikan dan Seafood Dunia

Ditengah kondisi pandemi saat ini sudah barang tentu akan berdampak hampir pada seluruh sektor, termasuk perikanan. Alhasil, membuat tingkat konsumsi perikanan dan seafood dunia mengalami penurunan. Konsumsi ikan dan seafood tertinggi pada level dunia tahun 2020 dihuni oleh kategori jenis udang-udangan baik bercangkang maupun tidak, udang hidup, segar, dingin, beku, kering, asin atau dalam air garam, dan diasap dengan total nilai ekspor 26.966 ribu USD. Turun jika dibandingan di tahun 2019 dengan angka 29.534 ribu USD. Kemudian disusul dengan kategori filet ikan dan daging ikan lainnya, dicincang maupun tidak, segar, dingin atau beku dengan nilai ekspor 22.707 ribu USD. Turun 24.667 ribu USD tahun 2019.


Daftar eksportir untuk produk ikan, udang-udangan, siput dan hewan invertebrata air lainnya, 2020. Sumber: ITC-Trade Map

Baca Juga: Potensi Ekspor Sambal ke Eropa


Kenapa Memilih Ekspor Ikan dan Seafood

Ada beberapa alasan ikan dan seafood Indonesia memiliki potensi besar untuk dilirik para pengekspor. Pertama terkait meningkatnya konsumsi ikan dunia. Organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) mengatakan jika konsumsi per kapital tumbuh 1.5 persen setiap tahun. Hal ini terjadi sejak tahun 1961 sampai 2018. Kenaikan diawali dari 9 kilogram sampai di 20.5 kilogram. Tak hanya itu, kenaikan tahunan konsumsi ikan pangan dunia sebesar 3,1 persen dari tahun 1961-2018. Pertumbuhan konsumsi ini melampaui pertumbuhan populasi sebesar 1,6 persen. Sekaligus melebihi peningkatan konsumsi semua makanan berprotein hewani lain (selain ikan dan seafood) yang meningkat 2,1 persen per tahun.

Yang kedua ekspor ikan dan seafood Nusantara mendapatkan dukungan penuh dari Kementerian Luar Negeri. Aksi ini dipelopori oleh Perjanjian Indonesia - the European Free Trade Association (EFTA) Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) pada 16 Desember 2018 silam. Melalui IE-CEPA ini ragam manfaat akan dirasakan para pengusaha bidang maritim. Beberapa diantaranya dapat memanfaatkan potensi ekspor produk ikan dan hasil laut di pasar EFTA. EFTA sendiri merupakan organisasi antar-pemerintahan bertujuan untuk mendorong perdagangan bebas dan integrasi ekonomi demi meningkatkan kepentingan negara-negara anggotanya. Negara itu terdiri dari Swiss, Norwegia, Lichestein, Islandia serta mitra.

Baca Juga: Potensi Ekspor Suplemen Kesehatan Herbal (Jamu)

Yang tak kalah penting, para pengusaha bakal mendapatkan pertukaran pandangan dan informasi, termasuk berbagi pengalaman dan keahlian teknologi baru dan tindakan bersama untuk memerangi penangkapan ikan ilegal. Tak lupa juga pengusaha akan mendapatkan pengembangan metode pengolahan hasil laut berkelanjutan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan keamanan, dikutip dari Kemenlu RI.

Ketiga, sektor hasil tangkapan maritim Indonesia berlimpah. Detik.com menuliskan jika perikanan tangkap dan budidaya Nusantara berpotensi menghasilkan 67 juta ton per tahun. Sedangkan untuk angka produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya tahun 2018 mencapai 7,36 juta ton. Tak hanya itu sub-sektor perikanan mengalami pertumbuhan di masa pandemi dengan pertumbuhan 0,73 persen lebih rendah bila dibandingkan tahun 2019 yang berada di angka 5,73 persen. Semua itu belum termasuk ekspor produk perikanan yang turut mengalami peningkatan. Tahun 2020 ekspor Indonesia berada di angka 3.5 miliar USD. Sedangkan Tahun 2019 hanya berada di angka 3.2 miliar USD.

Baca Juga: Potensi Ekspor Rempah-Rempah di Pasar Eropa


Jangan Lupakan Ikan Hias Air Tawar Indonesia

Gambar diambil dari Pixabay.com

Setelah bicara panjang lebar, ternyata masih ada potensi ekspor lain yang dimiliki bangsa ini berkaitan dengan dunia maritim. Potensi itu adalah ekspor ikan hias air tawar. Menurut ITC-Trade Map di tahun 2020, Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai pengekspor ikan hias dunia setelah tertinggal dari Jepang dan Singapura.

Negara-negara seperti China, Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Australi merupakan lima negara tujuan utama ekspor ikan hias air tawar Nusantara. Untuk jumlahnya tak tanggung-tanggung, KKP dalam rilisnya menyebutkan setidaknya 3.567 jenis ikan air laut dan 1.226 jenis ikan tawar berpotensi besar dapat dibudidayakan sebagai ikan hias. Tahukah dari totalan semua itu 128 jenis di antaranya tergolong endemik. Kelebihan ini cukup menarik karena dipastikan memiliki daya saing ekspor. Alasannya sudah barang tentu tidak dimiliki negara lain dan masih tangkapan alam karena belum ada yang bisa dibudidayakan.

