Mau berinovasi tapi bingung harus memulainya dari mana? Mungkin perjalanan bisnis dari pemilik D'lizfood Borobudur, Elisa Anggraeni berikut ini dapat memberikan inspirasi tersendiri bagi sahabat wirausaha agar tak pernah berhenti untuk terus melakukan terobosan. Berikut artikelnya.


Perjalanan Awal Melirik Bisnis Roti Beku

Praktis, inovatif, serta banyak penggemar adalah kata-kata pertama yang ditulis Elisa Anggraeni saat ukmindonesia.id mencoba mengulik alasan dirinya memilih berjualan frozen bread atau roti beku. Tak hanya sampai disitu, Elisa kembali menambahkan produk roti beku yang ditawarkannya saat ini tak memiliki banyak pesaing. Elisa jeli melihat peluang ini karena sadar ketika permintaan sedang tinggi-tingginya ditambah minim pesaing maka jualannya akan lebih mudah menonjol bahkan dapat dengan cepat menguasai pasar.

Baca Juga: Peluang Usaha Makanan Beku

Apa yang membuat Elisa begitu yakin kalau roti bekunya bakal banyak diburu orang? Perlu sahabat wirausaha ketahui Elisa sudah memulai usaha frozen bread ini di pertengahan 2017. Dikutip dari kompas.id, di tahun 2020, setiap hari dia mampu menjual 40-60 kemasan tigor. Beda hal ketika berbicara saat musim libur Lebaran, libur sekolah, ataupun liburan akhir tahun. Omzetnya mampu melonjak tajam karena mampu menjual 100 kemasan per hari. Kala itu juga, usahanya dibantu oleh 10 reseller dengan tujuan kafe, homestay, kedai, hingga kantin di seputar kawasan Borobudur di Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Yogyakarta. Bahkan sudah ada yang di Jakarta.

Masih dengan sumber yang sama, ide membuat tigor dilatarbelakangi keinginannya untuk memberikan jajanan sehat untuk si buah hati yang begitu mencintai roti hingga mampu menghabiskan empat bungkus jajanan roti per hari. Karena khawatir dengan kandungan berbahaya dalam roti tersebut serta demi alasan penghematan, dia memutuskan untuk membuat roti sendiri. Setelah menimbang-nimbang, pilihannya jatuh pada roti goreng karena memiliki kelebihan yang tak dimiliki roti biasa. Yaitu dapat dijadikan sebagai frozen bread sehingga dapat bertahan hingga berhari-hari. Jika ingin mengkonsumsinya, cukup digoreng atau dikukus.

Baca Juga: SUPER ROTI: Inovasi Roti dari Bekatul dengan Mengangkat Nilai Kesehatan

Tidak seperti membalikkan telapak tangan, uji coba membuat tigor dilakukannya selama tiga bulan. Alasannya karena sama sekali tidak memiliki pengetahuan lebih. Elisa saat itu hanya tamatan SMK dengan jurusan teknologi hasil pertanian di Temanggung. Dengan tekad yang kuat, tigor perdanya dibuat bermodalkan uang Rp250.000 untuk keperluan membeli telur, terigu, susu, dan cokelat. Tigor dibuatnya langsung tanpa bahan pengawet. Hal ini dilakukannya demi menciptakan makanan sehat dan berkualitas.


Tak Pernah Lelah Berinovasi

Inovasi bagi Elisa adalah harga mati. Diawali dari tigor biasa, lama kelamaan usahanya berkembang karena memiliki ragam varian seperti mozarella, durian, cokelat, blueberry, strawberry, daging ayam, hingga nanas. Khusus untuk nanas, Elisa mengaku memiliki cerita tersendiri. Semua diawali ketika dirinya menjajakan tigor buatannya ke balai ekonomi desa (Balkondes) di kawasan Borobudur. Untuk diketahui, Balkondes merupakan unit usaha bentukan Kementerian BUMN untuk menggerakkan perekonomian masyarakat Borobudur. Saat berada di lokasi, Elisa teringat akan pesan seseorang bahwa produk utama hasil bumi di sana adalah nanas. Ide pun muncul dengan berupaya menarik minat warga dengan memadukan tigor dengan nanas. Tak hanya itu, dia juga ikhlas memberikan pelatihan gratis membuat roti nanas pada warga sekitar.

Baca Juga: Percepat Pertumbuhan UMKM Kuliner Dengan Cloud Kitchen

Inovasinya tak berhenti sampai disitu. Selain memiliki usaha roti beku, bisnisnya berkembang dengan melirik pasar minuman tradisional dan herbal dalam bentuk rempah-rempah.

“Ini berawal dari kecintaan saya dengan rempah herbal," tulisnya.

