neyma - PLAYBOARDTak dipungkiri bahwa bisnis menjanjikan kebebasan dan kemandirian finansial di masa mendatang apabila mencapai kesuksesan. Sebab itu, banyak orang yang tertarik untuk merintis bisnis walau hanya dengan modal dan skill seadanya, dan berharap dewi fortuna berpihak padanya sehingga bisa mencapai sukses.

Sayangnya, bisnis tidak bisa dijalankan hanya dengan modal nekat dan finansial seadanya saja, tetapi juga butuh strategi yang tepat. Inilah yang sering menjadi penyebab gagalnya suatu bisnis, tanpa strategi. Seperti dialami oleh Dodi Zulkifli, seorang entrepreneur dari Semarang, Jawa Tengah.

Meski pernah mengalami kegagalan bisnis karena tidak adanya strategi, Dodi Zulkifli tetap optimis dan terus belajar memperbaiki kesalahan di masa lalu. Kegigihan seorang Dodi Zulkifli yang pantang menyerah pada akhirnya membuahkan hasil dan kini mengantarkannya menjadi salah seorang entrepreneur sukses dengan bisnis consultant brand yang bernama Neyma Brand + Identity.


Profil Dodi Zulkifli

Nama Dodi Zulkifli tentu sudah tidak asing bagi warga Semarang, Jawa Tengah, terutama di kalangan para entrepreneur. Dodi dikenal sebagai salah seorang entrepeneur muda yang sukses membangun bisnis percetakan dan consultant brand. Saat ini, Dodi merupakan founder sekaligus CEO (Chief Executive Officer) dari Neyma Brand + Identity.

Nama Supermarket Mirip Nama Koperasi, Apa Ada Pengaruhnya Terhadap  Pelanggan? – tatkala.co

Sumber: Tatlaka.co

Meski telah merintis bisnis sejak tahun 2001, namun nama Dodi Zulkifli mulai dikenal publik pada tahun 2008. Maklum saja, pria yang gemar mengikuti seminar bisnis ini tidak langsung sukses dengan bisnis pertamanya, bahkan pernah mengalami kegagalan. Namun kegagalan tersebut tak membuat Dodi langsung menyerah. Bahkan, dia terus gigih dan berusaha untuk menemukan letak kesalahan yang telah dilakukan dalam merintis bisnisnya.

Baca Juga: Membangun Brand Positioning Agar Bisnis Berkembang

Titik balik kehidupan seorang Dodi Zulkifli terjadi ketika ia membaca sebuah buku yang berjudul “Positioning The Battle For Your Mind” karya Al Ries dan Jack Trout. Isi dari buku tersebut mampu membuka pikirannya sehingga ia bisa menemukan letak kesalahan dari bisnisnya, yakni tidak memiliki positioning, sehingga bisnis hanya berjalan tanpa arah dan strategi.

Dodi Zulkifli bangkit dan memperbaiki kesalahan. Pada tahun 2005, Dodi membangun kembali bisnisnya, tentu dengan konsep dan strategi baru. Perlahan namun pasti, bisnis yang dirintis Dodi mulai dikenal publik dan berkembang hingga saat ini. Kesuksesannya sebagai entrepreneur muda, membuatnya sering diundang di berbagai acara seminar untuk berbagi tips dan pengalaman seputar bisnis di industri UKM (Usaha Kecil Menengah). Sepak terjangnya dalam berbisnis semakin mantap, hingga mampu membawanya pada posisi entrepreneur yang layak diperhitungkan, sekaligus inspiratif.

Baca Juga: Langkah Aksi Membangun Brand untuk Meningkatkan Nilai dan Citra Positif Produk/Perusahaan


Berawal dari Bisnis Percetakan

Sejak lulus kuliah, Dodi Zulkifli memutuskan untuk langsung merintis bisnis percetakan pada tahun 2001. Dengan modal nekat dan ilmu bisnis yang pas-pasan, Dodi menjalankan bisnis percetakan di Semarang, Jawa Tengah. Saat itu belum ada Youtube dan saluran-saluran bisnis yang bisa digunakan sebagai sumber belajar secara gratis.