Baca Juga: Potensi Ekspor Makanan Olahan Kemasan Dari Indonesia

Selain itu ikan hias air tawar Indonesia ragamnya mencapai 20 persen dari total ikan hias yang diekspor. Selebihnya adalah ikan hias asal negara lain yang dibudidayakan di Indonesia. Untuk ekspor terbesar Indonesia ditempati oleh arwana merah dengan jumlah 20,4 ton, dianggap mampu menghasilkan 3,3 juta USD. Pasar utama arwana merah adalah Tiongkok, Taiwan, dan Singapura. Arwana merah diminati karena warnanya yang selalu bertumbuh. Dimulai dari sirip ikan muda, insang sampai pinggiran sisiknya. Ikan asal Kalimantan Barat tergolong jenis air tawar ini terdiri atas empat varietas seperti merah darah, merah cabai, merah jingga, dan merah emas.

Baca Juga: Potensi Ekspor Minyak Atsiri (Essential Oil) Indonesia


Jaga Persyaratan Ketentuan Ekspor Perikanan

Sahabat wirausaha mungkin sudah mengetahui agar berhasil dalam bidang ekspor, nilai keunggulan (value proposition) produk harus mengikuti karakteristik segmen pasar tertentu. Termasuk penting juga untuk memahami tren pada pasar global. Khusus sektor perikanan dan seafood, sistem jaminan kesehatan ikan harus sesuai dengan standar internasional, mengacu pada Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), FAO (Codex) sampai ketentuan khusus negara mitra dagang. Meskipun menjadi perhatian pemerintah melalui Badan Karantina Ikan, Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelauatan dan Perikanan (KKP), para wirausaha juga harus tahu tentang ini. Hal tersebut penting karena dari sisi karantina, telah terjadi perubahan tren dan isu perdagangan global.

Baca Juga: Potensi Ekspor Furniture

Dari sisi lainnya berbagai persyarakat harus dipenuhi seperti persyaratan bebas penyakit, lingkungan, traceability, biosecurity dan persyaratan teknis lainnya sebelum ikan dan seafood dikirim ke negara tetangga. Kebijakan itu dipertegas oleh Kepala BKIPM Rina dikutip dari kontan.co.id. Menurutnya, itu semua terjadi untuk memberi jaminan terhadap kesehatan ikan secara menyeluruh, mulai awal hingga akhir proses. Belum lagi tuntutan pelayanan dunia yang semakin hari semakin cepat. Agar semua berjalan dengan baik, BKIPM mengaku telah menyiapkan pengembangan cara karantina ikan yang baik (CKIB).

Sistem ini menurut mereka memiliki cara pendekatan terkontrol untuk mendorong setiap instalasi karantina ikan agar mampu memproduksi ikan berkualitas, bebas penyakit, aman dan bermutu melalui manajemen pengendalian penyakit ikan secara terintegrasi dengan menerapkan prinsip-prinsip biosecurity, biosafety, dan pengendalian ketelusuran data kesehatan ikan (traceability) diiringi dengan melakukan kesepakatan harmonisasi MoU/MRA.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kesehatan


Biar Tembus Pasar Ekspor Ikan dan Seafood, UKM Harus Lakukan Ini

Seperti yang sudah dijelaskan, memonitoring berkala dan sistematis pada sistem jaminan kesehatan ikan menjadi hal mutlak demi menuju pasar ekspor. Nyatanya, saat di lapangan ragam tantangan kerap dihadapi pelaku UKM sebelum barang jualan sampai ke negara tujuan. Bahkan yang lebih menyakitkan, produk perikanan kerap ditolak mentah-mentah. Sampai saat ini negara-negara yang dengan tegas pernah menolak produk Indonesia diantaranya Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Kanada dan Tiongkok dengan produk hasil tangkapan seperti udang, tuna, tongkol dan cakalang, marlin, rajungan dan gurita. Alasannya cuma satu, produk yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan tujuan ekspor.

Baca Juga: Pesona dan Potensi Busana Muslim Indonesia

Agar mimipi buruk itu tidak terjadi, jaga selalu mutu produk yang mau di ekspor biar konsumen di luar negeri tidak kecewa. Buat produk kita memiliki mutu baik, tidak tercemar bahan kimia berbahaya yang dianggap sangat menganggu orang lain, Kompas.com. Pengusaha juga harus bisa memastikan ikan maupun seafood yang akan dikirim terbebas dari cemaran logam berat seperti merkurium dan kadmium, bakteri petogen, histamin berlebih, sampai kontrol suhu. Kemunduran produk mutu, produk terkena kotoran, tercemar obat, sampai bahan tambahan pangan tak diizinkan atau melebihi ambang batas juga harus diperhatikan. Biasanya, semua itu ditenggarai oleh perairan dan pakan yang terlanjur tercemar, kontaminasi silang saat penanganan karena diganggu oleh bakteri seperti E. coli, Salmonella, dan Vibrio. Kemudian buruknya tata cara penyimpangan, sampai jalur distribusi. Terakhir, dengan mengantongi sertifikasi mutu, penerapan traceability, dan penerapan sistem jaminan mutu serta keamanan pangan secara kelembagaan atau dengan penerbitan peraturan, harapan pasar ekspor bagi UKM tak akan tersandung lagi.

Jika masih membutuhkan informasi tambahan, komunikasikan uneg-uneg yang ada dengan Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP). Alasannya, karena mereka diberikan kepercayaan oleh pemerintah untuk mengembangkan metodologi proses pengujian deteksi kontaminasi ikan setelah ditangkap dari laut maupun hasil budidaya, sampai dengan proses ekspor. Mereka juga dibekali dengan test kit pengujian bahan berbahaya dalam hal produk perikanan.

Baca Juga: Potensi Ekspor Produk Kelapa

Jadi sudah jelas bahwa pasar perikanan dan seafood Indonesia amat terbuka lebar. Hanya tinggal memolesnya dengan mempelajari terkait persyaratan ekspor yang benar, tata cara, proses, sampai bagaimana caranya mendapatkan pembeli. Harapannya tentu para UKM Indonesia dapat dengan cepat naik kelas.