https://www.ukmjuwara.id/storage/ukm-image/_1636417243.FB_IMG_1607348466400-01%20-%20Favorite%20Flavor%20By.%20Juna.jpg

Sumber gambar : UKM Juwara

Ada banyak makanan tradisional dan bahan pangan lokal di Indonesia yang belum selesai dieksplor nilainya untuk peluang bisnis. Salah satunya adalah singkong, alias Telo. Di Jawa Tengah, khususnya Magelang, bahan ini telah lama diolah masyarakat sebagai makanan khas daerah. Namun kepopulerannya akhir-akhir ini terus menurun.

Hal inilah yang menginspirasi Theresia Dwi Utami, seorang pengusaha perempuan di Kota Magelang, Jawa Tengah, untuk mulai menciptakan produk berbahan dasar singkong. Melalui brand Brownies Telo N’Dukun, ia berhasil membangkitkan kembali minat masyarakat kota Magelang terhadap produk olahan singkong. Tak hanya itu, ekspansinya pun terus berjalan hingga ke Jabodetabek. Yuk, belajar dari kisahnya tentang bagaimana mengusung bahan lokal untuk produk yang modern!


Mengangkat Nilai Singkong di Mata Masyarakat Lokal

Sebelum terjun berbisnis, Dwi bekerja sebagai Product Developer di sebuah perusahaan produsen minuman dingin. Kala itu, ia tinggal di Jakarta bersama suami dan anaknya yang masih balita. “Karena ingin bisa fokus mengurus anak, saya akhirnya memutuskan untuk resign pekerjaan di tahun 2018,” ujar Dwi. Bersama suaminya, ia pun memutuskan untuk pulang ke Magelang di tahun 2019. Di sanalah, keinginannya untuk berwirausaha muncul. Ia pun mulai mengamati secara jeli, peluang bisnis apa yang bisa dilakoninya.

Baca Juga: Tips Melakukan Riset Pasar Bagi UMKM

Magelang memang terkenal dengan berbagai makanan tradisional hasil olahan singkong, seperti Gethuk dan Slondok. Sayangnya, Dwi melihat kuliner-kuliner tersebut dipandang sepele oleh masyarakat Magelang sendiri. “Setiap kali dihidangkan sajian dari singkong, mereka akan ngomong : Halah, mung telo, atau Ah, hanya singkong,” ceritanya.

Menyadari hal ini, muncul rasa was was dalam diri Dwi, jika nantinya kuliner olahan singkong akan lenyap ditelan zaman. Tak ingin itu terjadi, ia pun akhirnya berniat membuat produk yang bisa mengangkat nilai singkong di mata masyarakat kota tersebut. Akhirnya, Dwi memulai riset tentang kuliner apa saja yang bisa diolah dari umbi-umbian ini.

Dalam riset yang ia lakukan selama enam bulan tersebut, Dwi menemukan bahwa singkong ternyata bisa diolah menjadi tepung berkualitas. Bahkan, jenis tepung ini bisa 100% menggantikan peran tepung terigu dalam membuat berbagai kue.

Baca Juga: Mengidentifikasi Peta Persaingan Supaya Bisnis Tetap Unggul

Pilihan Dwi pun jatuh pada kuliner Brownies, yang saat itu memang tengah populer dan disukai semua kalangan. “Terutama di kategori mereka yang berusia 18 – 35 tahun, sesuai target pasar kami,” papar Dwi.

Tak hanya itu, menurutnya, Magelang belum memiliki produk lokal Brownies yang berkualitas. Meskipun gemar mengonsumsi brownies, namun orang-orang di Magelang kerap menyebut brand yang berasal dari kota lain saat mencari produk tersebut. “Saat kita bisa mengeluarkan produk brownies asli lokal, dengan kemasan menarik, dan bahannya singkong, pastinya mudah menciptakan awareness konsumen,” jelas Dwi.