Pada awalnya Dodi berpikir bahwa semakin banyak produk yang ditawarkan akan semakin banyak pula konsumen yang tertarik. Ternyata tidaklah demikian. Bisnis percetakan yang dikelola dan berjalan apa adanya tanpa strategi branding tak mampu bersaing dengan bisnis sejenis yang skala dan modalnya lebih besar. Bisnis percetakan yang dirintis Dodi hanya mampu bertahan selama kurang lebih dua tahun, dan pada tahun 2003 bangkrut dan akhirnya tutup.

Baca Juga: Apa itu Co-Branding?

Namun kegagalan itu tak lantas membuat Dodi terpuruk. Dia berusaha menemukan apa yang salah dalam bisnisnya. Hingga dia membaca buku karangan Al Ries dan Jack Trout yang berjudul “Positioning The Battle For Your Mind”. Setelah membaca buku tersebut dan mengambil inti sarinya, Dodi merasa tercerahkan dan menyadari letak kesalahan pada bisnis percetakan yang dijalankan sebelumnya.

Bisnis tanpa positioning yang jelas hanya akan berjalan tanpa haluan, terombang-ambing oleh pasar yang penuh dengan persaingan. Inilah kesalahan pada bisnis yang dijalankan selama tahun 2001 hingga 2003 lalu, yakni tidak memiliki positioning. Ketika bisnis tidak jelas, akan masuk dalam kategori komoditas, sehingga yang bersaing adalah harga.

Baca Juga: Men's Republic, Berani Melangkah dengan Brand Sepatu Lokal


Belajar Dari Kesalahan

Manusia yang baik adalah manusia yang mau belajar dari kesalahan. Dari banyak literasi, Dodi belajar tentang branding dan positioning. Berbekal ilmu tersebut, Dodi kembali merintis bisnis yang sama dengan sebelumnya, bukan hanya sekadar percetakan saja, melainkan sudah ‘dikemas’ dengan positioning. Pada tahun 2005, lahirlah Derajat Celcius yang memiliki positioning sebagai spesialis print warna tanpa minimal order atau istilah kerennya print on demand.

Menjalankan bisnis selama dua tahun memberikan Dodi banyak pengalaman, termasuk dalam hal melayani konsumen. Inilah bagian yang paling disukai, bertemu dengan konsumen. Dari interaksi dan komunikasi yang dilakukan dengan konsumen, Dodi dapat menemukan hal-hal baru yang diinginkan oleh konsumen. Ada satu kebutuhan konsumen yang belum bisa terpenuhi yaitu print warna tanpa minimal order.

Baca Juga: Soft Selling, Hard Selling

Dulu, untuk mencetak brosur full color harus dengan minimal order satu rim kertas. Demikian halnya dengan kartu nama, harus menunggu orderan minimal 10 atau 100 boks baru bisa dikerjakan. Sebab, sebelum tahun 2005 belum ada teknologi yang memungkinkan untuk melakukan cetak on demand atau berdasarkan permintaan. Namun setelah tahun 2005, ada permintaan atau kebutuhan cetak full color tanpa minimal order, tetapi belum ada solusinya, padahal teknologi untuk memenuhi permintaan tersebut sudah ada.

Ternyata yang menginginkan cetak on demand tidak hanya satu dua konsumen saja, tetapi cukup banyak. Muncullah ide untuk mencetak brosur dan kartu nama tanpa minimal order. Berbekal sebuah printer Epson yang masih menggunakan suntik print data sebagai tintanya, Dodi merebut peluang tersebut dan menjadikan Derajat Celcius sebagai spesialis percetakan tanpa minimal order.

Baca Juga: Menyiapkan Company Profile, Rencana Usaha, dan Proposal Bisnis untuk Mengundang Investor

Positioning yang melekat pada Derajat Celcius ibarat magnet yang menarik konsumen, yang memiliki kebutuhan sesuai dengan positioning-nya. Dulu, konsumen kurang tertarik karena ada banyak percetakan yang menawarkan layanan yang sama. Namun kini, dengan positioning yang lebih jelas dan spesifik membuat Derajat Celcius tampak lebih bersinar dibandingkan brand lainnya.

Tak disangka, bisnis percetakan Derajat Celcius mengalami perkembangan yang pesat. Hanya dalam waktu satu tahun, sudah mampu memiliki tujuh cabang di Semarang. Kesuksesan ini tak lepas dari pemasaran yang dilakukan. Pada saat itu, pemasaran masih dilakukan secara konvensional dengan menyebar brosur setiap bulan, karena belum familiar dengan pemasaran online.