Pasar ini dia pilih karena melihat tingginya permintaan masyarakat akan minuman herbal. Produk herbalnya meliputi Wedang Uwuh Roseliz yang mengandung temulawak, jeruknipis, gula batu, kayu manis, kapulaga dan ramuan herbal lainnya.

Kemudian ada lagi Wedang Rempah Gula Batu Lengkap Roseliz yang mengandung jahe, temulawak, kapulaga, kayumanis, jeruknipis, sereh, pandan, hingga gula batu. Katanya, minuman ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai oleh-oleh atau maupun hampers. Wedang Rempah Gula Batu Lengkap Roseliz praktis tinggal seduh dengan air panas tanpa dicuci sudah bersih dan higienis. Bahan baku diolah dengan baik dan dikeringkan sendiri dengan menggunakan mesin berstandar SNI sehingga menghasilkan rempah yang berkualitas dan tidak berjamur.

Baca Juga: Jenis-jenis Promosi Paling Pas Untuk Bisnis Kuliner

Kemudian menyusul Wedang Telang Celup Roseliz yang merupakan teh herbal yang dibuat dari bunga telang dan rempah rempah pilihan, di panen dari petani organik dan diproses oleh tenaga ahli di bidang pengolahan pangan. Tak hanya itu, semua bahan tadi diproses menggunakan mesin berstandar SNI sehingga menghasilkan produk wedang rempah yang higienis dan berkualitas. Untuk penyajiannya, cukup ambil satu kantong Wedang Telang lalu seduh menggunakan air panas. Bisa juga tambahkan madu atau gula sebagai pemanis alami. Minuman ini dapat dikonsumsi hangat atau dingin. Teh herbal ini juga tersedia dengan varian lainnya seperti mawar dan rempah.


Motivasi Memperdayakan Perempuan

Ucapan langsung itu tidak main-main bagi Elisa, memberdayakan kaum hawa sudah dilakukannya setelah tiga bulan melakukan uji coba pembuatan roti goreng. Atau tepatnya sudah dilakukannya pada 2017 silam. Memang dalam satu bulan pertama, semua aktivitas produksi dilakukannya sendiri. Tapi karena kewalahan dengan tingginya permintaan pasar, dia mempekerjakan seorang karyawan hingga akhirnya bertambah menjadi tiga orang.

Baca Juga: Manfaat Memberdayakan Perempuan Dalam Bisnis

Lalu bagaimana dengan saat ini? Usaha itu masih terus dia lakukan. Tujuannya agar dapat membantu mengangkat ekonomi mereka.

“Kami merekrut tenaga-tenaga perempuan di sekitar tempat usaha sehingga bisa membantu perekonomian keluarga," tulisnya.

Tak hanya sampai disitu, dia juga menjalin kerjasama dengan petani tempatan agar pendapatan perempuan terus meningkat.

“Sehingga mereka memiliki pendapatan lebih dari hasil pertanian yang tadinya sama sekali tidak dimanfaatkan. Kami juga menggandeng kelompok wanita tani di desa kami, petani lokal sekitar tempat usaha dan juga berkolaborasi dengan UKM Craft bambu dan anyaman pandan untuk menggunakan produknya dalam kemasan sekunder yang ramah lingkungan," tulisnya.

Baca Juga: Manfaat dan Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Bagi Usaha


Terkendala Kapasitas Produksi

Sayang 1000 kali sayang, kerja keras Elisa terbentur dengan terbatasnya kapasitas produksi. Hal ini menurutnya pencapaian yang saat ini belum bisa ditanggulangi sendiri. Tak hanya itu, hasil produksinya juga baru bisa diangkut menggunakan sepeda motor. Sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama agar hasil dagangannya bisa sampai ke tangan konsumen. Jika boleh bermimpi, dia menginginkan segera cepat-cepat memiliki mesin produksi yang lebih besar sekaligus kendaraan roda empat. Selain sebagai sarana transportasi, mobil juga dapat digunakan sebagai tempat edukasi rempah berjalan. Walaupun seperti itu, satu mimpinya telah terwujud. Satu mimpi itu adalah usahanya sudah dikenal banyak orang dan omzet yang terus meningkat.

Baca Juga: Pengendalian Produksi

Pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari bisnis Elisa ini adalah jangan pernah berhenti untuk selalu berinovasi walaupun diterpa sekelumit cobaan dari mulai kondisi ekonomi sampai sepi pembeli. Elisa juga kerap membantu orang dengan cara membuka banyak lapangan pekerjaan yang kebanyakan dipilih dari perempuan-perempuan yang memiliki keterbatasan ekonomi.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.

Sumber foto:

https://ukmjuwara.id/ukm/dlizfood-borobudur

Sumber artikel:

  1. Wawancara
  2. https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2020/06/03/elis...