Baca Juga: Menentukan Unique Selling Proposition

Tiga bulan selanjutnya ia habiskan dengan mencari resep terbaik untuk pengolahan brownies dari tepung singkong. Setelah banyak proses trial and error, ia berhasil menemukan racikan pas untuk produknya. Dwi pun melanjutkan persiapan dengan melengkapi legalitas usaha dan merancang kemasan menarik. Setelah semuanya siap, dengan percaya diri ia meluncurkan brand dan produk Brownies Singkong miliknya di awal tahun 2020.


Meyakinkan Masyarakat dan Menggaet Pemasok Lokal

Lewat citarasa khas dari singkong, Dwi percaya produknya bisa mendapatkan sambutan hangat. Namun, memperkenalkan Brownies Singkong ternyata menjadi tantangan tersendiri. Kebanyakan calon pembeli berkomentar ragu akan kelezatan brownies dari tepung singkong. “Setelah mereka mau mencoba dan merasakan hampir tidak ada bedanya dengan brownies dari tepung terigu, dan malah nggak bikin eneg, barulah produk saya mulai dikenal banyak orang,” papar Dwi.

Baca Juga : Pawon Narasa, Eggroll Lezat Berbahan Baku Tepung Lokal

Ia pun tetap mengusung keunggulan produknya, yang kaya serat dan bebas dari kandungan gluten. Tak hanya itu, Dwi juga menggaet UMKM produsen tepung singkong mocaf di wilayah Magelang dan Wonosari. “Mereka mengolah tepungnya juga dari singkong lokal Magelang dan Yogyakarta,” papar Dwi.

Tak butuh waktu lama, konsumen Brownies Telo N’Dukun pun meningkat pesat setelahnya. Bahkan di bulan Desember 2019, saat musim liburan, angka penjualan bisa mencapai 1.400 boks dalam sebulan.

Dwi kembali memperkuat branding produknya dengan mengeluarkan campaign “Ngemil lebih Sehat Dan Berbagi Dengan Produk Lokal Dari Singkong”. Ia ingin konsumen dan calon konsumen tahu, bahwa dengan membeli produknya, mereka membantu melestarikan kuliner singkong dan petani serta produsen singkong lokal.

Baca Juga: Mengumpulkan Data Untuk Inovasi Bisnis Kuliner

Namun, meskipun telah memiliki nama, Dwi masih menemukan satu hambatan yang menghambat ekspansi pasarnya. Masa daya tahan produk yang tidak lama, membuat sebaran konsumen hanya berasal dari kota Magelang. “Sekarang ini kami masih jualan di sekitar Magelang, tapi kami ingin memperluas pasar,” papar Dwi.

Brownies Telo N’Dukun hanya memiliki ketahanan 3 – 4 hari di suhu ruang, sementara di dalam kulkas umurnya bertambah jadi 10 hari. Keinginan ekspansi pasar pun berubah jadi tantangan yang harus dipecahkan. Hingga kemudian, muncul layanan antar yang bisa mengakomodasi kebutuhan mereka dengan harga terjangkau. ”Kami terbantu dengan adanya ekspedisi Paxel, yang bisa membantu mengirimkan produk ke pasar yang lebih luas secara tepat,” tutur Dwi.

Tak hanya Paxel, ekspedisi J&T juga turut andil dalam memperluas jangkauan pasar mereka ke luar Magelang dengan pengiriman yang relatif cepat. Dwi berhasil mengirim produknya ke para konsumen di Jabodetabek, Solo, Klaten, dan Yogyakarta. Untuk pengiriman ke Jabodetabek, Paxel mampu mengantarkan dalam waktu satu malam. Sementara J&T mampu mengirimkan produk ke wilayah Yogyakarta, Solo, dan Klaten dalam waktu yang sama. “Hingga saat ini, penjualan kami 90% di Magelang, sementara 10% sudah bisa mengirim ke kota lain,” papar Dwi. Kedepannya, ia berharap bisa meningkatkan daya tahan produk dan menemukan cara lain untuk ekspansi pasar lebih luas.