Baca Juga: Belajar dari Kegagalan Bisnis Kuliner Ayam Bakar KO

Selain menyebar brosur, dilakukan pula pemasangan iklan di koran lokal terbesar di Jawa Tengah, yaitu Suara Merdeka setiap pekan. Tak hanya itu, iklan juga dipasang di tabloid gratisan secara rutin tiap bulan. Berbagai metode pemasaran tersebut mampu memposisikan Derajat Celcius sebagai sebuah brand percetakan terkenal di Semarang.


Ide Mendirikan Neyma Brand + Identity

Seiring dengan berkembangnya Derajat Celcius, orang-orang pun penasaran dengan ‘siapa’ yang berada di balik brand tersebut. Akhirnya terkuaklah sosok Dodi Zulkifli sebagai owner dari brand itu. Kesuksesan Dodi membangun brand Derajat Celcius menarik banyak komunitas bisnis. Dodi pun mulai menerima undangan di berbagai forum untuk membagi kisah suksesnya agar dapat menginspirasi entrepreneur lainnya.

Dari sharing yang disampaikan, tak sedikit yang meminta bantuan Dodi untuk membuat brand positioning bagi bisnis yang akan dimulai atau sudah berjalan. Saat itu, Dodi bersedia membantu mereka dengan memberi konsultasi gratis. Namun, lama-kelamaan pebisnis yang minta bantuan semakin banyak, sehingga menyita banyak waktunya. Hal ini dilihat sebagai peluang bisnis baru, sehingga muncul ide untuk mendirikan bisnis consultant brand dan terealisasi pada tahun 2010 dengan nama Neyma Brand + Identity.

Baca Juga: 5 Cara Meningkatkan Customer Engagement Dalam Bisnis

Kesibukan dengan bisnis baru tak lantas membuat Dodi melepas pengelolaan bisnis percetakan sepenuhnya. Hanya saja, peran sebagai owner bisnis Derajat Celcius tersebut tak lagi mendominasi dalam operasionalnya, tetapi hanya mengecek laporan saja setiap harinya. Dodi lebih fokus dan tertarik berkiprah di Neyma Brand + Identity. Baginya, aktivitas di percetakan hanya monoton dan membosankan. Sementara di Neyma, aktivitasnya lebih variatif dan menantang. Sebab, setiap klien datang dengan kasus yang berbeda.

Pada prinsipnya Dodi menerapkan sistem kerja yang sama baik di Derajat Celcius maupun Neyma. Namun, di Neyma diakui agak sulit karena output yang dihasilkan bukanlah berupa produk, tetapi jasa yang tidak kelihatan. Mekanisme kerja di Derajat Celcius sangatlah jelas. Artinya, proses cetak dapat dilakukan sesuai instruksi yang diberikan, di mana desain yang sudah disiapkan telah terkoneksi dengan komputer dan printer kemudian tinggal cetak, sehingga hasilnya bisa langsung keluar. Berbeda dengan Neyma, di mana proses perancangan logo dan brand identity terjadi di dalam pikiran sang desainer.

Baca Juga: 7 Strategi Mengelola Hubungan Baik Dengan Konsumen

Seperti bisnis pada umumnya, pengelolaan Neyma pun tak lepas dari kendala. Hampir semua klien ingin ditangani langsung oleh Dodi sebagai masternya, sehingga seolah-olah bisnis hanya berjalan dengan sistem one man show, padahal Neyma memiliki tim kerja yang solid dan cekatan.

Untuk mengatasi kendala tersebut, Dodi menekankan kepada timnya untuk mengaudit kebutuhan dan permasalahan klien. Jika yang dibutuhkan hanya sekadar membuat logo dan brand identity, maka bisa ditangani oleh tim kerjanya. Namun apabila membutuhkan konsultasi bisnis lebih lanjut terkait dengan brand positioning, maka Dodi yang akan turun tangan untuk meng-handle klien tersebut.


Menjadi Entrepreneur Sukses

Setiap kesuksesan menuntut pengorbanan. Demikian pula dengan bisnis, di mana kesuksesan juga akan menyita banyak waktu. Sebab itu, banyak entrepreneur yang justru tak bisa menikmati kesuksesannya karena terlalu lelah bekerja, sehingga kehidupan pribadi terabaikan. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Dodi Zulkifli. Sebagai entrepeneur yang sukses, Dodi mampu menyeimbangkan kehidupan bisnis dan pribadinya sehingga bisa berjalan beriringan. Berikut tipsnya.

1. Terapkan Rutinitas di Pagi Hari Selama 60 Menit

Terinspirasi dari buku yang berjudul “The 5 AM Club” karya Robin Sharma, Dodi menerapkan rutinitas di pagi hari selama 60 menit. Rutinitas tersebut tidak boleh diganggu gugat dan dilakukan secara konsisten. Ketika Anda mampu menjaga rutinitas pagi selama 60 menit atau satu jam, maka 23 jam lainnya akan dapat terkelola dengan lebih baik.

Rutinitas dilakukan pagi hari sebelum orang lain bangun, sebelum disibukkan dengan HP (handphone) atau notifikasi di HP, dan aktivitas lainnya. Formula yang digunakan untuk melakukan rutinitas ini adalah 20/20/20. Artinya 20 menit pertama digunakan untuk olahraga atau aktivitas apapun yang bisa membuat Anda berkeringat. Sebab, kondisi tubuh yang berkeringat akan memicu otak untuk lebih aktif dan kreatif.

Baca Juga: Pentingnya Memiliki Visi Dalam Menentukan Arah Pengembangan Usaha

Selanjutnya 20 menit kedua digunakan untuk menulis segala sesuatu yang Anda syukuri hari ini. Di sini, Anda bisa membuat abundant journal atau jurnal keberlimpahan, yang berisi hal-hal yang disyukuri dan diekspresikan, seperti saya bahagia, saya merasa berkelimpahan. Tulis semua hal tersebut dan resapi kebahagiaan yang dirasakan.

Tak hanya hal-hal yang sifatnya positif, tetapi Anda juga bisa menuliskan hal-hal negatif yang dirasakan. Misalnya, saya marah, saya kecewa, atau yang lainnya. Hal tersebut akan mengurangi atau bahkan menghilangkan beban dan emosi-emosi negatif yang Anda rasakan.

Pada 20 menit terakhir, belajarlah sesuai dengan kompetensi Anda. Anda bisa mencari materi untuk belajar dari berbagai sumber, misalnya video pelatihan di YouTube, podcast, buku, atau yang lainnya.

2. Investasikan Waktu 90 Menit Per Hari Untuk Mencapai Tujuan

Sebagai entrepreneur tentu Anda memiliki tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, investasikan waktu 90 menit per hari, bisa di pagi hari, siang, atau malam. Prinsipnya selama 90 menit tersebut tidak boleh ada gangguan sama sekali, termasuk HP.

Baca Juga: Membangun Tim Dengan Budaya Inovasi

Selama 90 menit, Anda bisa belajar atau mengerjakan apapun yang berkaitan dengan pencapaian tujuan tersebut. Misalnya, tahun depan Anda ingin menjadi ahli atau master brand, maka lakukanlah hal-hal yang bisa membuka jalan bagi Anda untuk menuju ke sana.

3. Miliki Alasan yang Kuat

Untuk menjaga konsistensi rutinitas dan investasi waktu tidaklah mudah, banyak godaan. Itu pasti. Namun, semua itu bisa diatasi apabila Anda memiliki alasan yang kuat untuk melakukan aktivitas tersebut. Sebab, alasan yang kuat ini akan berfugsi sebagai bahan bakar yang selalu memberi energi bagi Anda untuk konsisten demi mencapai tujuan sukses yang diinginkan.

Baca Juga: Upgrade Bisnis dengan Costumer Service Otomatis

Kisah dan perjalanan Dodi Zulkifli hingga bisa mendirikan Neyma Brand + Identity tersebut sangat menarik ya Sahabat Wirausaha? Semoga hal-hal inspiratif yang kita temukan dalam cerita itu menambah semangat kita dalam berwirausaha dan membangun bisnis.

Apakah Sahabat Wirausaha tertarik menyimak kisahnya lebih lanjut? Kisah entrepreneur muda yang sangat menarik dan pastinya inspiratif ini, selengkapnya bisa disimak pada video Kisah Neyma Brand + Identity.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.