Baca Juga: Membangun Brand Positioning Agar Bisnis Berkembang


Menghadapi Pandemi Dengan Tetap Menambah Varian Modern

Keberhasilan Dwi dalam membesarkan bisnisnya juga diiringi banyak perkembangan. Salah satunya adalah pengembangan manajemen yang awalnya hanya dipegang sendiri. Saat ini, ia sudah memiliki 4 karyawan untuk mengurus masing-masing bidang Admin, Pengiriman, dan Produksi. Selain itu, Brownies Telo N’Dukun juga berani melakukan rebranding di bulan November tahun lalu dengan kemasan baru yang lebih menyorot kekhasan kota Magelang. “Kami meletakkan gambar Jembatan Mangunsoko, Gunung Merapi yang ikonik, serta Candi Borobudur yang merupakan wisata unggulan Magelang, sebagai fokus utama di desain kemasan,” ujarnya.

Sementara untuk produknya sendiri, mereka telah berhasil mengembangkan hingga 12 varian produk. Penjualan pun meningkat dengan kapasitas produksi hingga 100 – 250 boks brownies per harinya. Sayangnya, di bulan April 2020, bisnis ini mengalami masa terberatnya. Merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia menghantam penjualan mereka hingga turun sebanyak 60 persen.

Baca Juga: Mengenal Psikologi Konsumen Untuk Mengambil Keputusan Pemasaran

Penjualan kembali meningkat di bulan Agustus 2020, namun setahun kemudian, kembali memburuk lantaran pandemi gelombang kedua. Meski begitu, Dwi tetap bersyukur, bahwa mereka masih mampu bertahan, meskipun pendapatan terbilang cukup minim. Di kala pandemi, mereka mengeluarkan produk-produk baru guna menarik minat pelanggan, seperti Cupcake, Brownies Red Velvet, dan Tar yang menemani dua varian utama, yaitu Brownies Cokelat dan Brownies Pandan.

Di tahun 2021, ia juga menambah varian produknya dengan meluncurkan Bento Cake, Mini Tart, Brownies Chocopandan, Nastar Telo, dan Cookies Telo. Varian yang makin beragam berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru yang menemukan produk favorit mereka. Strategi ini berhasil. Di akhir tahun yang sama, penjualan Brownies Telo N’Dukun semakin membaik.

Baca Juga: Apa itu Product Adaptation?

Setelah melalui masa-masa sulit hampir dua tahun belakangan, Dwi punya banyak harapan bagi bisnisnya. Ia menargetkan penjualan produk Brwonies Telo N’Dukun di tahun 2022 naik hingga 5-10 persen. Ia juga ingin meluncurkan brand yang dikenal lebih luas dalam skala nasional dengan nama Cotelo Cassava Brownies melalui konsep produk yang lebih sehat dan ramah lingkungan. “Target tahun ini bisa ekspansi sampai Semarang dan Jakarta,” ujarnya mantap.

Dengan izin PIRT dan Sertifikasi Jaminan Halal yang telah ia kantongi, Dwi yakin semua harapannya di tahun ini bisa tercapai. Menurutnya, motivasi bisnisnya untuk bisa membantu Indonesia mengurangi impor gandum pun bukan hal yang mustahil lagi di masa depan.

Dari Theresia Dwi Utami dan Brownies Telo N’Dukun, Sahabat Wirausaha bisa belajar untuk tetap berinovasi di masa pandemi dan tidak menyerah. Tak hanya itu, mengusung bahan makanan lokan yang tradisional pun bisa menjadi peluang bisnis yang baik.

Baca Juga: Tang Kitchen, Usaha Kuliner yang Dirintis di Usia Muda

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.


Referensi :

Wawancara langsung dengan Theresia Dwi Utami, owner sekaligus founder Brownies Telo N’Dukun